36. Avigar, Vilona dan Masa Lalu

579 11 0
                                    

— tw, mention of sexual harassment.

tarik napas dalam-dalam, baca perlahan, resapi setiap sesak yang Vilona rasakan.

Kepulan asap bernikotin diembuskan bibir tebal itu pada dinginnya udara balkon kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kepulan asap bernikotin diembuskan bibir tebal itu pada dinginnya udara balkon kamar. Berharap masalah yang terus menghantam kehidupannya menghilang bersama asap putih yang melayang ditiup kegelapan. Namun, entah sudah batang keberapa, nyatanya masalah itu terus menutup akal sehatnya.

Kepala Avigar dipenuhi pertanyaan yang hingga kini belum menemukan jawaban. Bagaimana ia bisa menyelesaikan permasalahan yang terus menggerogoti kehidupannya?

Bagaimana caranya mengakhiri dan mengapa harus dirinya yang berada disituasi serba sulit ini? Semakin ia memikirkannya, semakin sakit pula jiwa dan otaknya.

Kenyataan bahwa ia hanya anak sekolahan yang sedang dalam masa kenakalan, sering kali memukul mundur hasratnya yang ingin memenjarakan seseorang yang mempunyai kuasa.

Belum lagi janjinya pada Jeva yang akan membuat dirinya bahagia tanpa menunggu lama. Pula gadis itu sedang kesulitan memperjuangkan masa depan.

Namun tidak. Bukan saatnya untuk menyerah. Tidak sekarang dan tidak nanti. Persetan dengan segala upaya yang terus menemui jalan terjal, Avigar Mahesta tidak akan mundur demi sebuah kata, keadilan.

Bagaimanapun juga, ada jiwa yang harus ia selamatkan agar mendapat hidup tenang.

"ARRRGHHHH!" teriak Avigar frustasi. Tak peduli jika para tetangga mendengar ataupun terganggu.

Bayangan di masa lalu itu kembali hadir di depan mata elangnya yang tertutup, mengadah ke langit-langit balkon.

Avigar kecil adalah bocah tampan yang begitu riang dan ceria. Ditambah saat ada satu keluarga yang pindah di komplek perumahan yang dihuninya dengan satu anak gadis yang menggemaskan seusia dirinya kala itu.

Hingga akhirnya mereka menjadi sahabat tak terpisahkan, lengkap sudah segala keceriaan masa kanak-kanak Avigar dan Vilona.

Avigar yang kala itu masih berumur 6 tahun, hendak bermain di rumah Vilona. Dengan membawa robot kesayangannya, Avigar sangat bersemangat ingin bermain dengan sahabatnya. Kaki kecil Avigar sudah berada di depan pintu rumah Vilona, namun keraguan menghentikannya untuk masuk.

Di sana, di ruang tamu rumah Vilona, gadis itu sedang bermain dengan sang ayah. Namun, yang tak dimengerti Avigar kecil adalah ayah Vilona memandang gadis kecil itu dengan berbeda, bukan pandangan kasih sayang dari seorang ayah untuk putrinya. Apalagi saat pria itu dengan sengaja menurunkan baju dress yang dikenakan Vilona lalu mencium bibir mungil dan tubuh gembul Vilona, membuat gadis cilik itu tertawa geli.

Avigar tak mengerti, apakah memang begitu interaksi seorang ayah dan anak? Avigar bingung, ia masih terlalu kecil untuk memahami hal yang tak seharusnya diketahui anak seusianya yang masih sibuk dengan mainan. Jadi, saat itu Avigar urungkan niatnya untuk bermain robot-robotan bersama Vilona dan kembali ke rumah.

AVIGAR || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang