10

9.3K 1.1K 315
                                    

Lino justru duduk di kursi mendengarkan guru sejarah menjelaskan materi perang dunia. Ia hanya bisa menggunakan selotip di kelopak matanya agar tidak tertutup.

"Perang dunia 1 memiliki penyebab pada tanggal 28 Juni 1914 Archduke Franz Ferdinand dari Austria dibunuh oleh Gavrilo Princip."

"Bu saya mau bertanya di antara perang dunia 1 dan 2. Apa ada perang yang lebih menakutkan?" celetuk Lino dengan tersenyum lebar.

"Iya, ada yaitu perang dingin. Kalau bahasa gaul anak sekarang bikin orang lain ketar-ketir."

Lino yang mendengar sontak tertawa dengan memberikan jempol. "Mantap, Bu!"

"Tapi jawaban ibu salah," lanjut Lino dengan bersedekap dada.

"Trus jawaban yang betul apa?"

"Perang rumah tangga, Bu! Soalnya saya pernah lihat Mami marah ke Papi sampai kucing pun lari terbirit-birit," ucap Lino dengan mengedipkan matanya.

"Anjir, bisa banget lo jawabnya! Yang bener itu perang alat masak sama manusia!" timpal Adya dengan bersedekap dada.

"Kalian berdua bikin ibu pening! Mending pergi aja ke lautan sana."

"Ya, udah!" sahut Lino dengan berdiri meninggalkan ruangan.

"Dalam diam aku menatap indahnya sang surya sampai lupa jika kegelapan mulai menghampirinya," ucap Adya dengan menatap ke arah langit luar.

"Kamu ingin keluar kayak temen bandel itu?"

"Enggak kok, Bu. Maksudnya nggak bakal nolak," sahut Adya dengan lari terbirit-birit.

***

Lino dan Adya hanya bisa tertawa dengan duduk di rooftof sekolah. Ia mulai membuka novel yang di rekomendasi oleh sang adik.

Setelah terlempar di tubuh seorang tokoh novel justru membuatnya lebih suka membaca tumpukan buku. Ia menatap Adya yang sibuk menatap layar ponselnya dengan tersenyum lebar.

Ia memajukan wajahnya hingga tersenyum mengejek menatap Adya. "Cie, suka stalker doi tapi nggak bisa ngomong kalau suka sama dia."

Adya segera menutup layar ponselnya dengan mengelus dadanya. "Sungguh lo itu lama-lama mau gue lempar ke rawa!"

"Dih, jangan di rawa mending lempar ke hati lo aja. Kita harus melihat masa depan ... Arsen ..."

Lino menatap lelaki dengan lambang organisasi di baju seragamnya. Ia mulai menatap pakaian seragam lelaki itu yang tampak beda.

"Ini masih jam belajar kenapa kalian bisa di sini?" tanya Arsen dengan muka datar.

"Loh, seharusnya aku yang nanya kamu. Kenapa bisa di sini?" sahut Lino dengan mengerutkan keningnya.

Adya yang melihat sontak meringis kecil. Ia mulai membekap mulut Lino dengan menundukkan tubuhnya sekilas.

"Anjir, diam! Itu ayang lo mode ketua MPK!" bisik Lino dengan meringis kecil.

"MPK? Sen kamu itu MPK?" cecar Lino dengan tertawa terbahak-bahak. "Aku nggak kamu itu ketua apalagi ... anak model gini."

Arsen hanya memutar matanya. Namun, yang namanya orang bucin tidak peduli langsung peluk tubuh kesayangan.

"Aku di paksa bokap ikut itu," ucap Arsen dengan memeluk erat pinggang Lino.

"Alasannya?" tanya Lino dengan mengerutkan keningnya. Hal yang ia tahu orang tua Arsen tidak terlalu menekan sang anak.

"Agar bisa pimpin kamu dengan tegas dan menjaga kamu dari para peganggu," jawab Arsen dengan tersenyum tipis.

"Lah, emangnya ada hubungannya?" celetuk Lino dengan mengerutkan keningnya.

Ardian S2 (END)Where stories live. Discover now