🌻[Epilogue] Me After You🌻

526 50 38
                                    

Dalam setiap momen dalam hidupnya, Ezra selalu berusaha agar tetap tenang. Waktu pembagian rapot zaman sekolah? Tetap tenang, meskipun Ezra tidak tahu akan mendapat urutan ranking ke berapa. Waktu pemilihan calon ketua BEM? Tetap tenang meskipun ada kemungkinan tidak terpilih, toh tidak masalah juga. Menjelang ijab qabul? Ezra juga masih bisa mengendalikan ekspresi meskipun tegang setengah mati.

"M-mas, macet banget ya?"

Untuk kali ini Ezra juga masih berusaha untuk tetap tenang. Walaupun Nita di sampingnya sudah meremas lengannya sekeras mungkin.

"Lumayan rame aja cah ayu, sabar ya." Katanya sambil berusaha memikirkan jalan keluar.

"Mas." Nita lagi-lagi berseru lirih. "Sakit banget aku ngga tahan."

Oke, kali ini Ezra ngga bisa tahan untuk tidak bertindak seperti orang panik. Tapi tetap dengan rencana berjalan di kepalanya setelah salah satu kendaraan lewat tadi. Ezra hanya mempersiapkan diri senadanya, dengan catatan dari dokter bahwa kemungkinan bayinya akan lahir minggu depan. Tak disangka, hari ini kontraksinya terjadi lebih dari lima menit sekali.

"Pegangan ya ay, aku mau motong jalan terus ngebut." Ucap Ezra sambil bersiap-siap, Nita hanya bisa mengangguk lemas sambil menahan sakit.

Setelah berbelok dengan resiko diteriaki orang, Ezra berhasil memotong jalan dan maju tanpa hambatan. Dengan cara mengikuti ambulans yang entah sedang membawa apa dan bagaimana, yang jelas darurat. Karena sirinenya berbunyi nyaring dan semua kendaraan memberi jalan. Tidak apa-apa kan? Lagi pula istrinya hendak melahirkan segera, ini juga terhitung darurat bukan? Batin Ezra.

"Pak tolong pak, istri saya mau melahirkan!" Ujar Ezra ketika beberapa petugas medis menghampirinya. Kebetulan ambulans tadi berhenti di rumah sakit yang sama. Dengan begitu Nita langsung dibawa menggunakan ranjang yang disiapkan.

"Mas, temenin aku." Pinta Nita dengan suara tercekat, Ezra langsung menyanggupi.

"Iya cah ayu, mas pasti temenin. Tahan ya sayang." Ezra perlahan memindahkan remasan tangan sang istri pada genggamannya. Karena lengannya sudah terluka waktu Nita tak sadar mencakarnya sampai berbekas. Nita pasti sulit sekali menahan rasa sakit yang kata orang antara hidup dan mati itu.

Ezra tetap menemani sang istri hingga selesai diperiksa kondisi dan bukaannya yang kata dokter sudah mencapai lima sentimeter. Dahinya langsung berdenyut ngilu membayangkan betapa sakitnya, Ezra benar-benar kagum karena Nita masih bisa menahannya sekuat tenaga.

"Mbak, emang lama gini ya?" Tanya Ezra sedikit tak sabar pada perawat.

"Maaf pak, memang harus seperti itu begitu. Untuk proses melahirkan pertama kali, pada umumnya berlangsung lima jam. Sedangkan untuk kelahiran yang bukan pertama, mulai dari dua jam."

Tangan Ezra langsung memijat pelipis mendengarnya. Lama sekali. "Oh gitu, baik terima kasih mbak."

Nita tersenyum tipis melihat sang suami yang sudah cemas. Wajar bagi mereka seperti itu, toh ini pengalaman pertama untuk keduanya. Apalagi mereka tidak sempat ditemani siapa-siapa karena Ezra terlalu panik untuk menghubungi orang lain.

"Mas."

"Hmm?"

Nita mengusap punggung tangan suaminya perlahan, berusaha menenangkan. "Kamu telpon gih kabarin Rian, Bapak atau Ibu. Jangan lupa hubungin keluarga kamu juga. Kalau sempet, kabarin Gamal sama Kia juga ya. Biar kamu ngga repot sendirian." Jelasnya, agar Ezra tidak panik kalau sudah mengetahui apa yang harus dilakukan. Wajah Ezra di mata orang-orang terlihat cukup tenang, tapi Nita tahu bagaimana cemas suaminya sekarang.

Ezra memejamkan matanya karena kesal sama diri sendiri, bisa-bisanya ngga kepikiran untuk mengabari orang-orang terdekat. "Oh iya ya, maaf cah ayu lupa aku. Aku telpon dulu ya."

LEVEL UP! (Gamal & Ezra next chapter of life)  [✔]Where stories live. Discover now