60 | ampun, paduka!

198K 24K 2.9K
                                    

Part ini lebih dr 2x lipat lebih panjang dibanding beberapa part terakhir, lebih sweet juga, yuk hamdallah yuk.




60 | ampun, paduka!



BEGITU makanan yang dipesannya datang, Zane nekat masuk saja ke kamar Sabrina tanpa izin.

Kalau perempuan itu memang berniat menghalanginya masuk, sudah pasti pintunya dikunci. Atau minimal ditutup, lah. Bukan dibiarkan terbentang lebar-lebar begini.

Dihampirinya perempuan yang sedang berbaring di kasur itu dengan langkah pelan.

Sabrina tidak berselimut. Jadi meski posisinya membelakanginya, Zane masih bisa melihat ruam-ruam merah di beberapa tempat, yang kontras sekali dengan warna kulit kakinya.

Melihatnya jelas membuat Zane jadi tidak enak hati. Bagaimanapun juga, bekas luka bakar itu tidak estetik sama sekali.

Sabrina sudah pasti sedang kesal padanya setengah mampus.

"Sab," panggilnya pelan, takut mengagetkan. Entah sejak kapan Zane jadi sok lembut begini ke cewek. "Udah tidur?"

Tidak ada sahutan. Perempuan itu merem.

Zane meletakkan nampan yang dibawanya ke nakas, kemudian duduk di sisi Sabrina.

Disentuhnya bahunya pelan.

Dan Zane langsung tahu bahwa Sabrina hanya pura-pura tidur, karena badannya jadi terasa menegang.

"Gue tau lo belum tidur. Makan dulu."

Sabrina bergeming.

Zane menggelitik pinggangnya.

Dan serta merta perempuan itu melek, mengibaskan tangannya dengan kasar.

Mukanya masih sesengak saat berada di kantor tadi.

"Apaan, sih! Rese banget!" sentaknya.

Zane mencoba kalem.

"Makan," sahutnya, tidak tersulut sama sekali, biarpun sebenarnya kesal juga karena kena omel terus.

"Males."

"Nanti maag lo kambuh."

"Gue bisa jaga diri, kali. Nggak perlu diingetin. Malah kalo ada lo, gue jadi sial mulu."

Zane manggut-manggut. "Gitu, ya? Satu sama, dong. Lo kan sering tuh, nyari gara-gara sama gue. Kalo gue bales, udah pasti lo bakal lebih sial dari pada ini."

"Pulang sana, ih. Berisik. Gue nggak mau makan. Ngantuk!"

Zane melenyapkan sisa senyum di wajahnya. Nada suaranya juga jadi tidak bercanda lagi. Sabrina kalau dibercandain terus, lama-lama ngelunjak. "Sayangnya nggak ada pilihan nggak makan. Adanya lo mau makan sendiri apa gue suapin!"

Sabrina jelas nampak tidak senang, namun masih bergeming.

"Jangan kayak anak kecil. Ini juga buat kepentingan lo sendiri!" Zane balas menyentak, memaksa perempuan itu duduk, dan memindahkan nampan dari nakas ke pangkuannya.

"Kenapa jadi gue yang diomelin, sih? Yang bikin gue sakit gini siapa, coba?" Sabrina melotot.

Melihatnya terpaksa meraih sendok, Zane jadi mesem. Dia lucu kalau memelas begitu, sih. "Gue. Tapi nggak bakal kejadian kalo lo nggak peluk-peluk sembarangan di kantor!"

Warning: Physical Distancing! [COMPLETED]Where stories live. Discover now