50

398 35 0
                                    

"Cie yang lagi mewek," tawa canda Defan keluar sambil mengahampiri kaka perempuannya yang duduk diatas gajebo diiringi suara rintik hujan, dengan sebuah buku yang Defan yakini itu adalah buku diary kakaknya,

Dea memalingkan wajahnya ketika adiknya berjalan kearahnya dengan payung ditangan kirinya. Menyembunyikan wajahnya yang basah Karena tangis, tak lupa dia menyembunyikan bukunya dibelakang tubuhnya.

"Mau nikah kok mewek terus kak, gak sanggup pisah sama gue ya," canda Defan sambil terkekeh.

Dea memandang adiknya yang kini duduk dihadapannya, kata 'nikah' yang Defan ucapnya justru semakin menohok hatinya, Air mata yang tadi sempat berhenti sekarang kembali mengalir. Bahkan lebih deras.

Detik itu juga Defan tertegum, sadar candaannya memang tidak lucu, sadar bahwa kakanya tidak pernah mau menikah dengan Gani. Detik itu juga rasa kemanusiawian Defan keluar dia langsung memeluk kakaknya yang menangis.

Mengusap beberapa kali kepala kakaknya yang tersandar di dadanya, "Defan tetap disamping kak Dea kok, kali ini Defan pastiin Gani gak bakal nyakitin kaka lagi."

Dea mendongak menatang mata adiknya yang menyorot serius, "Tapi gue cintanya sama Fargan, Fan," Tangis Dea kembali pecah, "Kak Tiyo gak pernah ngertiin perasaan gue, dia egois dari dulu ngerasa semuanya benar selama dia yang memutuskan. Ini hidup gue, Fan. Gue yang seharusnya ngatur hidup gue."

Defan diam, dirinya belum bisa menjelaskan penyebab Tiyo menikahkan Dea dengan Gani.

Dea mengangkat kepalanya dari dada Defan, lalu menatap lekat mata adiknya dengan emosi.

"Fargan juga sama aja egois, dia pikir dia siapa? Bikin gue nyaman tanpa alasan dan sakit tanpa sadar."

Kini hati Dea hancur, hancur sehancur hancurnya. Pertama kali ia merasakan rasa sesakit ini, ternyata kata-kata yang ada didalam novel cinta yang pernah Dea baca adalah benar 'berani mencintai berarti harus berani tersakiti'.

"Terus keluarin, jangan dipendem. Rasanya bakal lebih sakit kalau terus lo pendem, makinya aja si bajingan Fargan itu."

"Gue gak bisa, Fan. Kenapa ya? Harus Fargan? Dia benci sama gue sampe setengah mati tapi guenya malah suka sama dia. Naif banget sih gue, hiks...,"

Defan menunduk menatap mata Dea yang sebentar lagi akan menangis.

"Fargan jahat banget, Fan! Dia jahat banget! Gue benci lo Fargan! Gue benci!" Dea memukuli dada Defan dengan berutal, "Tapi gue udah jatuh cinta sama lo!" suara yang dikeluarkan Dea bagai penyesalan, tapi Dea tetap tidak bisa menyangkalnya.

Dea terus menyatakan berulang kali kalau dia mencintai Fargan, pukulan tangan Dea sudah melemas. Dea menaruh kembali kepalanya di Dada adiknya kini tinggal suara isakan yang terdengar dan tak lama berubah jadi dengkuran, Dea tertidur.

Sesekali Defan mengehembuskan nafas lelah, segininya ya orang kalo udah jatuh cinta? Perasaan gue sama Ana gak gini benget deh, apa cuma yang cintanya bertepuk sebelah tangan yang bakal ngerasain hal kaya gini.

Suka tapi tetap dipendam

Sakit tapi tetap dipendam

cemburu tapi tetap dipendam

Terluka tapi tetap bertahan.

"Semoga gue gak pernah ngerasain sakitnya cinta bertepuk sebelah tangan," gurau Defan.

          ~•~

Tringg...

Panggilan telephone menghentikan aktivitas Tiyo yang sedang mengetik diatas keyboard laptop, Tiyo bangun dari duduknya mengambil ponselnya, kakinya melangkah kedekat jendela lalu berbincang ditelephon.

Sorot mata Tiyo memandang keluar jendela,  terlihat area taman belakang dari situ dan pandangannya tak lepas dari gazebo yang sengaja ia sediakan untuk adik perempuannya. Disitu ia melihat kedua adiknya yang sedang duduk membelakanginya.

Tiyo menaruh ponselnya, lalu berjalan keluar Kamar menuju dapur membuat minuman hangat, bagaimanapun Dea baru sembuh, dia akan kembali sakit jika kedinginan.

Tiyo mengambil payung lalu berjalan menuju Gazebo dengan segelas teh panas ditangannya. Iya tersenyum memandangi kedua adiknya yang tidak menyadari kehadirannya.

Tumben mereka akur, batin Tiyo.

"Defan tetap disamping kak Dea kok, kali ini Defan pastiin Gani gak bakal nyakitin kaka lagi."

"Tapi gue cintanya sama Fargan, Fan,"

"Kak Tiyo gak pernah ngertiin perasaan gue, dia egois dari dulu ngerasa semuanya benar selama dia yang memutuskan. Ini hidup gue, Fan. Gue yang seharusnya ngatur hidup gue."

"Fargan juga sama aja egois, dia pikir dia siapa? Bikin gue nyaman tanpa alasan dan sakit tanpa sadar."

Langkah Tiyo terhenti, hatinya sakit saat mendengar penuturan adiknya yang membencinya,

seegois itukah dirinya?

Sebesar itukah kesalahannya?

Sefatal itukah sikapnya?

Seburuk itukah dirinya sebagai seorang kakak?

Jari Tiyo meremas kuat gelas beling berisi teh panas ditangannya, rasa panas dihatinya lebih panas dari pada panasnya air teh itu.

Tiyo memang bukan manusia yang bisa luput dari salah. Dan membuat adiknya, wanita satu satunya yang kedua orang tuanya titipkan padanya harus masuk dalam pernikahan paksa hanya demi memperbaiki keuangan perusahaan.

Tapi itu jalan satu-satunya, apa salah? Lalu harus bagaimana? Haruskah dirinya membiarkan perusahaan yang ayahnya rintis dari muda harus hancur begitu saja, jujur posisinya juga sangat sulit.

Dirinya juga butuh bantuan, dia sendirian memperbaiki semuanya. Tanpa bantuan siapa pun tanpa bantuan kedua adiknya. Dirinya juga manusia yang pernah salah, pernah menyesal, pernah menangis, tapi apa ada yang pernah mau mendengar suara tangisnya? Sebagai kakak Tiyo bersikap kuat, dia tidak pernah memperlihatkan sisi lemahnya.

Kedua adiknya tidak tau seberapa sulit yang dilaluinya, Karena satu kesalahan dimasa mudanya dirinya harus menerima beribu ribu cemohan keluarganya.

"Gue dingin dan tegas bukan Karena egois, tapi Karena gue takut semua kesalahan diri gue akan terulang ke kalian, cukup gue yang tau, cukup gue yang terima cemohan keluarga kita, cukup gue yang sakit, gue gak mau kalian ngerasain hal yang sama, tapi cara gue tetap aja salah, gue harus gimana?" batin Tiyo

Say You Love Me Où les histoires vivent. Découvrez maintenant