14. sombong

6.1K 222 21
                                    

Seperti perintah bu Nina, Riska dan yang lain datang pagi-pagi berniat untuk mebersihkan lapangan sekolah. Mereka datang sangat pagi tapi saat sampai disekolah pemandangan yang mereka dapat adalah lapangan sudah sangat bersih. Siapa yang bersihin? Gak mungkinkan guru minta tukang bersih-bersih untuk membersihkan lapangan, karena jelas-jelas itu jadi hukuman mereka.

"Alhamdulillah, gak usah cape-cape deh," ucap Acep diangguki yang lain.

"Kita perlu tanya bu Nina gak? Siapa yang bersihin lapangan?" tanya Daren, "Gak usah, nanti malah dikasih hukuman baru." jawab Siska.

"Yaudah yuk masuk kelas!" ajak Dimas. Mereka memasuki kelas, tapi begitu sampai mereka menemukan sosok Feri disana. Feri yang mengertahui kedatangan teman-teman Dea, menyapa walau tidak direspon.

"Nitip ya, kasihin ke Dea kalau udah datang. Bilangin kemarin arlojinya ketinggalan dilapangan pas bersih-bersih. Kayanya sih jatuh, tapi gak tau mungkin dia lupa." ucap Feri menaruh arloji Dea diatas meja lalu meninggalkan kelas itu.

"Dea bersih-bersih lapangan?" tanya Dimas pada kakaknya-Feri yang sudah mau sampai dipintu, Feri berhenti. "Iya, dia bersihin lapangan sendirian kemarin malem." ucapnya tanpa menoleh, lalu kembali melanjutkan jalannya. Feri memang sengaja melakukan ini, agar mereka tau Dea bukan penghianat.

"Jadi Dea yang bantu kita?" tanya Acep bingung. Yang lain diam mencoba mencerna perkataan Feri.

"Ck! Tauah bodo amat! Emang seharusnya dia yang tanggung. Kita dihukum gara-gara dia." balas Daren sambil menaruh tasnya dikursi lalu duduk.

"Kita jahat gak sih sama Dea?" tanya Riska.

"Jahat manannya sih Ris?! Orang si Dea yang mulai." jawab Siska sebal dengan pertanyaan Riska. Riska diam, sejak awal memang dirinya tidak percaya akan kenyataan ini. Rasanya ada yang janggal. Tapi Riska bingung, otaknya terlalu tumpul untuk menemukan jawaban.

~•o•~

Jam istirahat berbunyi, tapi Dea tak kunjung bangun dari duduknya. Hari ini memang pelajaran kosong sejak awal, dan Dea sejak datang ke kelas hanya duduk sambil menaruh kepalnya dilipatan tangannya diatas meja. Dea menghela nafas saat merasakan perutnya berbunyi. Sejak kemarin malam Dea memang belum makan. Tadi pagi juga Dea buru-buru keluar dari rumah saat subuh sebelum kakak dan adiknya keluar kamar. Jadilah Dea tidak sarapan dan tidak membawa bekal.

Awalnya Dea ingin ke kantin, tapi belakangan ini yang mencemohnya secara terang-terangan semakin bertambah banyak. Dea cape mendengarnya.

"Dea!"

Panggil Feri dengan menongholkan kepalanya keluar dari jendela yang terbuka. Dea mengangkat kepalanya mencari sosok Feri.

"Ikut gue yuk! Mimih bawain lo makanan nih," ajaknya semangat sambil mengangkat-ngangkat tempat makan dengan gerakan heboh.

Dea menggeleng lemas, ia terlalu cape menghadapi orang lain untuk saat ini. Dea kembali ke posisi awal.

"Mau sampai kapan tidur terus? Gak pegel tuh pundak? Bangun cepet ikut gue," ucap Feri yang tiba-tiba ada disampingnya. Tangan Dea ditarik begitu saja oleh Feri.

Dea terus mengikuti langkah Feri, sampailah mereka digudang sekolah. Dea menatap pergerakan Feri yang menarik dua kursi dan satu meja yang ditaruh ditengah tengah dua kursi itu. Feri terduduk disalah satu kursi.

"Duduk Dea, lo mau makan sambil berdiri? Gak boleh. Mimih bilang nanti kita dikutuk jadi binatang. Emang lo mau jadi binatang? Kodok? Ayam? Tikus? Buaya? Kalau gue sih mending buaya. Kenapa? Karena biar bisa buayain hidup kamu. Eaaa,"

Say You Love Me Where stories live. Discover now