36

6.1K 731 162
                                    

Rumah menjadi sepi karena penghuni tampak beristirahat. Lino menatap Arsen yang sudah tidur dengan pulas.

Lino memeluk tubuh Arsen dengan tersenyum manis. Suara kendaraan tampak tidak mengganggu lelaki yang lagi tidur.

Ia menatap ke samping yang menunjukkan pukul 4 sore. Mereka 2 jam lamanya berada di dalam kamar.

Ia samar-samar mendengar suara ribut di lantai bawah. Ia tersenyum lebar ternyata teman-temannya sudah bangun.

Saat melepaskan pelukannya justru tubuhnya di tahan oleh lelaki itu. Ia yang melihat justru tidak tega sendiri.

Tok! Tok!

Pintu kamar terbuka lalu memperlihatkan Ziel dengan ekspresi wajah khas lelaki itu. Ziel menatap Arsen yang tampak tertidur pulas.

"Gimana?" tanya Ziel dengan muka datar.

"Nggak tega bangunin gue Bang," ucap Lino dengan suara pelan.

"Bangunin dia belum makan siang," ucap Ziel seadanya sebelum pergi dari ruangan.

Lino menatap wajah Arsen dengan menggaruk tengkuknya. Kemudian ekspresi wajah licik terpampang di wajahnya.

Lino mulai memberikan kecupan di wajah Arsen beberapa kali. Ia kembali mengecup wajah Arsen saat lelaki itu agak terganggu.

"Kak Arsen ... bangun, dong! Dedek gemes ini mau makan, nih!" seru Lino dengan menepuk pelan pipi Arsen.

Arsen mengerjapkan matanya. Ia mulai memicingkan matanya untuk menyesuaikan pencahayaan yang masuk ke dalam penglihatan.

"Jam berapa?" tanya Arsen dengan suara serak.

Lino yang mendengar sontak berdecak kagum. Bangun tidur pun membuatnya terpesona. Apalah daya kalau bangun tidur rambut sudah seperti singa.

"Hey, ganteng! Udah puas tidur?" tanya Lino dengan cengengesan.

Arsen hanya mengangguk pelan dengan menatap wajah Lino. Ia menatap bibir Lino yang sedari tadi telah mengganggu tidurnya.

Cup!

Lino hanya diam dengan menatap Arsen yang menutup matanya. Ia menarik tengkuk lelaki itu lalu mulai memperdalam bahkan mulai melakukan ciuman panas.

Arsen dan Lino mulai menghirup udara banyak-banyak. Lino cengengesan menatap wajah Arsen yang mulai memerah karena kepanasan.

"Eh, ganteng. Nanti malam, ya?" celetuk Lino dengan mengedipkan matanya.

Arsen diam dengan muka datarnya. Namun, tidak lama mengangguk pelan membuat Lino tersenyum.

"Kamu mau makan bukan? Ayo kita turun," ajak Arsen dengan menggenggam tangan Lino.

Lino hanya mengangguk dengan cengengesan. Pada akhirnya mereka turun dengan di perhatikan oleh teman-temannya.

"Ngapain lama? Ngapain aja di kamar, hayo?!" seru Adya dengan memicingkan matanya.

Lino hanya bisa mengumpat dalam hati. Lelaki itu memang sangat bisa menebak apa yang mereka lakukan.

"Wah, bibir Arsen sampai bengkak gitu? Habis di makan Lino, ya? Ganas juga lo, No!" seru Vano dengan bertepuk tangan sambil tertawa puas.

Lino hanya menatap Vano dengan muka masam. "Kepo aja lo, Babi! Kalau mau tuh ke club aja sana!"

"Wah, sabi!" ledek Vano dengan tertawa puas.

"Sebelum pedang lo patah," timpal Lino dengan cengengesan.

Lino berdecak kagum melihat makanan yang tersaji di atas meja makan. Ia menarik tangan Arsen dengan duduk di kursi.

"Wah, lama nggak makan ini semua! Siapa yang pesan ini makan? Emang the best, lah!" seru Lino dengan tatapan berbinar-binar.

Lino mengerutkan keningnya saat mendapatkan panggilan telepon. Ia menatap sekeliling lalu pergi begitu saja.

"Uang siapa?" tanya Arsen dengan muka datar.

"Pakai uang Lino, lah! Kalau gue mana mampu!" seru Vano dengan mengangkat kartu berwarna hitam.

Arsen menatap Vano dengan muka dingin. Semuanya seketika menjadi hening sendiri.

"Dapat dari mana?" tanya Arsen sekali lagi.

"Di luar pas Lino ngambil uang. Itu kartu nggak sengaja jatuh. Biarin lah sesekali morotin harta Lino. Kapan lagi bukan?" ucap Ravy dengan tertawa puas.

"Itu mencuri," tekan Arsen dengan muka dingin.

Arsen mengeluarkan sebuah kartu kredit miliknya. Ia melempar kartu itu di atas meja lalu mengambil kartu milik Lino.

"Pakai kartu gue," ucap Lino dengan muka datar.

Kemudian tidak lama Lino kembali dengan muka masam. Ia menatap Arsen dengan menatap tajam.

"Lama-lama aku udah kayak istri kamu tau nggak? Aku dapat laporan dari Mama kalau kamu nggak makan dari pagi," ucap Lino dengan wajah masam.

"Maaf ... aku nggak makan karna takut muntah," ucap Arsen dengan tersenyum tipis.

Arsen memberikan kartu hitam kepada Lino dengan muka datar. Lino terkejut dengan menatap kartu nya.

"Loh, ini kartu aku! Dari tadi aku nyariin kok bisa sama kamu?" seru Lino dengan mengerutkan keningnya.

"Aku tadi mencoba ikhlas dengan kartu itu. Huhu, akhirnya my kartu balik lagi! Kalau nggak ketemu bisa di sabet Mami pakai ikat pinggang!" lanjut Lino dengan memeluk kartu nya.

"Itu mereka yang nemuin lalu sengaja nggak balikin ke kamu. Lalu makanan ini beli pakai uang kamu. Aku minta maaf atas nama mereka," ucap Arsen yang merasa tidak enak dengan kekasihnya.

Brak!

Tatapan Lino berubah menjadi beringas. Kemudian tidak lama ia duduk dengan menatap makanan.

"Nggak papa kali, ah! Ini kartu emang sengaja untuk aku. Papi sama Mami buat Cafe lalu uang ngalir ke kartu ini. Jadi bisa di bilang ini uang bukan tanggung jawab mereka lagi tapi ... kalau hilang aku juga bisa kena marah," ucap Lino dengan cengengesan.

Arsen dan Ziel hanya bisa menghela napas lega. Ke dua lelaki itu memang tidak terlibat dalam rencana itu.

"Tapi ... karna kalian nggak bilang ke gue. Kalian bertiga harus beresin sampah ini!" seru Lino dengan tersenyum lebar.

"Yah ... No. Iya, kali kita beresin?" seru Adya dengan tatapan memelas.

Lino tidak memperdulikan perkataan ke tiga lelaki itu. Ia menatap makanan dengan tersenyum lebar.

Pertama ada bulgogi, jjangmyeon, dan bibimbap. Mereka hanya membeli 3 jenis makanan, tetapi dengan banyak porsi.

Kemudian ada minuman susu rasa peach dan pisang. Lalu di iringi minuman boba.

Saat ingin makan tangannya di tepis oleh Vano. Lelaki itu mulai memfoto beberapa makanan.

"Babi lo! Lo nggak liat gue mau makan. Foto mulu kayak orang alay! Orang makanan untuk di makan bukan di jadiin foto gaya sok kaya. Foto mulu kayak nggak pernah liat aja! Makan atau kepala lo gue jadiin bola basket!" sembur Lino dengan menatap tajam.

Vano hanya bisa meringis kecil. Kemudian yang lain sontak mengejek lelaki itu.

Lino jika sudah kelaparan justru akan berubah menjadi galak. Padahal aslinya lelaki itu sangat baik, tetapi jika sedang marah kata-kata lelaki itu sangat menusuk jantung sang korban.

"Lino jangan ..."

"Apa?! Mau marah!" seru Lino dengan tatapan bagai laser merah.

Ziel hanya bisa mengelus dada karena terkejut. Akhirnya mereka bisa makan dengan tenang sesekali tatapan tajam Lino terus menghantui mereka.

"Habis ini kita jalan-jalan," celetuk Lino dengan tersenyum lebar.

"Kenapa nggak nyaut?" lanjut Lino dengan mengerutkan keningnya.

"Iya!" seru semuanya yang takut terkena sembur lelaki itu.

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Double up🥰
Kelaparan apa gimana, No😪
Lanjut!

Ardian S2 (END)Where stories live. Discover now