Menunggu

86 3 0
                                    

"Cinta akan berperang demi bisa menemui jalannya"

~~~~~~~~

Aku terbangun dari tidurku ingin pergi ke kamar mandi. Kulihat dari jendela kalau hari sudah gelap. Dan, Sam masih setia tiduran di sofa memainkan ponselnya.

Aku membenarkan jilbabku sebentar, menyibakkan selimut di atasku. Aku menurunkan kakiku dan seketika kujumpai Sam sudah di depanku mengulurkan tangan untuk membantuku.

"Bisa?" Katanya

Astaga aku bahkan tidak sempat melihat kapan dia melintas dari sofa sampai sekarang sudah ada di depanku begini.

"Bisa, aku mau ke kamar mandi dulu"

"Baiklah, aku bawakan infusnya ya"

"Nggak usah, Sam. Aku bisa. Kamu jangan berlebihan begitu"

Dan Sam bukan Sam lagi kalau tidak melakukan yang diinginkannya. Dia membawakankan cairan infus mengantarku sampai depan pintu kamar mandi yang bahkan hanya berjarak beberapa langkah dari ranjangku.

Selesai bebersih, aku menanyakan keberadaan Nyla. Sejak Sam di sini, aku tidak melihat batang hidung sahabatku itu.

"Nyla nggak ke sini?" Tanyaku sambil keluar dari kamar mandi.

"Astaga, selama itu di kamar mandi sambil mikirin Nyla? Dia sempat ke sini tadi, bawain snack dan ganti buat kamu. Tapi kurasa dia lelah sekali. Makanya aku suruh dia pulang saja" jawab Sam sambil langsung membantuku kembali ke ranjang.

Memang, sudah bisa kupastikan aku sudah membuat Nyla repot sekali dengan keadaanku akhir-akhir ini. Aku percaya saja kalau dia pasti kelelahan mengurusku. Jadi, hari ini Sam yang akan menungguku.

"Sam, aku tidak pernah satu ruangan berdua dengan laki-laki. Apalagi, mm.. tidur dalam satu ruangan begini" kataku pelan-pelan menatap Sam yang duduk di kursi samping ranjangku.

"Ya ampun Aisa, kamu kira aku mau ngapain kamu?"

Aku percaya, Sam tidak akan melakukan apa-apa. Selemah-lemahnya aku saat ini, aku juga masih sangat percaya diri bisa menendangnya dengan sepenuh hati kalau dia sampai macam-macam. Tidak, tidak. Sam itu jelas laki-laki baik. Kalau pun tidak baik, aku juga sudah dari dulu tidak akan berteman dengannya.

🍃

Malam semakin gelap. Tapi dari jendela aku bisa melihat beberapa bintang yang terang.

Akhir-akhir ini aku hanya tiduran tapi aku merasa badanku semakin tidak enak dan mataku pedih. Badanku rasanya ringan sekali.

Aku melihat ke arah sofa, Sam sedang tidur memegang remot TV dengan TV yang masih menyala tapi tanpa suara.

"Sam.." panggilku pelan sekali.

"Sam.." panggilku kembali. Sam kali ini mendengar panggilanku. Dia langsung bergegas mendekatiku.

"Iya, Sa. Kamu butuh apa?"

"Sam, maaf aku membangunkanmu. Aku pusing sekali. Mau minum"

Sam yang rupanya sudah sadar penuh segera mengambilkan aku air minum. Dia kaget melihat mataku yang memerah tidak seperti biasanya.

"Aisa, panas sekali badanmu, Sa. Aku panggil dokter ya. Pusing banget? Kamu kenapa baru bilang ke aku, Aisa?" Sam meletakkan tangannya ke keningku dan dengan segera memanggil dokter.

Rasanya aku sudah tidak ingin menjawab apa-apa untuk serbuan pertanyaannya. Aku menyaksikan sendiri dia sangat khawatir sampai menekan tombol panggilan darurat berkali-kali dan akhirnya, dokter sampai ke ruanganku tidak lama setelah itu.

39,7'C.

Pantas saja badanku terasa sangat ringan sampai mataku pedas sekali. Dokter menyuntikkan obat lagi melalui selang infusku di tanganku. Hingga aku bisa kembali istirahat.

🍁🍁🍁

Sam pov

Suara Aisa terdengar di telingaku sangat pelan. Aku bangun segera untuk memastikannya. Dia kehausan. Aku mengambilkan segelas air untuk dia minum dan melihat mata Aisa merah. Benar saja, dia memang sedang tidak baik. Badannya panas sekali.

Dokter sudah menyuntikkan obat penurun demam. Aku berharap dia akan segera membaik. Kurasa dia sudah bisa istirahat kembali. Matanya tertutup rapat, tidurnya sangat tenang. Tapi aku juga tidak bergeser sama sekali dari kursi di samping ranjangnya. Aku menatap Aisa yang tengah tidur pulas. Dia cantik. Bulu matanya lentik. Hidungnya macung. Ada tai lalat kecil di pipi kanannya. Manis sekali.

"Ini udah beberapa hari demammu belum juga turun. Kamu sebenernya kenapa? Sa, kalau kamu tau, kadang aku menertawakan diriku sendiri. Aku sudah tau, kamu sudah punya pacar di Indonesia, tapi aku juga tetap saja sayang sama kamu. Aku tetep cinta sama kamu. Sejak pertama aku mengenalmu, aku sudah merasakan ada sesuatu yang menarik dari dirimu, Sa. Lucu, manis, asyik kalau diajak ngobrol ke sana kemari, pinter, ramah. Entahlah, aku sebelumnya nggak pernah ketemu gadis sepertimu. Biarkan seperti ini ya. Aku selalu nyaman ada disampingmu. Aku merasa aku berguna kalau kamu memanggilku" gumamku pelan sembari menggenggam pelan jari-jari tangan Aisa.

Sering aku berharap Aisa bisa menganggapku lebih dari seorang teman atau sahabat. Tapi harapan itu sampai sekarang masih sangat jauh untuk aku gapai.

You Are My TreasureUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum