4

51.8K 6.2K 283
                                    

Lino berpura-pura sedang kebingungan karena kini dia merupakan korban amnesia. Ia bangkit dari kursi lalu merangkul pundak lelaki itu yang membuat penghuni kantin terkejut dibuatnya.

"Nama lo siapa, ya? Lo temannya Ziel bukan," tanya Lino dengan tersenyum lebar.

"Arsenio Xabier Alexander."

"Oh, lalu dipanggil siapa? Arsen? Nio? Alex? Xa ..."

"Berisik."

Lino berdecak kesal dengan menatap sinis lelaki yang disampingnya pantas saja jiwa Elio tidak menyukainya. Ia mendorong tubuh lelaki itu yang membuatnya sedikit terhuyung ke samping.

"Ziel, temen Lo ngeselin sama halnya dengan Lo," cibir Lino dengan menatap tajam.

"ANJING!" panggil Adya dengan membawa dua buang mangkuk.

"Guk! Guk!" sahut Lino dengan tertawa terbahak-bahak.

Lino berjalan lalu mengambil alih salah satu mangkuk. Ia berjalan menuju meja Ziel karena yang dikenalnya hanya lelaki itu. Ia duduk disamping protagonis pria dengan sangat yang mendapatkan tatapan tajam dari Adya.

"Anjir! Lo mau ngapain duduk di sana?!" seru Adya dengan melotot tajam.

"Lah, emangnya ini kenapa? Ini tempat umum jadi gue bebas mau duduk dimana aja. Gue mau duduk dijalan kek! Didepan pintu kantin kek! Di ..."

"Berisik!"

"Anjing! Lo ngapain beri gue udang! Gue nggak suka udang babi! Kalau gue muntah gimana? Kalau gue alergi gimana?" cerocos Lino yang membuat orang-orang disekitarnya bosan mendengar perkataannya.

"Ziel adik lo bacot bener!" ketus Ravy dengan memutar matanya.

Lino berdecak kesal siapa yang salah malah ia yang terkena marah. Ia kemudian menatap kearah mangkuknya ternyata sebuah bakso.

"Lah, ternyata bakso. Gue nggak suka ginian lagi," gerutu Lino dengan menggaruk tengkuknya.

"Makan nanti sakit," tandas Ziel dengan menyodorkan sebuah sendok yang berisi nasi masak ayam kecap.

"Ini ... pakai sendok baru bukan? Soalnya gue nggak sudah makan satu sendok," ucap Lino dengan berhati-hati agar tidak membuat Ziel tersinggung.

"Sendok baru," sahut Ziel dengan muka datar.

Lino mengangguk lalu menyambut suapan dari kakaknya lagipula ini hal yang wajar bukan. Ia menatap sekeliling sedikit penasaran siapa yang menjadi protagonis wanita.

"Ada apa, No? Apa ada sesuatu yang buat Lo mengganjal?" tanya Adya yang sedikit was-was dengan sikap sahabatnya.

"Nggak ada. Oh, iya! Ziel siapa nama panggilan para sahabat Lo dari tadi gue tanya pada diam semua, sih!" seru Lino dengan tersenyum mengejek.

"Yang disamping Arsen lalu disamping Arsen itu Ravy pakai huruf y," jelas Ziel.

Lino mengangguk pelan lalu melanjutkan acara makannya. Ia hanya duduk dengan tenang membuat seluruh atensi menatap ke meja mereka.

"Bang ... itu kenapa semua murid lihatin ke arah meja kita," ucap Lino dengan berkata pelan.

"Jelas aja mereka lihat kesini Lo itu musuh bebuyutan kami lalu sok-sokan nggak kenal kita lagi. Dasar anak caper!" ketus Ravy dengan menatap sinis.

Lino menggeram karena marah ia sudah berbuat sabar. Namun, malah Ravy yang mencari gara-gara dengannya terlebih dahulu bahkan Arsen tidak protes dengan keberadaannya.

Brak!

"Gue nggak pernah berniat untuk sok-sokan nggak kenal. Gue dari tadi nggak ada cari gara-gara sama kalian. Lalu kalian itu siapa sok berkuasa sekali?!" tekan Lino dengan muka dingin.

"Lo itu ketua geng Red Devil kalau Lo lupa! Lalu sampai kapanpun Lo itu adalah pembuat onar!" tuding Ravy dengan mendorong bahu Lino.

"Heh, Lo itu siapa?! Hanya babu dari ketua Lo aja belagu! Tuh, lihat! Ketua Lo aja nggak protes!" berang Adya dengan mendorong tubuh Ravy hingga terhuyung kebelakang.

"Siapa juga yang ketua geng Red Devil? Bang Ziel bisa jelasin nggak apa maksud teman Lo. Gue nggak paham babi! Gue itu amnesia! Jangan sampai gue mikir lalu mati dan menggentayangi Lo semua!" seru Lino dengan mengepalkan tangannya menahan amarah.

Bisik-bisik mulai terdengar bahkan Ravy sangat terkejut mendengar kabar ini. Arsen juga ikut terkejut namun ia bisa menyembunyikan ekspresi wajahnya.

"Ehm, bukan ... Lo itu wakil ketua geng Black Wolf! Ya, itu!" kilah Ravy dengan badan gemetaran.

"Lo kira gue bisa dibohongi walaupun gue amnesia bukan berarti gue jadi bodoh. Gue tahu mana teman juga mana musuh," terang Lino dengan menyeringai.

"Ziel! Jelasin!" lanjut Lino dengan muka dingin.

"Lo ketua geng Red Devil yang bermarkas dimuka sekolah kita. Anggota lo banyak dari berbagai macam sekolah juga alumni lainnya. Lo itu bisa dibilang rival bagi geng Black Wolf dan ketua black wolf itu Arsen lalu gue tangan kanannya," jelas Ziel.

Lino mengangguk pelan dengan meninggalkan beberapa uang dibawah mangkuk. Ia ingin pergi namun ditarik seseorang yang membuat dirinya tidak seimbang.

"Sudah puas lihatin, ya?" ledek Arsen dengan mengangkat alisnya.

Plak!

"Anjing Lo!" umpat Lino dengan mengacungkan jari tengah sebelum meninggal kantin.

Setelah kepergian Lino sang lelaki yang terkena pukulan hanya bisa mengelus kepalanya. Ia menatap Ziel dengan mendengus kesal.

"Adik Lo ngeselin," celetuk Arsen dengan muka datar.

***

Lino sekarang menatap bintang yang bersinar dimalam hari. Pikirannya terus saja melayang tragedi di kantin. Ia tidak menyangka malah terduduk dipangkuan yang sama jenis dengannya.

"Gue bisa gila! Baru dua hari gue masuk dunia novel kenapa banyak beban, asu! Mana gue duduk dipangkuan Arsen dihadapan banyak orang! Tuh juga langsung tarik orang!" sungut Lino dengan mengacak rambutnya.

"MALU GUE BABI! MALU!" lanjut Lino dengan berteriak.

Lino menghela nafas panjang lalu berjalan menuju meja belajar, jika mereka telah meremehkannya akan dia buktikan kalau dirinya bukan orang yang mereka kira. Saat ingin mengambil buku tulis ia melihat buku berwarna abu-abu terselip didalamnya.

Ia segera membuka ternyata buku itu adalah catatan harian dari jiwa Elio. Ia membaca dengan seksama yang kadangkala membuatnya geram sendiri.

"Anjir! Kasian ternyata dia sering ditinggal kedua orangtuanya kerja. Ini sih sama aja kayak gue! Bedanya orang tuanya masih bisa menyisihkan waktu."

"Ini juga si Ziel boleh sih punya teman masa adiknya nggak dibolehin gabung sama mereka."

"Ini juga para murid-murid asal ceplos aja kalau kehidupan Elio sudah sempurna!"

Semua makian sudah dikeluarkan oleh lelaki itu ternyata kehidupan Elio tidak sesempurna yang dilihat semua orang. Elio merupakan sosok rapuh yang haus kasih sayang sama seperti dirinya. Ia dan Elio memiliki banyak kesamaan dari sibuknya orang tua dan anggapan orang lain tentangnya. Mereka adalah orang yang tipe akan berbuat apapun untuk mendapatkan kasih saya walaupun sebenarnya agar tidak berguna. Namun, semua ini agar membuat mereka lebih tenang.

Lino berjanji agar semua orang akan merubah cara pandang mereka kepada Elio karena lelaki baik seperti Elio harus mendapatkan hal yang baik. Elio anak yang haus kasih sayang dari orang tuanya. Elio orang yang selalu menolong orang tanpa imbalan. Elio yang hanya dipandang sebelah mata sebenarnya adalah orang baik yang butuh arahan seperti dirinya.

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Lanjut!

Ardian S2 (END)Where stories live. Discover now