46

2.2K 144 78
                                    

Buuggghh......

Tiyo terus meninju wajah Gani, Gani terus meringis kesakitan andai tidak ada tembok dibelakangnya mungkin tubuhnya sudah terjatuh.

Tiyo baru tiba 1 jam yang lalu tiba diAmerika dan apa yang ia dapat? Ia mendapati sebuah telpon Masuk dari Fargan yang mengatakan bahwa adiknya Masuk UGD. Tiyo sudah kalut saat itu juga.

Buugghhhh....

Tiyo kembali memukul, tapi kali ini bukan Gani yang terkena pukulan itu melainkan Fargan yang kini berdiri didepan Gani. Kepala Gani terangkat menatap tubuh Fargan yang berdiri tepat didepannya Gani menerawang, ini Persis seperti deja vu. Hal ini pernah terjadi saat smp dimana seorang Gani yang terkenal lemah selalu diselamatkan oleh Fargan yang terkenal jago bela diri, sejak itu mereka bersahabat. Tapi sekarang semuanya berantakan dalam seketika.

"Minggir! Gue lagi lepas kendali," tegas Tiyo.

"Disini gue juga bersalah, jadi gak pantes kalau gue gak dapet pukulan." Fargan tersenyum dengan susah payah, tangannya mengepal menahan rasa sakit akibat tonjokan Tiyo, entah Karena memang tubuhnya yang tak sekuat dulu atau Karena sekarang keadaannya sedang tertekan rasanya dipukul begitu saja sakitnya berkali-kali lipat.

Tiyo menunjuk kearah Gani yang masih berdiri dibelakang Fargan,
"Gue titipin adik gue ke elo buat beberapa hari aja lo gak bisa!! Apa lagi gue titipin adik gue ke elo seumur hidup?!!"

Tiyo yang murka sampai tidak ingat kalau ini adalah rumah sakit ia hampir saja diusir oleh petugas keamanan rumah sakit.

"Yo! Gue cuma peringatin ke elo kalo ini rumah sakit, Lo gak bisa seenaknya mohon patuhi peraturan rumah sakit," ucap Dicky sang dokter yang menangani Dea dan teman SD Tiyo.

"Dan gue mau ngasih tau sesuatu sama lo, kalo..... Adik lo mengalami kebutaan Karena terkena percikan kaca lampu." lanjut Dicky.

Mata Tiyo membulat ia menyender-kan tubuhnya ke tembok rasanya badannya begitu lemas untuk berdiri, Tanpa sadar tubuh Tiyo merosot kebawah Tiyo menundukan kepalanya tak lama kemudian isakannya mulai muncul.

Sedangkan Fargan, dia memilih pergi meninggalkan tempat itu. Dia butuh tempat untuk melampiaskan amarahnya.

Dirooftop rumah sakit, berulang Kali Fargan memukuli dinding rooftop untuk melampiaskan amarahnya.

"Bodoh Lo Fargan, bodoh!!" Teriak emosi Fargan.

"Gak seharusnya hal semacam ini terjadi pada Dea, dia gak Pantes terluka lagi."

"Maafin gue Dea...., dulu gue janji bakal ada disisi lo kapanpun. Tapi nyatanya gue terlalu pecundang buat ngebuktiin Itu."

"Gue makin ngerasa gak Pantes buat lo, Lo selalu terluka saat didekat gue tapi dengan bodohnya gue gak pernah menyadari Itu."

Fargan berjalan ke pinggir rooftop, air matanya sudah mulai turun. Dirinya takut cewe yang dia sayangi harus pergi lagi.

"Fargan,"

Fargan segera menghapus air matanya dengan kasar, tubuhnya berbalik dan mendapati Gani berdiri terdiam kearahnya.

Gani mulai melangkah mengampiri Fargan, sampai tepat didepan tubuh Fargan. "Makasih buat yang tadi,"

Fargan tertawa kecil, "Lo ngeharap apa sih dari gue? Gue ngelakuin hal tadi Karena gue juga bersalah, tapi lo!" Fargan mendorong dada Gani dengan telunjuknya, "Lebih bersalah!" ucapnya tajam.

"Gue juga gak mau hal kaya gini terjadi, gue merasa terkekang. Keluarga gue maksa sedangkan hati gue berkata lain, ibu gue dalam keadaan kurang baik. Kalau gue nolak mungkin dia bakal marah besar dan darahnya naik, gue gak mau kehilangan orang tua gue. Tolong lo ngertiin gue juga, jangan pandang gue sebelah mata, Gue juga merasa terpojok." jelas Gani.

"Itu urusan lo," balas Fargan lalu berbalik.

"Please jangan egois,"

"Apa lo bilang? Egois?" Fargan berbalik dan menatap nyalang Gani, "Lo yang egois!"

Buuughh...

Satu pukulan mendarat tepat dipinggir bibir Gani, darah segar keluar dari situ. Satu pukulan dari Fargan saja sudah membuat bibirnya robek.

Buughhh... 

Fargan kembali memukul perut Gani, dan untuk pukulan kedua itu Gani terjatuh dilantai rooftop, "Jujur gue kaget sih bakal dapet pukulan dari lo, Karena biasanya lo yang ngelindungin gue bukan yang nyakitin gue. Gue emang pecundang, Lo kan tau dari gue kecil gue paling gak bisa bertidak benar. Selalu ada lo dan Feri yang bantuin gue,"

"Bisa gak sih gak usah ungkit masa lalu, gue cape ngeladenin lo." Fargan akhirnya pergi dari situ tapi sebelum itu Gani berkata, "Fargan gue harap kita bisa kaya dulu lagi," Fargan cuma tersenyum sinis menanggapinya.

~•~

Senandung kecil sesekali mengalun indah dari bibir Defan, dia memasuki kawasan apartement sesekali Defan tersenyum sumringah sambil membayangkan wajah kaka perempuannya saat melihat hadiah yang akan dirinya berikan.

Jauh-jauh Defan datang dari Indonesia keAmerika hanya untuk memberikan suprise bahkan Tiyo dan Dea tidak tau menau tentang hal ini. Tengah malam ini tepat di jam 00.00 WIB kaka perempuannya akan berusia 18 tahun, rencana ini sudah Defan buat matang-matang bahkan Defan mengundang teman-teman kakanya ya walau nanti hanya sebatas video call karena mereka punya kesibukan masing-masing.

Defan memegang knop pintu apartement kaka perempuannya, memang sekaramg kaka perempuannya tidak tinggal disini tapi besok kakaknya itu akan pindah ke sini. Baru saja Defan mau memutar knop pintu panggilan telephon masuk begitu saja.

Defan mengeryit, Tiyo menelpon.

"Halo kak, kenapa?"

"Dea kecelakaan—"

Prangg.....

Defan reflek menjatuhkan kotak berisikan kue ulang tahun untuk kakak perempuannya, kue yang bertuliskan semoga bahagia diatasnya itu kini hancur.

Defan berlari dari sana, menuju rumah sakit yang sudah diberi tahu kakaknya.

Sesampainya rumah sakit, Defan langsung mencari ruang operasi Dea. Defan menemukannya, dia melihat kakaknya. Tiyo, sedang terduduk dengan wajah lemah.

"Kak!!"

Tiyo bangkit dari duduknya, menatap adiknya yang tiba-tiba muncul. "Kamu kok ada disini?"

"Nanti Defan ceritain, keadaan kak Dea gimana?" Defan berbicara sambil menarik nafas dalam-dalam, dia masih ngos-ngosan karena berlari-lari.

"Dea mengalami kebutaan,"

Ini kah hadiah ulang tahun kak Dea? Sebuah kabar macam apa yang Defan dengar ini? Seharusnya kaka perempuannya itu sedang bahagia karena ulang tahunnya tapi malah seperti ini.

Air mata Defan turun perlahan, walaupun sesekali Defan mendongakkan kepalannya keatas agar air mata itu tidak turun. Dirinya syok berat, dia kira malam ini akan indah tapi malah sebaliknya.

Tapi Defan menutupi kesedihannya, dia harus kuat Tiyo saja sudah down, kalau dia juga ikut down. Maka siapa yang akan menghibur kakak laki-lakinya?

"Percaya, kak Dea pasti kuat." Defan meyakinkan Tiyo. Tiyo mengangguk walau sesikit tidak yakin.

Say You Love Me Where stories live. Discover now