84 | apa kabar dompet? [END]

297K 18.4K 3.1K
                                    




84 | apa kabar dompet?



IBEL benar-benar tidak datang. Juga tidak berada di rumahnya ketika Sabrina mendatanginya seorang diri, sepulang wisuda. Papi dia tinggalkan di rumah, bersama Milo, karena sudah nampak kelelahan setelah duduk seharian di tempat wisuda.

Selain mencari ke rumahnya, Sabrina tidak tahu harus ke mana lagi.

Tiga teman akrab Ibel tidak ada yang bisa memberinya informasi. Dan sialnya, ini hari Sabtu, jadi Sabrina tidak bisa menelepon ke kantor tempat kakaknya itu bekerja karena sedang libur.

Sabrina ingin menangis. Tidak tahu harus bagaimana lagi.

Dia sampai jatuh terduduk di teras. Nelangsa.

"Maafin gue, Bel," cicitnya, menatap nanar ke arah pintu yang terkunci. "Dari dulu gue nyusahin elo terus. Elo dari kecil nggak pernah bisa pergi main karena harus jagain gue. Harus kuliah sambil nyari duit buat gue juga. Giliran gue udah mandiri, gue lagi yang jadi penghalang elo buat hidup bahagia."

Sabrina tidak sanggup membendung air matanya lagi. Dia biarkan mengalir begitu saja.

Terserah tetangga Ibel mengira dirinya gila.

Dia memang sedang gila saat ini.


~


Sabrina ingin membatalkan acara makan malam dengan teman-teman sekantornya, tapi tidak bisa.

Karen bilang, Zane sudah terlanjur booking meja di restoran rooftopnya Abram Hotel. Sudah booking suite untuk tempat mereka bermalam juga.

Yang lain sudah terlanjur excited membayangkan akan menghabiskan malam Minggu di suite hotel bintang lima begitu, tentu Sabrina tidak mungkin mengecewakan mereka semua.

"Ini sih judulnya bukan syukuran gue!" Sabrina bersungut-sungut saat akhirnya mereka semua berkumpul. Agak rindu juga, setelah tidak bertemu karena dirinya cuti beberapa hari untuk persiapan wisuda. Apalagi dia harus membayangkan kedepannya tidak akan bertemu lagi dengan mereka semua.

Bahkan, meski biasanya tidak menyukai Mbak Iis dan Mas Gusti, Sabrina yakin akan merindukan wajah menyebalkan mereka berdua suatu hari nanti.

"Nggak pa-pa. Rasa makanannya tetep sama kok, mau elo apa Pak Bos yang bayar!" Juned menyahut, tidak tahu diri. Tapi Sabrina sama sekali tidak menolak mendengar hujatan apapun malam ini.

Sabrina melirik Zane sekilas. Yang dilirik cuma mesam-mesem, sampai Sabrina menelan ludah, jadi tidak enak hati sendiri.

Dia tidak tega mencuri wajah bahagia itu. Tapi juga tidak punya pilihan lain.

"Elo tuh, mau jadi istri Bos, tahu diri dikit dong, Sab. Diajak makan ke tempat bagus, dandanan masih aja kayak EO, bukan kayak tamu hotel!" Timothy menyenggol lengannya.

Sabrina juga cuma mesem.

Dia tadi sudah berdandan dan memilih pakaian yang layak. Tapi mau bagaimana lagi, cetakan mukanya memang bukan muka crazy rich. Tapi bagus lah. Dia jadi bisa sadar diri. Dia jadi bisa menempatkan diri.

Dan syukur bukan orang lain yang menamparnya dengan keras, tapi teman-temannya, keluarganya sendiri. Jadi setidaknya, dia tidak perlu menanggung malu dan dicap gold digger kemanapun dia pergi.

Warning: Physical Distancing! [COMPLETED]Where stories live. Discover now