☁️35. Forgive, Time Heals☁️

355 52 40
                                    

"Laporan kamu udah bagus kok ini, mungkin bisa ditambah tabel aja tiap proyeknya."

"Semuanya pak?"

"Ya proyek yang dimasukin ke laporannya yang menurut kamu bagus aja, tabelnya iya setiap proyek."

Dira mengangguk sopan waktu Gamal memintanya duduk di kursi yang tersedia, sementara atasannya itu sedang membaca-baca laporan bab satu yang sudah diserahkan. Sebelum sekedar menandatangani absen dan setuju kalo laporan itu layak diserahkan ke kampus, Gamal mau baca-baca dulu takutnya ada yang harus diperbaiki.

Sejak tadi Dira masih belum bicara apa-apa soal masalah yang harusnya ia luruskan. Gamal terlihat lelah, tapi tetap dengan senyum di wajahnya. Ini pasti gara-gara semalam, jadi masalah deh. Dira sekarang mengutuk dirinya sendiri atas kebodohan yang ia lakukan, ceroboh. Dan yang lebih disesalkan lagi, sempat-sempatnya cewek itu berpikir untuk melakukannya dengan sengaja. Jangan-jangan Tuhan mengabulkan do'anya itu, agar Dira belajar untuk tidak selalu berpikir negatif soal orang lain. Apalagi kebenciannya bisa dibilang tidak berdasar.

"Pak Irwan masih ngajar ya?"

"Oh iya pak, masih kok." Dira kembali menatap Gamal waktu bos nya itu bertanya soal dosen yang mengajar di kampusnya.

"Padahal udah tua ya, tapi masih ngajar ternyata." Gumam Gamal sambil mencoret beberapa poin yang salah di laporan milik Jeno. Sejauh ini hanya laporan milik Dira yang sudah lumayan layak.

Dira mengerutkan keningnya. "Pak Irwan masih muda pak, baru nikah minggu kemarin?"

"Hah?"

Keduanya berpikir dan sama-sama beraut wajah bingung. "Bentar kamu kampusnya sama kayak saya kan ya? Unitec?"

"Iya pak, saya di kampus satu."

Gamal terkejut lalu menggelengkan kepalanya sambil terkekeh. "Oh beda ya ternyata, kirain kita satu kampus."

"Saya juga awalnya ngira gitu pak, tapi ternyata bukan."

Obrolan-obrolan ringan tadi bikin Dira jadi sedikit tenang, gugup dan takutnya mereda. Kampus mereka memang terbagi menjadi tiga kampus. Perbedaannya adalah kampus teknik dan bukan, Dira berasal dari jurusan manajemen tapi akan mengambil skripsi mengenai manajemen proyek. Makanya bisa ngelamar ke sini.

"Tapi muka kamu familiar ya, mungkin pernah ketemu di acara apa gitu." Gumam Gamal lagi, lalu melanjutkan kegiatannya memeriksa laporan lain. Gamal ngga enak kalo harus ngediemin anak magangnya ini, jadi diajakin aja ngobrol.

"Dira, berarti abis ini kamu ambil seminar terus skripsi ya?"

Dira menelan ludah, topiknya horor banget soalnya. "Iya pak."

Gamal terkekeh sambil membubuhkan tanda tangan di laporan Yudha. "Paling takut bagian mananya di skripsi?"

Dira berpikir sejenak sebelum menjawab. "Sidang pak." Jawabnya jujur, justru menurut cewek itu proses akhir inilah yang menakutkan. Seumur hidupnya, Dira selalu saja ketakutan dan kadang gagal di proses akhir. Dalam sekolah, ujian nasional. Dalam perkuliahan, ujian akhir dan sidang.

"Kalo sidang itu menurut saya yang penting, kamu paham sama apa topik yang kamu ambil. Ngga usah dihapal, cukup paham aja. Dosen juga pasti akan tau kalo kamu beneran paham sama ngga." Jelas Gamal dengan nada tenang, Dira mengangguk sambil mencoba mencerna kalimatnya.

"Oh iya, sama pas ditanya jangan sok tau. Kalo kamu ngga tau, jawab aja jujur beneran ngga tau. Jangan ngotot kalo memang ngga punya alasan kuat, nanti malah jadi bumerang buat diri sendiri. Intinya, kalo merasa ngga salah, ngga usah takut." Lanjut Gamal lagi.

LEVEL UP! (Gamal & Ezra next chapter of life)  [✔]Where stories live. Discover now