34

29.3K 3.4K 32
                                    

Lino sekarang berjalan bersama Adya menuju kantin rumah sakit. Namun, tanpa sengaja ia menabrak seseorang. Ia segera menundukkan tubuhnya sembari mengatakan kata maaf.

"Elio sama Adya bukan?"

Lino mengangkat tubuhnya ternyata yang dia tabrak adalah seorang wanita paruh baya. Ia mengangkat alisnya dengan menatap bingung kepada wanita paruh baya itu.

"Tante siapa, ya?" tanya Lino dengan mengangkat alisnya. Ia sama sekali tidak mengenal orang yang didepannya sekarang.

"Elio ini mamanya Nicho, apa kamu nggak ingat lagi sama Tante?"

"Eh, maaf Tante! Ini Lino dulu pernah kecelakaan lalu amnesia jadi dia nggak ingat sama siapapun," papar Adya dengan tersenyum tipis.

"Iya, Tante. Maaf sebelumnya kalau saya nggak kenal sama Tante. Lalu kalau boleh tahu Tante ngapain ya dirumah sakit?" tanya Lino dengan tersenyum simpul.

"Hah, itu anak Tante masuk rumah sakit. Kata para warga dia dikeroyok beberapa orang. Saat Tante sampai dirumah sakit keadaan Nicho sudah luka bahkan tangannya juga patah."

"Yang sabar Tante, ehm ... kalau nggak merepotkan apa kami boleh jenguk Nicho?" tanya Lino dengan tersenyum simpul.

"Tentu boleh! Ayo ikut Tante!"

Lino dan Adya berjalan mengiringi mamanya Nicho. Dalam perjalanan Lino juga memikirkan siapa yang mengeroyok Nicho. Apa mungkin ada antagonis selain ia dan Nicho?

Saat ini mereka sudah sampai di ruangan Nicho yang juga ada pasien lainnya. Sebenarnya ia cukup kagum dengan Nicho di umurnya yang masih remaja dia bisa menanggung beban dipundaknya.

"Nicho bersyukur memiliki teman baik seperti kalian. Tante juga tahu kalau Nicho berkhianat dari kalian. Namun, ini bukan salah Nicho tapi salahkan Tante yang lemah. Kebenaran yang sesungguhnya Nicho terpaksa berkhianat sama teman-temannya jika tidak melakukannya maka Tante akan terkena bahaya."

"Bahaya seperti apa Tante?" tanya Adya dengan mengangkat alisnya.

Lino bergeming otaknya sedang memikirkan teka-teki yang terjadi kali ini. Mamanya Nicho bilang kalau Nicho terpaksa melakukan itu yang berarti dalang dibalik semua ini bukan perbuatan Nicho melainkan ada sosok lain yang mengontrol Nicho untuk berbuat jahat.

"Katanya sih Tante akan celaka jika Nicho tidak mau menurutinya. Jadi mau tidak mau Nicho terpaksa melakukannya. Tante merasa bersalah karena putra Tante kehilangan teman yang baik seperti kalian."

"Tante apa kami boleh ketemu sama Nicho?" tanya Lino dengan berhati-hati.

"Tentu! Kalian temui saja Nicho. Tante disini dulu untuk memberikan kalian ruang untuk bicara."

***

Saat didalam ruangan mereka mendapatkan gosip dari para ibu-ibu yang menjadi pasien maupun menunggu anak mereka. Ia meringis kecil karena sekarang mereka melupakan jika pakaian mereka nampak pakaian orang kaya pantas saja jadi gosip.

"Dasar anak-anak sekarang suka banget hamburkan uang orang tua!"

"Bener, Bu! Coba lihat dari atas sampai bawah mereka pakai merek mahal."

"Mereka nggak tahu saja bagaimana rasanya hidup miskin kayak kita."

Adya yang mendengar itu mendengus kesal mencibir, "Iri aja, Bu!"

"Eh, nggak baik ngomong gitu! Tapi ada benarnya juga jika mau sukses itu kerja keras jangan cuman gosip melulu. Btw, kita nggak pernah minta dibeliin barang mahal kami cuman perlu kasih saya udah cukup kok," sahut Lino dengan terkekeh kecil.

Para ibu-ibu yang menggosip seketika menjadi diam. Ia tersenyum puas setidaknya para penggosip itu tidak lagi suka menjelek-jelekkan orang lain.

Mereka tidak tahu saja kedua orangtuanya itu sukses karena kerja kerasnya sendiri walaupun karena itu anak-anaknya kekurangan kasih sayang seperti dirinya. Ia seketika teringat kedua orang tuanya yang di dunianya dulu seketika rasa penyesalan terjadi. Ia tidak pernah mendengar dan melihat bagaimana orang tuanya mengeluh akan lelah bahkan sering tersenyum menyambutnya. Ia sudah ingin menangis jika seseorang tidak berbicara kepadanya.

"Loh, kok Lo berdua ada disini? Mama gue ada dimana?" cecar Nicho dengan mengangkat alisnya.

"Mama Lo diluar untuk sekarang ada yang perlu kami bahas," ucap Lino dengan muka datar.

Nicho yang melihat perubahan wajah Lino hanya tersenyum tipis. Ia membawakan Lino dan Adya untuk duduk di kursi. Para ibu-ibu lagi-lagi melakukan aksi menggosip mereka seakan tidak lelah mulut mereka berkicau layaknya burung.

"Jadi Lo pada sudah ketemu nyokap gue lalu dia jelasin semua akar masalah selama ini bukan," duga Nicho dengan mengangkat alisnya.

"Benar!" sahut Adya dengan bersedekap dada.

"Karena Lo sudah tahu tujuan kami maka Lo harus menjelaskannya sejelas mungkin," tekan Lino dengan tatapan beringas.

Nicho menatap sekeliling dengan menghela napas panjang berkata, "Jangan disini ditempat lain aja."

Lino mengangguk pelan lalu membantu lelaki itu untuk berjalan. Tujuan mereka kali ini hanya ruangan Arsen karena hanya tempat itu yang paling aman.

***

"Jadi Lo sudah bisa jelasin bukan," ucap Lino dengan muka datar.

Nicho mengangguk pelan dengan menatap sekeliling. Rasanya dia seperti seekor tikus yang berada di sarang singa.

"Lo tahu bukan jika gue berkhianat kepada Geng Red Devil dari 1 tahun yang lalu. Semua itu berawal seorang cowok yang datang ke rumah gue dengan alasan ingin menjadikan gue sebagai ketua sedangkan dia merupakan Raja Bloody Night. Awalnya gue menolak dan tidak memperdulikan perkataan cowok itu tapi ..."

Nicho menundukkan wajahnya dengan mengepalkan tangannya bahkan wajahnya memerah karena menahan amarah. Lino menepuk pelan pundak Nicho untuk menurunkan emosi lelaki itu.

"Tapi cowok itu mengancam akan menyakiti mama gue. Elio Lo tahu bukan jika kelemahan gue terletak pada orang yang melahirkan dan merawat gue selama ini. Jadi gue menuruti permintaannya dan membuatnya seolah-olah gue beneran berkhianat," ungkap Nicho dengan menghela nafas lega akhirnya dia bisa menjelaskan hal yang sebenarnya.

Lino menghela nafas panjang bertanya, "Kenapa Lo nggak minta bantuan sama kami?"

"Gue nggak mau ngerepotin kalian cukup dulu kalian membantu gue lepas dari bullyan murid lain bahkan sampai membantu biaya rumah sakit mama gue," ucap Nicho dengan tersenyum tipis.

"Heh, Lo itu kayak sama siapa aja. Kita ini keluarga bukan dan Red Devil tempat kita berpulang. Lo seharusnya jujur aja sama kita," timpal Adya dengan merangkul pundak Nicho.

Nicho menatap Lino dan Adya secara bergantian dengan tersenyum simpul. Ia bersyukur memiliki sahabat yang sangat baik seperti mereka karena didunia ini sangat susah mencari sahabat yang sangat tulus.

"Jadi kita baikan, nih?" seloroh Lino dengan mengangkat alisnya.

"Yoi! Gue bakalan keluar dari geng menjijikkan itu!" seru Nicho dengan cengengesan.

"Welcome to Red Devil Nicho!" seru Lino dan Adya berbarengan. Lalu mereka segera memeluk erat tubuh Nicho.

"Anjing! Lo berdua kekencangan meluk! Aduh! Tangan gue sakit lagi," keluh Nicho dengan menatap nanar tangannya.

"Tangan Lo kenapa?" tanya Lino dengan mengangkat alisnya.

"Buta mata Lo!" umpat Nicho dengan memutar matanya.

Setelah mengatakan itu Lino dan Adya tertawa terbahak-bahak sedangkan Nicho menatap mereka dengan muka masam. Arsen dkk yang melihat itu juga ikut bahagia sedangkan Mita dan Gina sudah pulang sedari tadi karena ini sudah cukup malam.

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Ih, pengen punya sahabat kayak Lino dan Adya ☹️
Double up sesuai janji💥
Lanjut!

Ardian S2 (END)Where stories live. Discover now