33

29.5K 3.8K 580
                                    

Saat di rumah sakit Lino dan Ziel berlarian. Seusai sampai di resepsionis ia langsung bertanya tanpa basa-basi.

"Sus, ruangan Arsenio Xabier Alexander ada dimana?" tanya Lino dengan nafas tersengal-sengal.

"Ruangan VIP anggrek no 20."

Setelah itu ia segera berlari sampai lupa mengucapkan kata terima kasih. Ziel yang melihat itu hanya bisa meringis malu lalu berterimakasih kepada suster yang memberitahu ruangan Arsen.

Saat menuju ruangan Arsen ia melihat teman-temannya bahkan Gina dan Mita juga berada di sana. Ia menghampiri mereka dengan wajah memucat karena khawatir.

Dari luar ia melihat Arsen yang masih tertidur di kasur. Matanya sudah berkaca-kaca rasa penyesalan juga sakit hati semakin ingin membuatnya menangis.

"Apa Lo nyesel? Gimana rasanya saat orang yang tulus cinta sama Lo meninggalkan Lo?" cecar Mita dengan menyeringai.

"Apa merasa bersalah atau sakit hati melihat Arsen terbaring di kasur?" lanjut Mita dengan mencengkeram keras pundak Lino.

Lino tertegun rasa bersalahnya terus saja membayangi dirinya. Ia menyesal karena telah berbohong akan perasaannya. Ia hanya takut akan keegoisannya menyebabkan Arsen celaka dikedepannya. Ia juga takut jikalau alur ini berubah lagi dan lagi.

"Apa yang Lo bilang sama Arsen?! Orang yang ditelepon Arsen terakhir kali adalah Lo!" murka Ravy dengan mencengkeram baju Lino.

"Gue ..."

"Lino ... ini semua gara-gara kamu penyebab kak Arsen hiks ... celaka," ucap Gina dengan air mata yang mengalir deras.

"Gue ... gue ... kalian nggak pernah ngerasain apa yang gue alami. Apa kalian tahu rasanya diperkosa eh bukan dilecehkan eh bukan juga. Ibaratnya diperkosa lah sama orang yang kalian kagumi juga cintai," ungkap Lino dengan menggaruk tengkuknya.

Semua orang terkesiap mendengar penuturan dari Lino kecuali Mita yang sudah mengetahuinya. Mita yang mendengar ini seketika menjadi bersalah sepertinya dia harus meluruskan masalah ini.

"Ehm ... itu Lino ... sebenarnya itu bukan salah Arsen. Sebenarnya gue sering buat Arsen cemburu, juga gue buat obat di minuman Arsen seusai dia lomba dalam jumlah sedikit. Tapi gue nggak tahu kalau reaksinya akan jadi seperti ini," beber Mita dengan menundukkan wajahnya.

Lino yang mendengar itu seketika tertegun lalu masuk kedalam ruangan Arsen. Air matanya mengalir deras walaupun begitu ia tidak menangis seperti cewek yang sambil meraung-raung.

"Bangsat! Ternyata Lo licik juga! Apa tujuan Lo sebenarnya?!" berang Ravy dengan mencengkeram baju gadis itu tidak peduli jika dia cewek.

"Ravy cukup dia itu masih cewek," ucap Adya dengan menarik tubuh Ravy hingga berada dalam rangkulannya.

"Mita obat apa yang Lo gunakan sama Arsen?" tanya Ziel dengan tenang agar tidak terjadi kesalahan.

"Ehm ... itu ... obat Potenzol," jawab Mita dengan ragu-ragu.

"Goblok! Tuh obat 10 tetes udah buat beberapa puluh menit terangsang! Lo buat ke Arsen berapa tetes, hah?!" sembur Ravy dengan melotot tajam.

"Itu ... gue buat buat 7 tetes," jawab Mita dengan menggaruk tengkuknya.

"Gila!" umpat Adya yang mendengar kelakuan gila gadis itu.

"Jadi Arsen belok," gumam Gina yang masih bisa didengar oleh mereka.

"Iya! Memang kenapa?! Dasar lonte! Gue adalah pendukung hubungan mereka. Jangan harap Lo bisa memisahkan mereka!" seru Mita dengan nada menggebu-gebu.

"Tapi mereka belum pacaran," ucap Gina dengan menundukkan wajahnya.

Mita mendengus seperti untuk melawan gadis pengganggu ini harus punya banyak tenaga. Ia menarik nafas dalam-dalam lalu tersenyum dibuat-buat.

"Lo nggak lihat tadi tatapan cinta dari Lino. Mereka itu saling mencintai tapi awalnya sama-sama Denial. Ada untungnya juga bukan gue kasih obat setidaknya Arsen mengungkapkan perasaannya. Jadi jangan coba-coba jadi pelakor jika nggak mau dibantai sama Lino," ucap Mita dengan menyeringai.

"Bukannya kamu itu cinta sama Lino?" tanya Gina dengan mengerutkan keningnya.

"Gue cinta sama Lino? Dih! Nggak kali! Gue udah punya pacar, sayangnya LDR!" seru Mita dengan wajah cemberut.

"Masuk," ucap Ziel sebelum masuk keruang inap Arsen.

***

Didalam ruangan terlihat Lino memegang lengan Arsen. Ia meletakkan tangan itu di pipinya. Semua orang yang melihat itu seketika menjadi ikut bersedih kecuali Gina merasa iri karena seharusnya dirinya yang di sana.

Namun, berbeda dari yang lain Mita malah membuka ponselnya dan memulai aksi memfoto. Aksi itu tidak luput dari pandangan Adya juga Ravy, tetapi mereka terlalu malas berhubungan sama orang gila.

Lino masih memegang tangan Arsen dengan menelungkup wajahnya. Namun, satu hal yang tidak diketahuinya ada seseorang yang menatapnya dengan tatapan tidak percaya.

Tiba-tiba saja ada sebuah tangan yang mengelus-elus kepalanya. Ia terkesiap lalu mengangkat wajahnya dengan tatapan tidak percaya. Sekarang Arsen bangun dengan wajah tidak bersalah seolah tidak terjadi apapun.

"Kok Lo nggak koma?" tanya Lino dengan memukul lengan Arsen.

"Kata siapa gue koma? Tadi gue cuman tidur," jawab Arsen dengan meringis kecil saat lukanya terkena pukul.

"Tapi kata Ziel ... sial! Gue ternyata ditipu sama mereka! Kalau koma seharusnya pakai alat bantu pernapasan," seru Lino dengan menatap tajam kearah teman-temannya berada.

"Hehe, kalau nggak gini Lo mana mau lihat keadaan Arsen," celetuk Adya dengan cengengesan.

Lino mendengus kesal dengan mengipas-ngipas tangannya. Lalu ia kembali mengalihkan atensinya kepada Arsen.

"Loh, kok diam aja? Gue mau bicara berdua sama Arsen. Urgent ini!" seru Lino dengan memutar matanya.

Setelah mendengar perkataan dari Lino mereka segera keluar. Namun, Gina hanya bergeming menatap Arsen jika tidak ditarik oleh Mita mungkin gadis itu masih berada disini. Lino yang melihat itu berjalan dan mengunci pintu ruangan karena ia hanya ingin pembicaraan ini tidak ada yang menguping, seusai itu ia kembali duduk disamping Arsen.

"Arsen gue minta maaf ternyata yang salah adalah Mita. Gadis itu sudah buat obat didalam minuman Lo," sesal Lino dengan menundukkan wajahnya.

"Oh, pantas badan gue panas. Tapi Lo nggak perlu minta maaf karena disini Lo itu cuman korban. Lalu hal yang gue lakuin kemarin dan hari ini adalah bukti kalau gue serius dengan Lo," ungkap Arsen dengan tersenyum simpul.

Setelah mengatakan itu keduanya kembali terdiam. Mereka tidak tahu harus berkata apa dan rasanya sangat canggung.

"Lino Lo mau nggak jadi pacar gue? Seperti yang Lo tahu semenjak kejadian di kantin gue sudah jatuh cinta kepada Lo," celetuk Arsen dengan memegang tangan Lino.

Lino tertegun sejenak kemudian tersenyum lebar berkata, "Anjir! Lo nggak basa-basi lagi kaget gue. Mana nembak nya di rumah sakit mau beda dari yang lain ya."

"Jadi apa pendapat Lo?" tanya Arsen dengan tersenyum lebar.

"Ehm ... gimana ya? Mau aja, deh! Soalnya gue juga cinta loh sama Lo tapi kalau kata Mita dulu itu gue Denial. Tapi apa Lo siap menghadapi hujatan masyarakat?" ucap Lino dengan cengengesan.

"Gue udah tahu konsekuensi ini jadi siap untuk menerima komentar netizen," ungkap Arsen dengan tertawa kecil.

"Jadi kita pacaran nih?" ledek Lino dengan mengangkat alisnya.

"Iya, Ardian," sahut Arsen dengan tersenyum simpul.

"Tapi gue ini posesif loh, jadi jangan heran kalau gue marahin orang yang ingin rebut Lo dari gue," bisik Lino dengan menyeringai.

Setelah itu mereka kembali berbincang kadangkala manja-manja. Namun, mereka merupakan sesuatu yaitu teman-teman mereka yang masih berada diluar.

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Yey! Mereka jadikan 🎉
Lanjut!

Ardian S2 (END)Where stories live. Discover now