42 | womanizer kelas kakap

182K 20.1K 1.4K
                                    




Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


SABRINA menghempaskan diri ke kasur, menghela napas panjang.

Kasur yang sama dengan yang ditempatinya bulan lalu. Seprei dan bedcover-nya juga masih warna yang sama, putih. Hanya pengharum ruangannya saja yang berganti. Dulu beraroma kopi, sekarang berganti vanilla, mirip bau shampoonya.

Sialnya, meski ruangan itu bersih dan rapi, dan meski biasanya dia gampang terbiasa di tempat baru, kali ini dia tidak merasa nyaman sama sekali.

Ah, tau gitu tadi dia pura-pura bego dan tidur di tempat Zane sampai pagi, karena ternyata meluk Zane lebih enak daripada memeluk bantal.

Hiks.

Sabrina merana.

Tidak ada yang bisa dia lakukan, tidak ada yang bisa diajak bicara, sementara rasa kantuknya tadi sudah hilang.

Kemudian dia teringat bahwa ponselnya tertinggal di kamar Zane.

Perempuan itu langsung bangkit, keluar kamar, menerobos masuk ke kamar Zane tanpa mengetuk karena diasumsikan penghuninya masih terlelap.

Tapi ternyata Zane sudah bangun. Duduk bersandar di kepala ranjang, sedang menatapnya dengan ponsel tergenggam di tangan.

Kedua alis itu terangkat, seolah menegurnya yang seenak jidat nyelonong ke kamar orang.

Sabrina berdehem. "Kebangun, Bang? Gue mau ngambil HP."

Zane mengangguk singkat, dan fokus pandangannya segera kembali ke layar ponsel. "Kamar sebelah nggak pengap, kan?"

Sabrina ingin bohong agar bisa tetap tinggal, tapi apa daya, jarak kamar sebelah cuma lima langkah, nggak lucu kalau kebohongannya terbukti.

"Enggak, kok."

Dia lalu segera mengambil ponselnya di meja depan TV, dan langsung keluar lagi.

Merasa pedih.

"Maal ...," rengeknya di telepon tidak lama kemudian.

Akmal yang belum tidur tapi sudah mulai mengantuk hanya menggumam pelan. "Hmm."

Sabrina mulai mewek, seperti biasa.

Setelah cukup lama kenal, Akmal belajar satu hal. Kalau Sabrina menangis, jangan mudah berbelas hati, karena itu hanya air mata buaya.

"Zane nolak gueee ...." Perempuan itu melapor.

Akmal kontan batal mengantuk. Dari semua kemungkinan topik yang ingin dibicarakan oleh Sabrina di tengah malam begini, jelas ini yang paling hype. "Siapa suruh lo nembak dia?"

Akmal sampai berseru keras saking shocknya.

Dia tahu Sabrina rada extraordinary---kalau nggak tega mau bilang rada sarap. Tapi ini tuh beyond extraordinary, kali. Karyawan bego mana yang bakal nembak bosnya duluan, biarpun udah yakin si bos menaruh hati padanya? Udah tajir banget emang, sampe gak khawatir dipecat?

Warning: Physical Distancing! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang