70 | lambaikan tangan, zane!

183K 20K 1.1K
                                    




70 | lambaikan tangan, zane!



SABRINA galau karena yang ditunggu-tunggu tak kunjung tiba.

Tidak ada telepon, tidak ada pesan balasan, padahal hari sudah larut. Dan masakannya sudah siap sejak tadi.

Sudah dingin, malah.

Emang ya, people didn't change easily. Kebiasaan Zane mengabaikan HP nggak ilang-ilang dari dulu.

Bahkan selama Sabrina bekerja dengannya, hanya dalam beberapa bulan, Sabrina sudah berulang kali kebagian peran penting memugut HP-nya yang ketinggalan di sembarang tempat.

"Papimu nggak lagi kepincut janda kembang di pinggir jalan, kan ya?" Sabrina tiba-tiba merasa cemas.

Milo tidak menyahut, asyik menjilati susu yang baru dituangkan ke tempat minumnya.

"Rese emang tu orang. Padahal Mami nggak pernah nyuekin dia tiap ngirim pesan atau nelepon, kecuali kalau udah ketiduran. Ini masa gue kalah prioritas sama Bang Hotman?"

Sabrina menuangkan sisa susu di gelasnya ke mangkuk Milo, kemudian bangkit berdiri dari bar stool yang didudukinya.

"Abisin. Terus bobo. Jangan berisik, apalagi gangguin Mami kalau Papi udah pulang nanti, ya. Bye."

Sabrina melangkah ke kamar Zane dan menutup pintunya, lalu merebahkan diri di kasur.

Tapi wangi pengharum kamar malah membuatnya makin kangen pada sang tuan rumah. Jadi pengen cepet-cepet dihalalin biar dia bisa tinggal disitu selamanya.

Penyakit bucinnya memang sudah tidak tertolong. Mau bagaimana lagi?


~


Bau makanan langsung tercium begitu Zane membuka pintu rumahnya.

Dan dugaannya langsung terbukti begitu melihat sepasang sepatu Sabrina nangkring di rak belakang pintu.

Namun saat dia turun, tidak ada suara yang terdengar. Hanya ada Milo yang ketiduran di bawah meja dapur, dekat tempat makanannya, mengeluarkan suara dengkuran halus.

Zane melangkah menuju kamarnya, membuka pintunya perlahan, dan melongokkan kepala ke dalam.

Benar saja, Sabrina sudah tidur di atas kasurnya.

Zane menghampirinya pelan, berusaha agar langkahnya tidak mengeluarkan suara.

Bahkan dia meletakkan tasnya di sofa hati-hati sekali, takut membangunkan, lalu dia duduk di sisinya, di tepi kasur.

Perempuan itu masih mengenakan kemeja dan celana bahan. Kemungkinan besar dia langsung menuju kemari sepulang kerja. Dan itu artinya dia sudah menunggu lama. Dan sudah pasti mood-nya sedang tidak baik.

Zane menyibakkan anak rambut dari wajah yang paling dia suka semuka bumi itu, yang malam ini terlihat agak kacau dengan sisa-sisa make up tadi pagi. Padahal Zane sudah sering bilang kalau dia lebih enak dilihat tanpa make up. Tapi dia tidak percaya.

Dan sepasang mata dihadapannya itu tiba-tiba membeliak lebar-lebar, membuat jantung Zane nyaris copot karena kaget.

"Kenapa ngelihatin gue kayak gitu? Sesuka itu sama muka gue?" Sabrina manyun, menanyainya dengan nada sengak.

Warning: Physical Distancing! [COMPLETED]Where stories live. Discover now