15 | siapa modusin siapa?

234K 22.5K 530
                                    




15 | siapa modusin siapa?



SABRINA kelihatan seperti ABG dengan crop tee, skinny jeans, dan sepatu Converse. Rambutnya yang lurus panjang sepunggung dia biarkan terurai.

Kalau dilihat dari dekat, bahkan wajahnya kelihatan lebih fresh dibanding saat di kantor tadi. Mungkin karena habis mandi. Riasannya natural saja, seperti biasa. Hanya memakai maskara dan liptint, warna red wine. Serta sedikit perona pipi.

Ah, Zane jadi rikuh sendiri.

Timbang pergi makan doang, perempuan ini pakai dandan segala!

Bukannya nggak suka. Cuma aneh saja, karena dia sendiri tadi lumayan makan waktu juga untuk mengaca dan berganti jaket beberapa kali, biar cakepan dikit.

Zane mengulurkan helm dan Sabrina segera naik, menautkan lengan ke pinggangnya tanpa disuruh.

Zane kudu gimana, coba?

Kebanyakan perempuan memamg suka begitu. Nemplok pas di atas motor. Padahal berat tau, nyetir sambil ditemplokin begitu. Tangan juga jadi pegel. Belum leher yang terpaksa miring sepanjang jalan kalau sang cewek hobi ngajak ngobrol dan menjulurkan kepalanya ke depan, ke bahu sang pengemudi.

Biasanya kalau sudah begitu, cowok-cowok cuma bisa bersabar. Semua demi bikin yang dibonceng merasa nyaman. Amit-amit, sih, sebenarnya. Bucin mengatasnamakan manner!

Sebenarnya, biasanya Zane menerapkan banyak aturan ke cewek yang diboncengnya. Seperti pegangannya biasa aja, dan jangan nemplok-nemplok. Tapi khusus pacar, dan khusus Sabrina malam ini, dia ikhlas bersakit-sakit sedikit.

Daripada Sabrina ngambek lagi! Males dia ngebujuk cewek moody. Urusan mereka cuma makan, selesai!

Tapi sepertinya mood perempuan itu sudah kembali lagi seperti biasa karena bahkan dia yang lebih dulu mengajak bicara.

"Gue nggak pernah lihat lo naik motor, Bang. Baru?" Sabrina membuka obrolan, mencondongkan tubuhnya ke depan supaya dekat dengan kuping Zane.

Zane menelan ludah, memiringkan sedikit kepalanya yang terdorong helm Sabrina. Sumpah, ini nggak nyaman. Meski bonusnya dia ketempelan sesuatu di punggung, nggak sebanding dengan pegal di leher dan lengannya yang memegang stang motor.

"Sering gue bawa ke kampus, kok, dulu. Sering dipake Bimo juga." Zane menyahut.

Sabrina manggut-manggut. Bimo itu teman seangkatan, sejurusan, dan sekelas dengan Zane di beberapa mata kuliah. Salah satu mantan pacar Sabrina, yang mengenalkan perempuan itu ke Zane dulu, sebelum mereka putus. Putusnya sudah lama, bahkan sebelum Zane mulai mengerjakan skripsi. Setelahnya, gosipnya belum dua bulan kemudian, Sabrina sudah menggandeng yang baru lagi. Dan baru beberapa bulan lalu, setelah resmi jadi karyawannya, mereka putus juga.

Sabrina memang lumayan ngetop di kalangan cowok di angkatannya, sih. Yang kenal dia banyak, karena sering nampang di acara-acara besar kampus, sebagai MC. Bahkan bukan cuma seorang mantan pacar cewek itu yang juga jadi temannya. Ada tiga kalau nggak salah ingat.

Cewek-cewek macam Sabrina-Karen-Timothy memang nggak ada tampang bakal berhubungan serius dalam waktu dekat, nggak seperti Iis. Jadi Zane tidak heran kalau mereka cepet gonta-ganti pacar, kayak ganti sepatu. Dan nggak heran juga kalau sekarang Sabrina main nemplok aja kayak lintah, meski kecepatan motor mereka masih tergolong aman karena jalanan juga nggak lagi lengang. Kayak nemplok itu hal yang lumrah. Ke Akmal juga dia kayak kembar siam. Anehnya, ke Junaedi yang punya kelainan juga dia mau nemplok-nemplok!

"Btw kita mau ke mana, nih?" tanya cewek itu, mencondongkan badan lagi.

Zane membuka kaca helmnya. "Lo ada yang lagi pengen di makan nggak? Kalo enggak, gue yang nentuin."

"Mau sate!" Sabrina langsung mencetus, tidak mau melewatkan kesempatan memberi usulan.

Zane berdecak. "Cepet banget kalo disuruh milih makanan!"

Tapi untungnya sate juga bukan pilihan yang buruk untuknya saat ini. Sudah lama dia tidak makan sate.

"Lo nawarinnya ikhlas nggak, sih?" Sabrina menggerutu.

"Ikhlas. Sate mana maunya?"

"Ada sate kambing langganan gue di deket RSPP."

"Tempat lo biasa makan sama Akmal?" Zane mengonfirmasi.

"Yup. Tau, kan?"

Zane mengangguk. Meski nggak pernah diajak, dia tahu ke mana saja tongkrongan anak buahnya.

Gimana enggak, mereka kalau ngobrol kenceng banget, seolah-olah mengejek dirinya yang memang jarang nimbrung!

Tiba-tiba Sabrina mencubit pinggangnya. Sakit banget, asli! Zane sampai menoleh saking sakit dan bingungnya. Emang dia salah apa lagi?

"Kenapa, sih?!" tanyanya kesal. "Bisa nabrak kita, kalau lo dikit-dikit nyubit!"

"Lo kok bisa tahu gue melihara anjing?" Sabrina melotot, penuh kecurigaan.

Zane berdecak. Segala anjing pakai diungkit-ungkit! Dan mulutnya langsung refleks saja berbohong. "Ck. Emang di kantor ada yang nggak tahu?"

Entah sejak kapan, dia terlatih memberikan jawaban aman tiap ditanya cewek. Demi menjaga perdamaian dunia. Semisal untuk pertanyaan 'gue gendutan, nggak?'

Sabrina mengangkat bahu. Tidak percaya karena merasa tidak pernah menceritakan pada siapapun tentang Milo. Tapi dia juga malas ribut di atas motor. Untuk urusan yang nggak krusial pula.

Zane mengalihkan topik sampai mereka tiba di warung tujuan, menghentikan motornya di depan warung sate yang luar biasa ramai itu. Sabrina segera turun dan mencopot helmnya.

"Gila, kudu ngantri tempat duduk dulu, nih," komentar perempuan itu sambil menatap ke dalam warung. Anehnya meski sedang mengeluh, wajahnya tetap sumringah, yang kalau diterjemahkan kira-kira bunyinya 'lo nggak bakal nyesel makan di sini meski harus ngantre panjaaang.'

Zane mengikuti pandangan perempuan itu. Sialnya, dari dalam warung tiba-tiba keluar sesosok manusia yang tidak dia harapkan akan bertemu dengannya sekarang, di tempat ini, dan bersama Sabrina.

Refleks ditariknya Sabrina yang sedang merapikan rambutnya ke dalam pelukannya, untuk menyembunyikan wajah cewek itu dari Timothy, sang ratu gosip. Dia sendiri belum turun dari motor, meski sudah melepas helm.

Semoga Timothy tidak mengenalinya. Yah, minimal kalau dia tahu itu dirinya, Timothy tetap tidak akan mengenali Sabrina, serta tidak akan menyapanya karena takut mengganggu.

Zane sedang malas digosipin. Malas menjelaskan juga, kalau sekarang ini dia dan Sabrina cuma pergi makan. Titik.

Sabrina mencubit pinggangnya. Zane sampai harus menggertakkan gigi agar tidak sampai memekik kesakitan. Dia tunggu sampai Timothy masuk ke dalam sebuah mobil.

"Sakit, Sab!" desis Zane sambil melepaskan Sabrina, setelah mobil yang mengangkut Timothy meninggalkan tempat.

"Otak lo yang sakit! Main peluk-peluk!" Sabrina menegakkan tubuhnya, mengangsurkan helmnya ke pelukan Zane dengan kasar. "Mending cuma gue cubit, nggak gue pukul pake helm sampe gegar otak!"

"Ada Timothy! Lo nggak lihat?" Zane membela diri. Sumpah, dia nggak ada maksud untuk modus.

Hidung Sabrina kembang-kempis. Gagal paham dengan jalan pikiran Zane. "Kenapa emang kalau ketemu Timothy? Bagus dong, rame."

"Gue mau makan, bukan ngerumpi."

"Kalau cuma mau makan, lo tinggal turun ke bawah dari unit lo! Nggak perlu capek-capek nyamperin gue. Kan ada resto di apartemen lo!"

Zane berdecak, langsung berjalan masuk ke dalam warung.

"Tadi siapa gitu yang meluk-meluk gue duluan di atas motor?" gerutunya, cukup keras untuk didengar Sabrina.

Tau gitu mending dia pergi makan sendiri tadi, ya kan? Ngajak Sabrina ribet!



... to be continued

Warning: Physical Distancing! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang