76 | otw sabrina abram?

193K 21.5K 1.5K
                                    




76 | otw sabrina abram



SABRINA mewek.

Zane jadi serba salah.

Padahal kalau diingat-ingat, Sabrinalah yang lebih pantas disalahkan dibanding dirinya.

Kesalahannya cuma terlalu penasaran, dan itu manusiawi.

Sedangkan Sabrina, siapa suruh perempuan itu duduk di atas perutnya, menggodanya habis-habisan? Siapa suruh menyimpan kontak Papinya dengan nama ambigu?

Zane cuma korban di sini!

"Kenapa tadi diangkat?" tanya perempuan itu lagi, sambil sesenggukan. Suara sesenggukannya sebenarnya tidak sebanding dengan matanya yang cuma berkaca-kaca, tidak sampai mengeluarkan air mata, membuat Zane ingin mencubit pipinya dengan gemas alih-alih mengasihaninya.

"Penasaran, Sab. Abis kontaknya lo kasih emot love. Terus foto profilnya juga nggak ada mukanya. Cowok mana yang nggak kepo ngeliat ada video call kayak gitu di HP pacarnya?"

"Kan bisa nanya dulu. Nggak perlu diangkat!"

"Ya, maaf. Refleks."

Sabrina tiba-tiba saja sudah mencubit pinggangnya, membuat Zane mengaduh.

Baru pacaran saja dia sudah jadi korban KDRT. Bagaimana kalau Zane benar-benar menikah dengannya? Salah dikit saja, bisa-bisa dia disuruh beli makan sendiri, nyuci baju sendiri, tidur di lantai sama Milo.

"Terus kalau udah kayak gini mau gimana? Mati abis ini gue digantung ama Ibel!"

Sabrina membanting ponselnya yang sudah dimatikan ke atas kasur---karena jelas dia terlalu rakyat jelata untuk membuangnya ke lantai---kemudian berjalan keluar.

Zane melongo.

Cepat-cepat disambarnya handuk yang tadi dia lempar ke kursi, melilitkan ke pinggang, dan bergegas menyusul.

"Sab, woy, mau ke mana?"

Tapi ternyata yang dikejarnya hanya pergi ke dapur untuk mengambil air putih dari dispenser.

Zane duduk di salah satu stool di depan counter top, menunggunya selesai minum.

Sabrina memandangnya dengan wajah ketus.

"Gue kesel sama lo!"

Zane hanya bisa menghela napas, tidak mampu berkata-kata.

"Padahal baru aja tadi sore, Ibel ngancem bakal mulangin gue ke Surabaya kalo gue macem-macem."

"Nggak mungkin dipulangin juga kali. Kan di sini elo kerja. Mau wisuda juga, banyak yang mesti diurus ke kampus."

Sabrina cemberut, meletakkan gelas kosongnya ke meja.

Zane mendesah pelan. Dia tidak punya pilihan lain.

"Besok gue ke Surabaya, deh, jelasin ke Papi lo."

Sabrina melotot. "Emang mau ngomong apa?"

"Ya ngomong apa adanya. Emang lo pengen gue ngomong gimana?"

Sabrina diam.

"Paling mentok juga disuruh nikah, kan? Kenapa khawatir banget, sih? Kayak ketahuan lagi ngapain aja."

"Ketahuan ngapain ajaaa?" Sabrina mencubitnya lagi. "Elo mau nikah umur segini?"

"Lah? Elo nggak mau?" Ganti Zane yang melotot.

Warning: Physical Distancing! [COMPLETED]Where stories live. Discover now