40

6.9K 711 186
                                    

Pagi-pagi mereka sudah di suguh oleh pertengkaran rumah tangga. Mereka melihat wajah Arsen yang tampak memerah dengan menatap tajam Lino.

"Haha, Arsen jalan kamu kayak penguin," goda Lino dengan tertawa terbahak-bahak.

Arsen hanya bisa berjalan dengan langkah pelan. Ia mengucapkan terima kasih saat Ziel membantunya berjalan.

"Lino ini ulah kamu," ucap Ziel dengan menggelengkan kepalanya.

Lino mulai memasang seragamnya dengan tersenyum tipis. Setelah selesai ia menatap ke arah Ziel dengan tersenyum lebar.

"Itu pertanyaan atau pernyataan. Tapi emang gue yang ngelakuin," ucap Lino dengan mengedipkan matanya.

Arsen hanya menatap datar dengan duduk di samping Ravy. Lalu justru Ravy mulai berdiri dan menyerang Lino.

Lino justru segera mengunci pergerakan lelaki itu dengan tersenyum lebar. Setelah itu mendorong tubuh Ravy kepada Adya.

"Makasih pemanasan untuk pagi," ledek Lino dengan berjalan menuju Arsen.

Ia memeluk tubuh Arsen dengan menyimpan wajahnya di dada lelaki itu. Ia hanya menenangkan dirinya dari rasa gugup karena itu selalu menggoda siapapun pagi ini.

"Gugup?" bisik Arsen dengan mengelus rambut Lino.

Lino hanya mengangguk kepalanya. Ia mulai menatap wajah Arsen dengan menggembungkan pipinya.

"Nanti dukung aku, ya. Demi aku dan negara ini," ucap Lino dengan tersenyum manis.

Arsen mengangguk kepalanya. Ia mulai menepuk pundak Lino untuk menyemangati lelaki itu.

"Ayo kita pergi! Kamu mau aku gendong?" ucap Lino dengan wajah polos.

Arsen hanya menggelengkan kepalanya. Ia masih bisa berjalan walaupun agak pelan.

"Arsen nggak kayak lo yang manja dan nggak tahan banting. Itu aja sakit minta gendong," cibir Ravy dengan berjalan menuju Ziel dan Vano.

"Gue nggak pernah gitu, ya! Walaupun punya Arsen gempur gue. Waktu itu gue pergi sendirian ke sekolah pakai motor nggak ada tuh minta bantuan Arsen. Lo itu emang goblok kayak serigala! Percuma pintar tapi mulut nggak di jaga. Percuma pintar tapi suka ikut campur urusan orang lain, gae saekki!" seru Lino dengan mengalihkan pandangannya.

Ravy hanya diam sepertinya lelaki itu merasa tertohok atas perkataan Lino. Ziel hanya menepuk pundak Ravy untuk tenang. Jika api melawan api tidak akan habisnya justru menambah masalah.

"Lino jaga perkataan Ravy itu lebih tua dari lo," tegur Ziel dengan muka datar.

"Ne, harabeoji!" cibir Lino dengan berjalan mendahului mereka.

Saat di luar ternyata sudah ada 2 taksi yang menunggu mereka. Lino selama perjalanan hanya menatap ke luar. Sebelum pertandingan di mulai justru emosinya sudah keluar begitu saja.

Di dalam mereka hanya diam karena sibuk dengan kegiatan masing-masing. Lino menatap ke samping melihat Arsen yang memejamkan matanya.

Setelah menatap wajah tenang lelaki itu. Seketika emosinya menjadi turun pada akhirnya ia kembali melihat jalanan.

"Semoga menang," batin Lino dengan tersenyum tipis.

***

Lino tersenyum lebar menatap bangunan yang telah di kunjungi dirinya beberapa tahun lalu. Ia keluar tidak lupa membayar biaya taksi.

Saat ingin membayar di taksi yang satunya. Taksi itu sudah berjalan begitu saja.

Lino hanya mengangkat bahunya. Ia tidak memperdulikan yang lain lagi pokoknya dirinya masih marah.

Saat ingin memasuki bangunan. Mereka di cegat oleh penjaga bangunan. Mereka di pinta untuk mengeluarkan kartu anggota pertandingan.

Lino mulai memperlihatkan kartu miliknya. Setelah itu mereka baru bisa masuk ke dalam bangunan.

"Banyak juga orang yang datang," gumam Lino dengan mengerutkan keningnya.

Lino menatap ke arah Arsen yang sedang berbicara dengan teman-temannya. Akhirnya ia tidak punya pilihan selain menuju tempat anggota yang mengikuti pertandingan.

Selama pertandingan ia hanya menonton orang yang akan menjadi lawannya nanti. Ia terus mencari kelemahan lawannya agar mempermudah pergerakannya nanti.

Satu persatu atlet mulai gugur. Lino yang melihat seketika menjadi gugup sendiri.

"Farellino Bramasta from Indonesia versus Huang Changyi from China!"

Mereka segera memberikan tanda penghormatan masing-masing. Lino menatap lawannya untuk mencari kelemahan lawannya.

Lino memilih untuk melakukan strategi pertahanan. Ia ingin mengetahui kekuatan lawan jadi tidak harus membuang banyak tenaga untuk ronde berikutnya.

Ia tersenyum tipis saat lawannya mulai terlihat kelelahan. Ia hanya tertawa kecil saat pelatih dari pria itu mulai berteriak seolah memberitahu jangan terlalu menyerang dirinya.

Saat merasa lelaki itu agak lengah. Ia segera melakukan penyerangan berturut-turut hingga lawannya susah melakukan pergerakan. Ia hanya tersenyum tipis ada untungnya dirinya sering turun perkelahian sesungguhnya.

Ia menatap sang lawan yang mulai terkapar dan susah untuk bangun. Lalu pada akhirnya Lino bisa lanjut ke ronde selanjutnya.

Ia menatap ke sekeliling lalu menemukan Arsen yang menatapnya dengan tersenyum. Kemudian ia berjalan menuju Arsen dengan memeluk tubuh lelaki itu.

"Capek," lirih Lino dengan tersenyum tipis. Ia hanya berpura-pura padahal aslinya dirinya masih semangat.

"Ini minum dulu," ucap Arsen dengan menyerahkan botol mineral.

Lino mengambil dengan tersenyum manis. Ia duduk dengan menatap para lawan yang berjuang untuk masuk ronde ke dua.

"Hebat juga lo," ucap Ravy dengan duduk di samping Lino.

Mereka segera memberi jarak untuk ke dua lelaki itu. Lino hanya tersenyum tipis karena merasakan sesuatu yang tidak terduga.

"Ini juga karna latihan bertahun-tahun. Ada rasa pahit yang harus di tahan," ucap Lino dengan menatap ke arah kakak kelasnya itu.

"Itu ..."

Lino hanya tertawa kecil lalu tersenyum lebar. "Gue udah maafin lo, Kak. Waktu itu cuman lagi ketar-ketir mikirin lomba jadi ... ya, gitu."

Mereka kembali diam dengan menatap pertandingan. Waktu tidak kerasa dan pada akhirnya Lino masuk ke dalam 12 besar yang akan di laksanakan besok hari.

"Akhirnya selesai juga capek banget astaga! Rasanya tulang gue mau patah semua!" seru Lino dengan tidur di atas lantai.

Lino terkejut saat kepalanya di letakkan di pangkuan seseorang. Namun, setelah memperhatikan ia tidak lagi ingin protes.

"Capek banget, ya? Ayo jangan nyerah besok hari terakhir," bisik Arsen dengan menahan senyumannya.

Cup

Dagu Arsen mendapatkan kecupan lelaki itu. Lino hanya diam dengan menutup matanya.

Lino membuka matanya perlahan. Ia mendengar bahwa para anggota yang masuk babak selanjutnya di harapkan tinggal kamar yang di sediakan. Para anggota keluarga atau kerabat juga di sediakan.

"Huh, berarti kita nggak satu kamar, ya?" ucap Lino dengan menggembungkan pipinya.

"Atau ... aku tanya ke mereka aja," lanjut Lino dengan menyeringai kecil. Namun, belum sempat di cegah oleh Arsen lelaki itu sudah pergi.

"Orang kayak Lino itu keras kepala dan suka malu-maluin ya, Bun!" seru Vano dengan mengelus dagunya.

"Yang bilang gitu juga nggak sadar diri ya, Bun!" timpal Adya dengan tertawa puas.

"Arsen kita tidur berdua!" teriak Lino yang mengundang perhatian.

"Baru aja di bilang," celetuk Ziel dengan menatap Lino.

"Hmm," sahut Arsen.

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Nggak malu-maluin bukan Lino🤣
Lanjut!

Ardian S2 (END)Where stories live. Discover now