19

34.9K 4.3K 103
                                    

Lino berada dikelas sembari menguap lebar. Matanya sangat mengantuk saat mendengar penjelasan dari sang guru PKN. Ibaratkan sang guru merupakan pendongeng yang siap membuat anak-anak tertidur.

"Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, integrasi artinya pembauran hingga menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh. Kata Nasional berasal dari bahasa Inggris, nation yang artinya bangsa."

Kata dari kata semakin membuatnya mengantuk. Ia membuka matanya lebar-lebar agar tidak terbawa ke alam mimpi. Ia juga menggelengkan kepalanya dengan mengerjapkan matanya agar rasa mengantuk nya menghilang.

"Itu kenapa geleng-geleng kepala? Apa sudah paham dengan yang saya jelaskan?"

Setelah mendapat teguran dari sang guru seketika matanya menjadi segar kembali. Ia mengangguk pelan tidak apalah berbohong demi keselamatan dari hukuman.

"Kalau begitu jelaskan arti integrasi dari segi bahasa!"

"Ehm ... itu ... nggak tahu Bu," ucap Lino dengan menggaruk tengkuknya.

"Kenapa jadi tidak tahu?!"

"Ya karena saya nggak tahu," jawab Lino dengan mantap.

"Apa kamu tidak memperhatikan penjelasan saya?!"

"Dengerin kok, Bu. Tadi mengantuk padahal saya fokus perhatikan ibu loh," jawab Lino dengan tersenyum tipis.

"Makanya kalau sekolah itu jangan bergadang! Ini sudah tahu besok sekolah masih saja main game atau nonton drama sampai bergadang! Lalu yang rugi kesehatan diri sendiri saat itu nanti menyesal. Sekarang kamu keluar dari kelas! Saya tidak suka ada murid yang tidak memperhatikan pembelajaran."

Lino berteriak heboh dalam hati akhiratnya dia bisa keluar dari kelas yang membosankan. Ia segera keluar diiringi Adya yang berjalan melewati sang guru dengan santai.

"Heh! Yang satunya masuk!"

"Nggak mau ah, Bu! Saya itu sahabat yang setia jika sahabat kesusahan di sana saya ada!" seru Adya dengan memukul-mukul dadanya karena bangga.

"KALIAN BERDUA BALIK KELAS!"

"MAKASIH, BU! KAMI PERGI DULU!" teriak Lino setelah itu lari dengan terbirit-birit.

***

Dirumah Lino sedang diperintahkan sang bunda untuk memasak. Ia mendengus kesal ia sedikit menyesal karena memperlihatkan bahwa dirinya bisa memasak.

Awalnya kedua orang tuanya tidak percaya tapi karena omongan Ziel baru mereka percaya. Elio yang asli memang tidak pernah memasak bahkan hampir membakar rumah, tetapi sekarang yang menempati tubuh Elio adalah dirinya.

Dulu saat didunia nya ia sering memasak makanan untuk dirinya juga adik manisnya. Ia melakukan itu pun terpaksa karena kedua orang tuanya sibuk kerja sehingga dirinya harus bisa mandiri termasuk bisa memasak. Keluarganya memang memiliki art, tetapi dirinya tidak enak untuk memerintah bibinya.

"Masak, masak sendiri!"

"Makan, makan sendiri!"

"Cuci baju sendiri!" sahut Satria dari belakang tubuh Lino.

"Eh! Ada Ayah Sat!" seru Lino dengan cengengesan.

"Dasar anak laknat! Bisa-bisanya ngejek nama Ayah!" seru Satria dengan menatap tajam Lino.

Lino hanya cengengesan lalu melanjutkan acara masaknya. Ia ingin memasukkan beberapa buah cabe rawit, tetapi tangannya ditahan oleh sang ayah.

"Mau ngapain kamu?" tanya Satria dengan mengangkat alisnya.

"Mau buat cabe," jawab Lino dengan tersenyum lebar.

"Ayah juga tahu kalau kamu mau buat cabe, tapi apa kamu yakin kuat makan pedas? Setahu ayah kamu makan pedas dikit aja tuh hidung langsung meler," ucap Satria menatap putranya dengan kebingungan.

"Itu ... akhir-akhir ini Lino suka makanan pedas karena itu terbiasa makan banyak cabe rawit," ucap Lino dengan tersenyum lebar agar terlihat menyakinkan. Ia meringis kecil hampir saja melupakan bahwa tubuh yang ditempatinya memiliki banyak perbedaan dalam sifat dan hobi dengannya.

"Oh, iya! Bunda ada dimana?" lanjut Lino yang tidak melihat keberadaan sang Bunda.

"Bunda kamu lagi arisan sama teman-temannya," jawab Satria dengan mengangkat bahunya.

Lino mengerutkan keningnya berkata, "Loh? Katanya tadi Bunda minta masakin Lino kok malah pergi. Nanti keburu dingin dong makanannya."

"Nantikan bisa dipanasin. Oh, iya! Ayah lupa beritahu kamu. Bunda kamu sebelum pergi pinta untuk beliin bahan pokok ini list belanjaannya," ucap Satria dengan menyodorkan selembar kertas.

"Ayah aja sekarang kan Lino lagi masak gimana, sih!" geram Lino dengan tersenyum palsu.

"Nggak ada bantahan! Urusan masakan bisa lanjut nanti," seru Satria setelah itu pergi meninggalkan Lino.

Setelah mendengarkan perkataan sang Ayah akhirnya ia hanya mengalah. Ia pergi dengan muka masam bahkan uang pun tidak diberi kepadanya.

***

"Daging ayam seperempat 1, ikan nila setengah kilo lalu daging sapi setengah kilo. Ini banyak banget emangnya kemakan nanti. Mereka kan jarang ada dirumah sedangkan gue sama Ziel juga sering nongkrong sama teman. Dasar horkay! Buang-buang uang aja!" gerutu Lino dengan memasukkan bahan belanjaan kedalam keranjang.

Lino terus melanjutkan acara membeli bahan dapur. Ia bersyukur memiliki kemampuan masak setidaknya mengetahui jenis sayuran dan bumbu masakan apa saja.

Saat ditengah jalan ia melihat para remaja yang terlihat berkelahi. Ia menggelengkan kepalanya lalu memarkirkan mobilnya di toko tidak lupa menguncinya agar tidak kecolongan. Ia juga tidak lupa memakai jaket kebanggaan Ketua Red Devil. Setelah itu dia keluar lalu berjalan dengan tenang ke tengah-tengah perkelahian.

"Kalian itu ya tiada hari tanpa tawuran! Jika tiada hari tanpa belajar ada faedahnya juga! Lah ini sudah nggak ada faedah dapat bogeman pula!" seru Lino dengan bersedekap dada.

"Lo juga suka bukan adu jotos! Kok sekarang sewot!"

"Lo siapa gue rada lupa?" tanya Lino mengangkat alisnya.

"Anjir! Lo lupa sama rival sendiri! Ini gue Darius Nicholas alias Nicho sang pengkhianat yang Lo sebut!" seru Nicho dengan bersedekap dada.

"Cih, pengkhianat aja bangga! Orang bangga itu jika dapat juara satu! Contohnya gue!" seru Lino menepuk-nepuk dadanya dengan bangga.

"JUARA SATU DARI BELAKANG!"

"Anjir kalian! Apa yang kalian lakukan itu jahat?!" seru Lino dengan berkacak pinggang.

"WOY! KAPAN MULAINYA KALAU KALIAN BANYAK BACOT!" teriak Ravy dengan berkacak pinggang.

"BLOODY ... uhuk! uhuk! Aduh! Tenggorokan gue sakit woy!" seru Nicho dengan menepuk-nepuk lehernya.

Lino berlari menuju mobilnya lalu kembali dengan membawa botol mineral. Ia menyodorkan minuman itu dengan wajah polos membuat semua orang tertegun cukup bingung dengan rival yang satu ini.

"Thanks!" seru Nicho dengan mengembalikan botol itu kepada pemiliknya.

"Iya Coca-Cola," sahut Lino dengan melempar botol kosong ke bak sampah.

"Bloody Night! Serang mereka!" perintah Nicho dengan menunjuk ke geng rivalnya.

Setelah itu terjadi acara adu jotos. Lino dan Nicho juga ikut beradu jotos, tetapi jika dilihat seperti perkelahian anak-anak yang memperebutkan mainan.

"Rambut gue!"

"Aduh! Tangan gue jangan digigit!"

Tiba-tiba ada dua sosok gadis menghentikan pertengkaran mereka. Arsen dkk yang melihat itu tertegun terutama Lino yang cukup kesal.

"Tuh cewek bangsat bener!" geram Lino dengan berkacak pinggang.

"LONTONG! EH! TOLONG!"

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Tawuran macam mana ini🙂
Lanjut!



Ardian S2 (END)Where stories live. Discover now