Selalu begitu

73 2 0
                                    

"Ada saat dimana orang lain memperhatikanmu, jauh dari kamu sendiri memikirkan kondisimu"

~~~~~~~~

Sudah sehari selepas aku dibolehkan keluar dari rumah sakit. Aku sengaja pulang sendiri dengan memesan taksi online kemarin siang. Aku hanya mengabarkan Nyla bahwa aku sudah di rumah. Tentu saja aku mendapat omelan dari mulut pedasnya. Aku sudah pasti tahu kalau dia melakukan semua ini demi kebaikanku. Aku sudah sering mengatakan kepadanya kalau aku bisa sendiri, tentu aku tidak akan merepotkannya.

Nyla sedang ada urusan ke Adelaide bersama keluarganya. Sam adalah satu-satunya orang yang sudah jelas dipasrahi Nyla untuk membantuku ketika Nyla pergi. Aku belum mengabari Sam kalau aku sudah kembali ke penthouseku. Hari ini aku belum mendapat omelan dari Sam. Ku rasa Sam sedang sibuk sehingga tidak ada waktu untuk mengomeliku. Ku harap begitu, karena aku merasa lebih baik memang seperti itu.

🍃

Aku selesai membersihkan diri dan berniat ingin keluar sebentar membeli keperluanku. Pintu penthouse ku seperti ada yang mengetuk.

Imajinasiku runtuh.

Sam sudah berdiri menjulang dengan mata membelalak dan tangan bersilang di depan dadanya. Aku mengernyit lantas melempar senyum kecut kepadanya.

Baru saja aku berpikiran Sam sibuk dan aku tidak akan mendengar omelannya. Setidaknya hari ini saja dan mungkin untuk selanjutnya dia sudah lupa, maka aku akan selamat dari mulut-mulut tajam teman-temanku seperti Nyla dan Sam ini.

"Apa maksudnya pulang dari rumah sakit sendirian tanpa mengabariku? Aisa, sekalipun aku sedang pergi, aku bahkan bisa meminta tolong Luke untuk menjemputmu. Lihat kondisimu, tubuh masih lemas, bibir pucat seperti itu. Apa yang sebenarnya kamu pikirkan sampai dengan tega sama sekali nggak ngabarin aku?"

Aku hanya tersenyum dan mengangkat bahu. Aku melenggang masuk ke ruang tamu diikuti ocehan Sam yang masih belum berhenti menyalahkanku seakan-akan aku ini benar-benar gadis lemah yang  tidak akan mampu sampai rumah ketika dihadang preman pasar bersenjata. Sedikit, kurasa memang aku tidak akan mampu. Tapi jangan meremehkanku.

Lihat sekarang, Sam mengekoriku sampai ke dapur masih dengan segala omelannya. Aku berusaha mencerna setiap omelan yang terlontar untukku. Tidak Nyla, tidak Sam, keduanya memang sangat mirip dan protektif kepadaku. Tidak salah, benar-benar benar ketika orang tuaku selalu mempercayakan aku kepada kedua temanku ini. Aku sudah memegang secangkir teh di tanganku dan bersiap membalikkan diri.

Pyarrrr

Teh hangat yang baru saja aku buat untuk Sam berceceran di lantai. Siapa orang yang tidak kaget ketika menjumpai sesosok tinggi besar tiba-tiba berdiri di belakangmu dengan jarak sangat dekat.

"Sam" aku melotot.

"Salahmu sendiri kenapa hanya diam saja tidak menjawabku"

"Lihat ini. Cangkirku pecah"

"Astaga apa lebih berharga cangkir daripada omelanku?"

"Tentu saja, minggir" aku berniat membersihkan pecahan cangkir di bawah kami. Untung saja tidak mengenai kaki kami.

"Sit down. Let me" Sam sudah mencekal tanganku yang akan memungut beling

"Harus berapa kali kubilang, Aisa? Duduk diam saja di sana dan biarkan aku yang memberesinya" Sam menunjuk ke arah sofa ruang tamu.

Tapi aku masih saja berusaha memungut pecahan-pecahan itu. Sampai akhirnya tubuhku terasa ringan. Sam sudah mengangkatku. Aku kaget tentu saja, dan refleks melingkarkan tanganku ke lehernya karena takut jatuh. Pandangan Sam tidak lepas menatapku lekat sampai aku baru sadar aku sudah didudukkan di sofa yang tadi dia tunjuk.

"Diam saja di sini, nona keras kepala" Sam menyambar pel dan sapu di sebelah dapur dan membereskan kekacauan yang aku buat.

"Kau berhutang banyak penjelasan kepadaku, Aisa" ucap Sam sambil mengambil duduk di depanku.

"Aa-aku..." aku masih kaget selepas Sam menggendongku dan pandangan kami sedekat itu. Jantungku serasa belum bisa berdetak normal. Tapi aku harus menjernihkan kembali pikiranku saat ini.

"Aku hanya tidak ingin merepotkan siapapun. Aku sudah sehat, Sam. Lihat, aku sudah bisa berjalan ke sana kemari tanpa perlu menggendongku seperti tadi. Kamu juga ngagetin. Kenapa harus berdiri di belakangku seperti itu?" Protesku membela diri.

"Nona keras kepala. Sudah berapa aku bilang? Aku dengan senang hati melakukan apapun untukmu. Itu semua juga untuk kebaikanmu" Sam dengan nada agak tinggi.

"Tolong, mengertilah. Aku benar-benar mengkhawatirkanmu" sambungnya. Kali ini ucapannya lebih lirih.

"Tapi aku bukan lagi bayi yang perlu kamu khawatirin setiap saat begini. Aku memang gadis manja, tapi kamu juga tidak perlu memperlakukanku layaknya tuan putri seperti ini, Sam"

"Aku tidak pernah menganggapmu bayi, Aisa. Baiklah terserah saja. Aku tetap akan dengan sepenuh hati berbuat seperti ini demi kebaikanmu"

Habis energiku rasanya menanggapi setiap apa yang diucapkan Sam. Aku lebih baik diam daripada omongan seperti ini tidak berujung.

"Mau kemana?" Sam memperhatikanku dan rupanya sadar aku sudah memakai outfit untuk keluar.

"Membeli keperluanku dan beberapa bahan untuk memasak"

"Baiklah aku antarkan"

"Aku bisa Sam"
"Berjalan sendiri atau perlu kugendong lagi seperti tadi?"

Aku bergidik ngeri membayangkan aku digendong lagi oleh Sam. Sudah dua kali dia menggendongku. Aku langsung berdiri dan menyambar tasku menyusul Sam keluar penthouse. Sam menyeringai seakan menang dari permainannya.

You Are My Treasureजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें