39 | dosa nggak, sih?

174K 18.2K 456
                                    




Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"NGERTI, kan, Sab? Woooy!"

Seruan Juned dari seberang meja membuat Sabrina---untuk kesekian kalinya---terhenyak dan segera mengalihkan pandangan dari pintu ruangan Zane yang tertutup rapat sedari pagi, ganti menatap Juned. Agak canggung. Takut tertangkap basah lagi. Apalagi setelah sekarang itu orang jadi demen membully dirinya, jika sudah berkaitan dengan Zane.

Karen, Jun, dan Sabrina sedang mendiskusikan project Jun yang akan dilaksanakan dua bulan lagi, mendahului project Sabrina yang diundur lagi jadwalnya.

Project Jun ini lumayan ribet. Akad nikah dan resepsi pertama diadakan di Jakarta. Kemudian resepsi kedua di Sydney, karena sang mempelai pria memang berdomisili di sana. Acara yang di Sydney memang ada partner WOnya sendiri, jadi Jun lebih fokus mengurus akomodasi keluarga besar dan tamu-tamu dari Indonesia.

Dan karena jadwal resepsi di Jakarta dan Sydney hanya beda seminggu, Jun tidak bisa mengawasi langsung acara di Jakarta karena harus berangkat duluan ke Sydney. Dan sekarang dia sedang galau menentukan delegasi penanggung jawab kegiatannya.

"Ngelamun mulu, niat bantuin nggak, sih?" Juned menyulut lagi.

Tapi Sabrina memang sedang malas ribut, jadi emosinya sama sekali tidak tersulut.

Hari ini dia memang sedang malas ngapa-ngapain. Bahkan kalau tadi pagi tidak dijemput Akmal di rumahnya, mungkin dia akan bolos kerja dengan beralasan masih sakit.

"Ngerti, Juuun." Sabrina berdecak. "Timbang katering doang, nggak diawasin juga bisa jalan sendiri. Kayak baru sekali ini aja pakek katering itu."

Jun ganti berdecak. "Elo, tuh, ya, dibilangin jangan gampang percaya sama orang, ngeyel! Nyari orang yang tertib tanpa diawasi tuh kayak nyari berlian jatuh di padang pasir. Elo aja yang udah tandatangan kontrak kerja, harus berpakaian rapi, makin hari malah makin amburadul!"

Sabrina mendesah.

Ngomong sama Juned ujungnya malah ke mana-mana.

Memamg benar hari ini dia tidak bermakeup sedikitpun. Dan memang benar mukanya terlihat kucel, sampai-sampai Timothy tadi pagi heboh mengatainya mirip kuntilanak.

Tapi toh yang penting pakaiannya sopan, disetrika rapi. Kerjaannya juga beres.

"Udah, jangan ribut." Karen akhirnya menengahi. Memang kalau antara Sabrina dan Juned, dia jarang mau memihak. Males kalau pada ngambek. "Udah beres, kan, yang di JKT? Sekarang lanjut ke SYD."

Karen memaksa Juned mengganti tampilan proyektor ke sheet selanjutnya.

"Plottingan di sana buat apa aja? Lo butuh berapa orang?" tanya Karen, mengembalikan fokus pembahasan.

"Empat, sama gue."

"Ooh." Karen manggut-manggut. "Lo nggak pengen ikut, Sab?"

Sabrina menggeleng.

Dia tahu pergi ke Sydney bakal lebih banyak liburannya ketimbang kerja. Tapi bahkan sekarang untuk berlibur pun, dia sedang tidak minat.

"Kenapa?" Karen cemberut. "Timothy kan wajib standby. Mbak Iis ama Gusti kayaknya mending nggak pergi jauh-jauh dari kantor. Paling yang bisa pergi ya gue, elo, sama Akmal."

"Harus gue banget, ya?" Sabrina menguap.

"Iya, lah. Jangan sampe lo nyesel, gegabah nolak kesempatan, cuma karena sekarang lagi nggak mood. Toh acaranya masih dua bulan lagi." Karen menyenggol bahunya, provokatif. "Apalagi Zane diundang juga, loh. Kali aja lo bisa lanjut honeymoon di Sydney!"

Sabrina melotot.

Juned mendengus.

"Ckckck. Kecil-kecil kuat banget lo, ya. Kemarin udah gue kasih honeymoon dua minggu masih aja kurang."

"Taik, lo!" Sabrina kesal. "Sono pergi aja sendiri! Urus semuanya sendiri!"

"Kan, ribut lagi." Karen manyun. "Maap ye, Sab, udah bawa-bawa si bos pas doi lagi cuti gini. Kan elonya jadi makin rindu. Minta maap juga lo Jun!"


~


Sabrina merepet ke meja Mbak Iis saat Jun dan Karen sudah turun duluan untuk makan siang.

Mbak Iis segera mengalihkan pandangan dari buku besar penuh coretan di mejanya, sadar ada yang menghampiri.

"Bang Zane kemana, ya, Mbak?" Sabrina bertanya to the point. "Tumben nggak dateng sama sekali. Biasanya kalo ada urusan di luar tetep mampir ke kantor, biar cuma setor muka."

"Oh, sakit dia. Katanya semalem abis keujanan." Mbak Iis menjawab santai, yang artinya sakit bosnya ini tidak termasuk kategori serius.

Tapi Sabrina melongo, karena kata terakhir yang disebutkan.

Kehujanan.

Setelah balik dari rumahnya?

Memang tidak lama setelah Zane pergi, hujan turun lumayan deras. Bahkan Akmal sempat malas pulang dan berencana menginap, tapi batal karena ingat beberapa baju ganti yang sempat dia tinggal di rumah Sabrina untuk stok kalau sedang malas pulang sudah dia bawa pulang semua.

"Lah, serius?" tanyanya, mulai merasa bersalah.

"Hmm."

Sabrina mingkem, langsung mundur teratur ke mejanya sendiri.

Masa Zane sakit gara-gara dia?

Lagian lemah banget jadi cowok. Keujanan doang bisa langsung sakit!

Tapi kalau memang dia penyebabnya, dosa nggak sih?



... to be continued

Warning: Physical Distancing! [COMPLETED]Where stories live. Discover now