32

30.3K 3.7K 395
                                    

Malamnya Lino berada dikamar dengan melamun. Pikirannya melayang memikirkan perkataan dari Mita. Gadis itu memang suka sekali membuat ketenangannya terganggu.

Ia Denial lalu pahami perasaan.

Kata-kata itu terus saja terngiang-ngiang di kepalanya. Ia menghela nafas gusar kemudian memainkan ponselnya.

Saat asyik memainkan ponsel tiba-tiba saja sebuah notifikasi menganggu pikirannya. Ia mendengus kesal ternyata lelaki itu masih saja mengejarnya bukannya seharusnya Gina yang dikejar.

Lino berjalan menuju jendelanya di sana nampak Arsen dengan menjinjing plastik yang berisi macam-macam makanan. Seketika saja perutnya menjadi berbunyi saat melihat makanan. Akhirnya ia menutup gorden membiarkan lelaki itu sendirian dengan kesunyian malam.

Lino kembali membuka ponselnya hingga tidak menyadari berapa lama ia bermain ponsel. Ia berhenti disaat mata dan jarinya agak lelah.

Duaaarr!

Lino tertegun mendengar suara geledek sepertinya akan turun hujan. Lalu tidak lama hujan mulai mengguyur kota. Ia tersenyum tipis akhirnya bisa tidur dengan nyenyak sembari ditemani hari yang dingin.

Seketika ia teringat akan sesuatu. Ia berjalan menuju jendela dan segera membuka gordennya. Ia terkesiap ternyata Arsen masih berdiri dengan menjinjing plastik.

"Bukannya Arsen takut geledek," gumam Lino.

Setelah itu ia segera berlari menuju kamar sang kakak. Ia mengetuk pintu dengan keras beberapa kali hingga memperlihatkan muka bantal sang empu.

"Apa?" tanya Ziel dengan muka masam.

"El, itu Arsen ada diluar mana harinya hujan," jawab Lino dengan muka datar.

"Kenapa bukan Lo yang bukain? Semua masalah nggak akan kelar kalau nggak dihadapi begitu juga trauma. Kita nggak boleh hanya berada di zona aman ada saatnya kita harus menghadapinya," ungkap Ziel dengan menghela nafas panjang.

"Lo nggak tahu masalah gue apa, udah sana itu sahabat Lo bukan," desak Lino dengan mendorong tubuh Ziel.

"Iya-iya sabar," ucap Ziel dengan berdecak kesal.

Setelah itu ia berlari menuju kamarnya. Lalu ia mengintip melalui jendela, tetapi ia hanya bisa mendengar perkataan mereka samar-samar.

"Arsen Lo punya masalah apa sama Lino?" tanya Ziel.

"Kesalahan besar yang mungkin tidak akan pernah bisa dimaafkan dan gue akan melakukan apapun walau nyawa taruhannya," ucap Arsen.

"Sabar Lino memang nggak peka sama perasaannya. Semua orang juga tahu kalau Lo cinta sama Lino mungkin hanya dia yang nggak tahu," tutur Ziel.

"Hmm, ini makanan buat dia. Gue balik," pungkas Arsen. Saat Ziel ingin bicara Arsen sudah menerobos hujan.

Lino berdecak kesal ia berpikir sepertinya lelaki itu sudah gila. Setelah itu ia segera menutup gordennya. Namun, ia tidak tahu jika Ziel mengetahui kehadirannya.

"Tsundere," ucap Ziel dengan menggelengkan kepalanya sebelum memasuki rumah.

***

Pagi yang cerah tapi sang pangeran tidur masih saja terbelenggu dalam alam mimpinya. Setiap jam, menit dan detik ia lewatkan tanpa ada rasa takut.

"Hoam! Ini jam berapa?" racau Lino dengan meraba-raba benda di atas meja samping kasurnya.

"Nggak usah dicari sekarang pukul 9 lewat 30 menit."

Lino mengangguk pelan lalu terkesiap jika sekarang sudah pukul 9.30 seharusnya keluarganya sudah tidak ada dirumah. Ia menatap kesamping dengan perlahan-lahan ternyata hanya Arsen.

Ardian S2 (END)Where stories live. Discover now