☁️40. Through Thick & Thin☁️

338 39 17
                                    

"Selamat pagi Leooo!"

Suara Ezra terdengar dari ruang tengah sambil mengusap-usap kucing gembul itu yang sejak tadi sedang duduk diam di depan televisi. Nita yang lagi mencuci beras jadi tersenyum sendiri mendengarnya. Sudah hitungan bulan Leo di sini, dan yang Ezra lakukan setiap pagi adalah menyapa Leo di ruang tengah.

"Mas, cuci muka dulu. Terus mau aku bikinin teh apa kopi?"

Ezra malah sibuk mengejar Leo yang sekarang sedang berlarian menghindarinya, dan sekarang bersembunyi di kolong sofa. Tangan Ezra meraih mainannya yang berada di sudut dinding, lalu memasukan ujungnya ke bawah sofa. Membujuk Leo untuk meraihnya dan keluar.

"Mas!"

"Agh!" Kepala Ezra terantuk ujung meja, tangannya langsung refleks mengusap kepalanya yang terasa perih. Waktu bangkit dari posisinya, istrinya sudah ada di depannya. Berdiri dengan wajah galak sambil melipat tangan di bawah dada. "Eh iya apa, ay?" Tanya Ezra takut-takut.

"Mau teh apa kopi?" Nita bertanya dengan nada merajuk, tangannya mengepal.

"Kopi aja ya cah ayu, biar ngga ngantuk." Jawab Ezra dengan tenang dan lembut, tau kalau istrinya kelihatan marah tadi.

Nita menghembuskan napasnya perlahan. "Hmm iya." Lalu menuju dapur untuk membuatkan minuman sesuai permintaan suaminya. Sudah dipastikan Nita barusan marah, buktinya tidak mengkhawatirkan sama sekali kepala Ezra yang masih lumayan perih.

Leo keluar dari tempat persembunyiannya, lalu duduk di samping Ezra sambil mengibaskan ekornya.

"Kamu sih, Leo!" Bisik Ezra, dan Leo hanya menatapnya acuh. Jemari Ezra mampir sebentar untuk mengusap kepala Leo sebelum beranjak menuju kamar mandi.

Leo sudah hampir tiga bulan ada di sini, sejak Kia dan Gamal bilang kalau mereka mungkin tidak akan sempat lagi mengurusnya. Sepulangnya Kia dari Singapore, keadaan semakin merepotkan untuk keduanya. Banyak sekali yang harus dipersiapkan, karena bayi yang dikandung Kia bisa saja lahir sebelum sembilan bulan. Selain itu, Kia jadi semakin sensitif dan rewel.

Ezra tentu dengan senang hati mengurus kucing ini. Bahkan sangat berterima kasih, karena Leo menjadi distraksi terbaik setelah momen menyedihkan beberapa bulan ke belakang. Belakangan ini juga Ezra baru menyadari, mungkin yang merencanakan dan membuat Leo ada di sini adalah rencana dari sang istri, juga temannya Gamal.

"Enak ya, Leo? Makannya sampe bunyi gitu?" 

Waktu kaki Ezra melangkah keluar dari kamarnya, ada Nita yang berjongkok di dekat pintu menuju balkon. Di samping Leo, yang sedang mengunyah makanan basahnya. Sudut bibir Ezra naik, mengingat tadi pasti istrinya kesal sekali sudah diabaikan karena kucing itu. Tapi lihat sekarang, Nita malah sedang membelai kepala dan punggung Leo dengan sayang.

Ezra yang sudah rapi dengan pakaian kerjanya, melangkah menghampiri aroma kopi di ruang makan. Di meja sudah tersaji sarapannya, juga satu susunan container sedang. Ezra mengunyah nasi gorengnya sambil berpikir untuk apa itu.

"Cah ayu, mau ke mana?"

"Aku mau setor naskah dulu, terus mampir ke rumah Mamanya Almi, mas."

Kepala Ezra mengangguk, jadi ini alasannya. Nita mulai mengambil beberapa pekerjaan lepas lagi sekarang untuk menyibukan diri di rumah. Terakhir Ezra tahu adalah sedang mengedit naskah untuk film pendek. "Nginep ngga?"

"Kayaknya ngga deh mas. Nanti mas jemput ya."

"Iya aku nyusul pas pulang kerja ya. Gimana keadaan dia sekarang?"

"Terakhir dia ngeluh sakit banget, katanya bayinya nendang tapi terlalu keras gitu. Turn out to be kontraksi palsu lagi, padahal Kia sampe nangis yang diem gitu loh, mas. Gamal jadi panik tiap ada telpon dari mertuanya."

LEVEL UP! (Gamal & Ezra next chapter of life)  [✔]Where stories live. Discover now