🌧13. Empty🌧

352 45 27
                                    

Ezra merasakan telinganya berdenging, kepalanya juga sakit luar biasa. Rasanya mirip dengan ketika zaman SMA waktu Ezra terlempar bola basket di bagian kepala. Bedanya, rasa sakit ini lama sekali hilang. Ezra juga tidak bisa membuka matanya, rasanya seperti sinar yang masuk terlalu terang dan lensa matanya tidak bisa menerima cahaya tersebut. Erangan terus keluar dari mulutnya, belakang kepalanya juga terasa basah. Selanjutnya yang dirasakan hanyalah kekosongan, dan kegelapan.

Lalu Ezra terbangun, di sebuah padang rumput yang amat luas. Hanya saja, Ezra cuma bisa terbaring menyamping. Pemandangan di depannya adalah sekumpulan anak laki-laki yang sedang bermain bola. Satu anak di antaranya kelihatan bercahaya, Ezra pikir mungkin anak itulah yang membuat kepalanya sakit begini. Dari jauh anak itu tersenyum padanya, seakan meminta maaf. Ezra melambaikan tangan dan balas tersenyum, memaafkan.

Kepala Ezra sejak tadi dipangku oleh seseorang, bagian belakang kepalanya juga dibelai lembut, rasa sakitnya berangsur menghilang. Ezra memutuskan untuk menoleh, dan mendapati sosok yang sangat dikenalnya sedang tersenyum penuh kasih sayang.

"Ibu." Panggil Ezra lirih, Ibu tersenyum kecil lalu menghentikan elusan di kepalanya. Ezra merengut, persis seperti waktu Ezra masih berumur belasan, waktu masih sekolah dasar. Tangannya mengambil kembali tangan Ibu dan meletakannya di kepala.

"Jangan dilepas." Seru Ezra, Ibu tersenyum lebar lalu kembali mengusap-usapnya.

"Bu, kenapa di sini sih? Enak di dalem rumah, ngga panas." Kata Ezra manja, lagi-lagi Ibu cuma bisa tersenyum.

"Tadi kepala Adek sakit banget deh, Bu. Adek jatoh abis main bola lagi ya? Adek ngga mau ah main bola kalo kena lempar terus." Keluh Ezra sambil memejamkan mata menikmati usapan demi usapan di kepalanya, rasa sakit di kepalanya berangsur menghilang.

"Bu, Adek jadi ngantuk deh. Adek boleh ya tidur sebentar di sini?" Tanya Ezra sambil tetap memejamkan mata, rasanya ngantuk sekali sampai Ezra menguap.

"Boleh Dek, tapi nanti bangun ya. Kamu harus pulang."

Ezra membuka matanya perlahan, ada cahaya yang terlalu terang sampai matanya agak perih. Bedanya, sekarang Ezra bisa menyesuaikan perlahan dengan lensa matanya sendiri.

"Wah untung aja, pas ini bangunnya." Kata seorang Dokter, tangannya sudah selesai membalut kepala Ezra dengan rapi.

"Zra lo kenal gue?" Kata Hanif panik, Ezra menatapnya sambil memicingkan mata. Hanif mendekati Ezra dengan sedikit panik berlebihan.

"Ini berapa?" Tanya Hanif sambil menunjukan dua jarinya di depan hidung Ezra.

"Dua." Jawab Ezra malas, Hanif memekik kaget.

"Hah? Gara-gara kebentur mata lo jadi sembuh?"

"Mata gue cuma minus ya, bukan buta. Tolong bedain." Kata Ezra sambil masih berusaha natap sekitar.

"Sal, bos kita balik!" Kata Hanif pada Salsa yang matanya bengkak, Salsa mengangguk lemas.

"Welcome back boss. Maaf pak, saya sempet ngira Bapak bakal ngga bangun, saya udah takut sampe nelponin semua orang." Salsa lemas karena sudah panik seharian, mana waktu nelpon balik Nita, udah ngga aktif. Salsa ngga bisa berpikir jernih selain ngabarin rekan kerja yang lain dan kepala cabang yang ada di Bandung.

"Saya cuma kebentur Salsa, bukannya gegar otak." Kata Ezra sambil merogoh sakunya.

"Kebentur tapi lo sampe berdarah gitu! Makanya pake helm, bego!" Ujar Hanif ketus, Ezra cuma terkekeh kecil.

"Oh iya Pak Ahmad gimana?"

"Dia selamat, ngga luka apa-apa Pak. Cuma itu loh Ujang sama Sadeli, katanya tulangnya ada yang patah. Kata dokter ringan sih untungnya, mereka juga masih sadar tadi. Sayang banget mereka lari ke arah yang salah. Bapak bener di dorong ke samping, mereka malah lurus searah sepanjang baloknya, ya kena jadinya walaupun cuma ujung." Kata Salsa lemas, tadi sudah menangis ke sana-sini. Waktu Dokter menjelaskan Ezra termasuk cedera paling ringan, Salsa baru bisa agak lega. Ezra mengangguk, tangannya ngga berhenti meraba tiap saku di celananya dari tadi.

LEVEL UP! (Gamal & Ezra next chapter of life)  [✔]Where stories live. Discover now