Kepergianku

136 5 0
                                    

"Melangkah pergi bukan untuk 'menjauhkan takdir', tapi untuk 'mendekatkan takdir'. Tentu saja"

~~~~~~~~

Cesar pov

Aku sudah mendarat di Jogja sejak semalam. Dan, pagi ini meluncur ke rumah Aisa untuk mengantarkannya ke acara kelulusannya.

Sebelumnya, aku tidak pernah mengatakan ke gadisku kalau aku akan pulang beberapa hari ini. Aku sangat senang mendapat kabar bahwa Aisa diterima di salah satu universitas ternama di Melbourne dan akan berangkat lusa. Sempat aku merasa sedih karena jarak kami akan semakin jauh. Tapi perasaan itu ku tepis sejauh mungkin karena aku sangat bangga dengan pencapaian gadisku itu. Selain cantik, aku harus mengakui bahwa gadisku ini sosok yang pintar. Sebagai pacarnya, tentu saja aku sangat bahagia memiliki 'calon istri' seperti itu.

Aku sudah di rumah Aisa. memang sebelumnya aku sudah menghubungi orangtua Aisa untuk ikut ke acaranya. Kami sudah sering ngobrol banyak hal. Rasanya senang sekali bahwa diantara kami sudah saling terbuka seperti ini.

Kehadiranku di sini memang sengaja dirahasiakan dulu, sampai pada akhirnya Aisa selesai persiapan dan dia benar-benar kaget melihatku. Kejutanku berhasil. Aku sangat rindu tuan putriku. Dia cantik dengan kebaya merah jambu dan make up naturalnya. Cantik sekali.

🍁🍁🍁

Aisa pov

Ini adalah hari dimana aku berangkat menuju ke peraduan takdir baruku. Aku sudah di bandara bersama Mamah, Bapak, dan Adekku. Cesar menyusul nanti. Aku berharap dia datang tepat waktu sebelum aku lepas landas.

Berat meninggalkan Jogja untuk 4 tahun ke depan. Bukan waktu yang cepat. Tapi aku sangat yakin bahwa akan banyak orang yang menolongku di sana nanti. Mamah dan bapak masih terharu dengan putri manjanya ini. Seakan belum mau melepasku pergi, namun juga tidak menahanku untuk aku berproses. Dan, seperti 2 orang hebatku ini terlalu cemas memikirkan kehidupan putrinya yang super manja ketika nanti jauh di sana, aku. Wejangan demi wejangan aku terima dengan baik.

"Jaga diri baik-baik. Ibadahnya yang kuat. Bapak dan mamahmu selalu bangga di sini. Seandainya ada rejeki dan kesempatan, insyaallah bapak dan mamah akan jenguk mbak Aisa ke sana" ucap bapak lembut kepadaku.

Bapak memang seperti itu. Sejauh umurku, aku merasa bapak tidak pernah yang namanya membentakku sama sekali.

"Benar kata bapak, nduk. Kamu sehat terus di sana ya. Nanti sering-sering mengabari mamah sama bapak" sambung mamahku.

"Siap, mamahku sayang dan bapak juga. Aisa akan ingat terus pesan mamah dan bapak. Insyaallah Aisa kuat, Aisa bisa hidup mandiri di sana ya. Jangan khawatir. Teman Aisa banyak. Dan semoga mereka baik-baik. Nanti, Aisa kenalkan"

Mamah dan bapak tersenyum. Kulihat adekku masih manyun seperti tidak rela melepasku. Kami sering bertengkar untuk hal sepele. Namun, coba lihat, dia bahkan menjadi orang yang sangat sedih atas kepergianku.

"Hei, jelek. Makin jelek aja manyun begitu" kekehku sambil mencubit pipi adek kesayanganku. Bukannya tertawa, dia malah menangis. Aku malah menjadi heran sendiri kalau dia bertingkah merajuk seperti ini.

"Mbak Aisa tuh emang nyebelin. Apalagi kalau pergi gini. Kenapa sih harus pergi jauh? Lama lagi. Kan kamar jadi sepi. Nggak ada temen lempar-lemparan bantal lagi" ucapnya menangisiku

"Kenapa pakai pencitraan segala sih" kekehku. Dia malah menangis semakin keras dan mamah bapak lagi-lagi hanya tertawa melihat kami.

Cesar datang dengan sedikit berlari ke arah kami. Tepat waktu sebelum keberangkatanku. Sepertinya dia lelah sekali, terlihat dari bulir keringat di dahinya.

Aku mengambil beberapa lembar tissue dari tasku dan berniat mengelap dahi lebarnya. Ya, aku selalu mengatakan dahinya lebar. Setidaknya memang lebih lebar dariku. Tapi sebelum aku menyentuh dahinya, tangannya lebih dulu menyambar tissue dariku. Sepertinya dia tahu malu dengan orang tuaku.

"Terimakasih. Mas pikir mas telat dek" ucap cesar sambil mengelap dahinya yang basah.

"Enggak dong. Tapi nyaris. Nanti makin basah saja itu muka kalau sampai ketinggalan pesawat adek ya?" Aku tertawa membayangkan seandainya cesar memang terlambat datang dan aku sudah pergi.

"Jauh-jauh ke sini masak ditinggal begitu saja. Belum sempat bilang perpisahan ni"

"salah, belum sempet bilang I love You yang bener" aku tertawa.

Mendengar aku mengucapkan itu, semua keluargaku ikut tertawa. Sebenarnya kami semua sedih, tapi sungguh aku tidak akan membuat kesedihan di sini. Aku sangat mantap untuk melanjutkan studyku. Ini benar-benar kemauanku.

Sepintas, aku teringat dengan pak Rizal. Beliau adalah orang ke tiga yang sangat bangga mengetahui bahwa aku diterima kuliah di Melbourne setelah mamah dan bapak, tepat sesuai dengan saran beliau saat itu. Aku semakin mantap lagi.

Sampai pada akhirnya aku mendengar panggilan pesawatku. Bandara ini menjadi saksi bisu aku melangkah pergi meninggalkan Indonesia untuk sementara waktu.

Bapak dan mamah menciumku. Aku balas memeluk erat keduanya. Tak lupa, adekku yang langsung menyembunyikan muka di jilbab mamahku, menangis di sana tersendu-sendu.

Aku melambaikan tangan dan mulai melangkah masuk ke gate. Cesar menyusul di belakangku. Sedikit sudah menjauh dari Mamah, Bapak, dan adekku.

"Mas cesar, adek mencintai mas. Selalu" aku tersenyum pada laki-laki di depanku.

"Mas lebih mencintaimu. jaga dirimu baik-baik, sayang. Kami selalu menantimu. Sukses ya studynya, tuan putri. Kalau nakal, awas saja" kata cesar lembut sekali sambil tangannya terulur ke kepalaku.

Air mataku seakan ingin tumpah. Dan benar saja, aku sudah tidak bisa lagi membendung. Jarinya langsung mengelap butiran air yang jatuh dari mataku.

"Hei, jangan menangis, sayang. Nanti make up nya luntur. Bedak bayimu nggak bisa tahan air. Nanti nggak cantik lagi" ucap cesar masih bisa bercanda dan membully ku.

"Enak saja. Biarkan cuma pakai bedak bayi. Setidaknya aku membuatmu ringan nanti kalau melamarku. Kan make up nya hanya bedak bayi yang harganya tidak seberapa" jawabku asal

"Anak kecil mikir nikah. Mau pergi kuliah aja nangis" kulihat Cesar mengatakannya sambil tertawa renyah. Tapi ada semburat kesedihan di sana yang tidak bisa kutampik. Aku mengetahuinya.

"See you, tuan putri. Dah sana masuk. Nanti ketinggalan pesawat makin nangis" perintahnya.

Aku melempar senyum masam dan lantas mengambil tangan kanannya memberikan salam. Perlahan aku masuk dan aku sudah tidak melihat cesar, mamah, bapak, dan adekku.

Aku akan sangat merindukan mereka. Sudah pasti.

You Are My TreasureWhere stories live. Discover now