18

7.9K 931 89
                                    

Flashback

Dulu waktu semester awal kelas 7 SMP masih maraknya pembunuhan berantai bahkan kasusnya menjadi beku. Sosok remaja cowok tampak menggerutu dengan menatap layar ponselnya.

"Papi sama Mami kemana, sih?! Anaknya yang ganteng gini masa nggak di jemput. Percuma bikin kalau akhirnya di cuekin."

"Aduh, capek! Apa nggak ada yang lewat? Anak ganteng cape, nih."

Remaja cowok dengan seragam putih biru itu tidak lain Lino dengan segala sifat absurd. Ia tidak ada rasa takut melewati tempat yang sepi.

"Hehe, ada mangsa."

"Hehe, ada abang burik. Ngapain, Bang?" tanya Lino yang entah sengaja mengejek orang itu.

Orang itu menatap tajam Lino dengan mengeluarkan senjata tajam. Lino justru melangkah maju membuat penjahat itu berjalan mundur.

"Wow, tajam kali Bang senjatanya!" seru Lino dengan mengelus pisau itu.

Penjahat itu mulai melakukan penyerangan kepada Lino. Sontak remaja itu mengambil langkah menghindar dari serangan.

"Santai, Bang! Gue nanya baik-baik juga! Minta di slepet ini anak!" gerutu Lino dengan menggulung lengan seragamnya.

Remaja itu tidak ada rasa takut karena sudah ikut latihan bela diri dari umur 4 tahun. Alasannya pun agar jadi anak yang baik, bukannya menjadi anak baik justru jadi anak berandal. Akhirnya sifatnya itu menurun kepada sang adik.

"Aduh, berhenti dulu kali Bang! Capek mau minum!" seru Lino dengan duduk di tanah.

"Gue bilang berhenti!" lanjut Lino dengan tatapan menajam.

Lino tidak lagi memberi ampun melainkan melakukan penyerangan. Ia melakukan beberapa pukulan juga tendangan maut.

"Butuh bantuan?"

"Nggak," desis Lino dengan memberi pukulan hingga penjahat itu hampir sekarat.

"Udah mati itu penjahatnya."

Lino membalikkan tubuhnya dengan menatap tajam. Sekarang tidak ada lagi Lino yang ceria, tetapi Lino yang bengis.

"Kalian komplotan dia?" desis Lino dengan menatap tajam.

"Nggak kami cuman lewat. Gimana kalau lo masuk geng kami? Kami pastikan nggak ada orang yang berani ama lo."

Lino tampak berpikir dengan memicingkan matanya. "Dih, kalian pasti penipu."

"Ini jaket kebanggaan kami dan lo bisa pegang simpan sementara."

"Kenapa nggak selamanya aja?" ledek Lino dengan memasukkan jaket itu ke dalam tas.

Semua orang menatapnya sinis. Namun, berbeda dengan Lino yang tertawa puas.

"Ngeselin juga bocil yang satu ini."

"Emang baru tau lo," goda Lino dengan tertawa kecil.

"Jadi ..."

"Oke, gue terima tapi ... gue nggak suka di perintah maupun di paksa," ucap Lino dengan menyerigai.

***

"Nah, jadi gitu beb!" seru Lino dengan tersenyum manis.

"Ih, kakak malu-maluin! Kayak bocah lagi bucin!" ucap Mika dengan menatap sinis.

Lino hanya berdecak kesal. Ia sungguh ingin memukul kepala sang adik. Namun, tidak tega melihat adik manisnya meringis kesakitan.

"Untung gue ayang ama lo babi!" beber Lino dengan memutar matanya.

Ardian S2 (END)Where stories live. Discover now