Jatuh sakit

101 4 0
                                    

"Kita tidak bisa melihat kejadian dan menyimpulkan apa yang kita lihat, seketika. Yang sepenggal itu hanyalah isu, bukan cerita yang sesungguhnya"

~~~~~~~~

Aku merasakan pagi ini badanku sangat kacau. Berdiri saja rasanya kakiku sangat lemas. Jadwal kuliah pagi ini terhitung lumayan berat, tapi karena aku merasa sedang kurang baik, maka aku memutuskan untuk ijin dulu dari perkuliahan.

Satu hari,

dua hari,

tiga hari,

belum ada kemajuan setelah aku sudah memeriksakan diri ke rumah sakit. Akhirnya dokter merujukku untuk melakukan tes darah.

Nyla yang beberapa hari ini sudah merawatku semakin aku repotkan dengan kabar aku harus dirawat di rumah sakit karena demam berdarah.

Tidak ada yang tau kalau aku di rawat di rumah sakit sudah 3 hari ini. Sempat, aku mengabarkan orang tuaku di Indonesia dan mereka sangat khawatir akan menyusulku ke sini. Tidak, tidak. Ini hanya demam berdarah, aku akan segera pulih setelah ini. Begini saja apa aku akan menambah repot orang tuaku sampai harus jauh-jauh menyusulku ke tempat ini?

🍃

Hari ini Nyla harus pergi mengurus sesuatu dan sebelumnya dia sudah pamit padaku. Sudah beberapa kantong cairan infus masuk ke tubuhku selama aku di sini namun badanku rasanya masih sakit semua.

Krek,

Aku menatap ke arah pintu ruang inap ku. Kudapati Sam sudah berdiri di sana dengan wajah yang kubilang seperti orang khawatir sambil menatapku.

"Astaga Aisa. Kenapa kamu nggak bilang sih kalau kamu sampai di rawat begini? Aku bisa jagain kamu. Jahat sekali. Bahkan aku harus mendengar kabarmu dari teman-teman begitu" serbunya ke arahku.

Aku heran kenapa Sam mukanya khawatir sekali dengan keadaanku. Namun ku rasa hal itu maklum. Mengingat kami bersahabat cukup dekat.

"Maaf" ucapku pelan.

"Jangan begini lagi. Kali ini aku memaafkanmu. Apa yang sakit?" Ucapnya pelan seakan benar-benar khawatir sambil menatapku.

Tidak sengaja aku menatap mata Sam juga dan seakan mencari kepalsuan di sana. Ku rasa Sam benar-benar sedang khawatir padaku.

"Terimakasih, kamu nggak harus sebegini khawatirnya padaku Sam. Aku baik-baik saja"
Aku bohong, padahal badanku rasanya tambah pegal dan linu.

"Syukurlah.. Ini apa? Kenapa belum makan? Kenapa obatnya nggak diminum?" Sam menatap ke arah nampan di atas nakas di samping ranjangku.

Tangannya meraih nampan itu dan tangannya mencoba menyuapkan makanan ke mulutku.

"Kamu harus makan dulu, Aisa. Biar aku yang suapi. Tangan kananmu kepasang infus juga. Biarkan aku yang sekarang merawatmu"

"Tapi aku bisa makan send-"

"Tidak ada. Tidak ada penolakan. Ayo makan. Buka mulutmu" ucap Sam memutus omonganku, sendok di tangannya juga sudah memerintahku untuk segera membuka mulutku.

Seperti tidak ada penolakan dariku. Dengan berat hati aku mengunyah makanan yang sebenarnya belum ingin kumakan.

"Wah, lagi makan ya? Maaf ya, saya ganggu sebentar untuk cek tekanan darah dan suhu badan"

Dokter Annet, dokter yang merawatku dan 2 suster tiba-tiba sudah berjalan ke arahku. Aku sedikit kaget karena sama sekali tidak mendengar suara pintu terbuka yang mengakibatkan aku tersedak ketika menelan makananku.

"Pelan-pelan. Minum dulu" Sam bergegas mengambilkan segelas air putih.

"Pacarnya perhatian sekali ya. Pantesan yang dijagain nurut" kekeh dokter Annet sesekali melirik ke arah Sam dan aku sambil mengecek kondisiku.

Aku menjadi bingung untuk menjawab apa. Kenyataannya Sam bukan pacarku. Ku lihat ke arah Sam, dia nampak tersenyum seakan membenarkan kenyataan kalau kami memang ada hubungan.

"Dokter gimana kondisi Aisa?"

"Suhu tubuhnya masih 38,5. Masih cukup tinggi. Banyak minum air putih ya. Istirahat dulu, jangan banyak pikiran. Trombosit masih belum bisa dikatakan normal. Tapi saya yakin, kalau pacarnya seperhatian ini, pasti akan cepat sembuh dan boleh pulang" jawab dokter Annet terkekeh lagi lagi menatap kami.

"Bukan dokter, bukan seperti itu..." ucapku belum sempat selesai namun sudah disambung dokter Annet

"Saya tahu, Aisa. Saya juga pernah muda seperti kalian. Sudah selesai, sekarang Aisa habiskan kembali makannya, lalu minum obat. Setelah itu istirahat ya. Saya tinggal dulu" ucap dokter Annet pelan sambil tersenyum dan meninggalkan ruanganku seolah mengerti 'hubungan anak muda'.

Bahkan dokter saja sampai mengira aku memiliki hubungan dengan Sam? Ah tidak. Mungkin dokter Annet hanya memberiku waktu agar segera menyelesaikan makanku.

Sam masih menungguku dan kami bercerita banyak hal hari ini.

"Kamu tidur dulu. Kalau butuh apa-apa tinggal panggil aku"

"Sam, aku nggak apa-apa di sini sendiri. Nanti Nyla akan ke sini kok. Kamu juga belum istirahat sejak tadi pulang kuliah" Ucapku pelan agar tidak menyinggung Sam.

"Enggak, Sa. Aku sangat baik-baik saja. Aku tungguin kamu pokoknya. Sekarang, tidur ya" Sam menaikkan selimutku. Dan menepuk pelan tangan kiriku. Dia melangkahkan kakinya ke arah sofa di sebelah kiri ranjangku.

Pelan-pelan aku tertidur semakin pulas. Kurasa obat itu cukup membuat tubuhku lupa dengan pegal yang aku rasakan.

You Are My TreasureWhere stories live. Discover now