10. my family

6.8K 296 35
                                    

"Mogok pak?"

"Iya mbak, gak bisa dilanjut. Saya turunin mbak disini saja ya?"

"Oh iya, gapapa." Dea menuruni taksi itu, terpaan air hujan seketika berjatuhan menerpa tubuh Dea. Matanya melirik arloji berwarna biru dongker ditangannya, sudah jam 18.45. hatinya gusar, kakinya bergerak menerobos hujan menuju rumahnya yang masih cukup jauh.

Mati gue, batinnya.

Dea berbelok, memilih jalan tercepat yaitu dengan menuruni tangga, matanya kembali terpokus ke arah arloji ditangannya.

Sreett

Kakinya yang salah menginjak anak tangga membuat tubuh Dea limbung dan terjatuh menggelinding ke bawah. Mulutnya beberapa kali mengeluarkam rintihan kecil. Tubuh itu tengkurap diatas aspal. Matanya berkedip beberapa kali mencoba untuk tetap sadar. Perlahan Dea bangkin dengan susah payah.

"Ck, sobek segala." matanya melirik betisnya yang terasa perih, dan benar saja betisnya itu sedikit sobek. Reflek tangan Dea menutup mulutnya yang hampir berteriak ketika merasakan air hujan mengalir di area luka sobeknya.

Kakinya kembali melangkah walau diseret paksa, sakit banget ya tuhan, ringis Dea dalam hati. Dengan tubuh basah kuyup Dea sampai didepan rumahnya, tepatnya digerbang besi berwarna hitam yang menjulang tinggi. Dea melirik kepenjuru arah rumahnya dari luar gerbang, terlihat disana security dan ARTnya sedang menatapnya sendu dari kejauhan. Dea tersenyum sambil menahan kakinya yang benar-benar sakit dan kini mati rasa.

Tak lama pintu rumah terbuka, kakaknya keluar dari sana. Dea bisa melihat raut marah diwajah kakaknya, dibelakang kakaknya muncul adiknya yang menatapnya datar.

"Kak Dea minta ma-"

"Jangan bilang kalau kamu masih ngelakuin hal yang sama, janji bukan sekedar ucapan, maaf juga bukan sekedar ucapan. Gak bisa seenak jidat kamu janji lalu kamu langgar-"

"-Kamu telat satu jam, satu jam juga kamu berdiri disitu. Jangan coba-coba bukain gerbang, saya gak suka orang yang tidak patuh."

Mang Ujang dan bi Ina mengangguk mengerti.

Tiyo dan Defan kembali masuk, mang Ujang dan bi Ina juga kembali sibuk ke tempat masing-masing.

Berulang kali Dea mengusap wajahnya yang basah terkena air hujan, berulang kali juga butiran tak kasat mata keluar dari matanya. Walau menyatu dengan air hujan. Hujan semakin lebat, tubuh Dea yang terkenal lemah itu seketika menggigil.

Masih ada 20 menit lagi, batinnya. Dea berdiri dengan kaki yang sudah kesemutan luar biasa, sobekan dikakinya juga rasanya sakit bahkan kini berkali kali lipat. Mata Dea berkunang-kunang tapi tetap Dea tahan untuk tetap sadar.

Tak terasa sudah satu jam Dea berdiri dibawah hujan, mang Ujang mulai membuka gerbang begitu pula Bi Ina yang berlari sambil membawa payung ke arahnya.

"Astagfirullah, sampe gemeteran loh non,"

Dea hanya tersenyum, belum sampai disitu bi Ina kembali histeris saat melihat luka sobekan di betis Dea.

"Allahhuakbar, non kaki mu sobek. Mang bantuin bopong mang cepetan!"

Mang Ujang langsung merangkul tubuh Dea, berulang kali bi Ina melontarkan Takbir, "Sakit banget ya non?"

Say You Love Me Where stories live. Discover now