32. Undangan

587 11 0
                                    

Gerakan Vilona sedikit melambat, kala membuka pintu toilet putri dan melihat Jeva yang juga tengah membasuh tangannya di wastafel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gerakan Vilona sedikit melambat, kala membuka pintu toilet putri dan melihat Jeva yang juga tengah membasuh tangannya di wastafel. Tak urung, ia lanjutkan langkahnya menuju wastafel tepat di samping Jeva.

Keran itu Jeva matikan, menaruh kedua tangannya pada sisi meja wastafel. Pandangannya lurus ke depan pada cermin besar, menatap dirinya sendiri.

"Makasih, udah jadi orang yang nemenin Avigar waktu dia terpukul pas kehilangan papinya," ujar Jeva tanpa menatap Vilona sedikitpun.

Kemarin, Avigar menceritakan segala tentang hidupnya. Tentang bagaimana ia kehilangan papinya sampai saat ia menginjak remaja dan mengerti arti kehilangan sang ayah untuk selamanya. Bagaimana ia sangat sulit menerima Bisma sebagai ayah sambung sampai dapat menerimanya perlahan.

"Semenjak kehilangan Papi, gue susah bergaul sama anak-anak lain sampe dianggep aneh terus dijauhin. Dan cuma Vilona satu-satunya temen gue. Dia gak pernah ninggalin gue. Dia back up gue waktu gue down banget pas ngerti kalo papi ninggalin gue selamanya. Itu sebabnya, gue cuma mau bales budi ke Vilona dengan gantian lindungin dia."

Itu yang dikatakan Avigar. Dari sana, Jeva mengerti eratnya hubungan mereka. Meski begitu, rasa cemburu tetaplah tak sirna di hati Jeva.

Hubungan mereka juga belum menyentuh kata baikan. Meski Avigar sudah berusaha terbuka hingga mengantar Jeva pulang kemarin.

Vilona menoleh ragu. "Udah tugas gue sebagai sahabat," ujarnya tersenyum kecut.

"Tapi, sekarang udah ada gue. Gue yang bakal ada di samping Avigar. Dalam keadaan apapun." Jeva seolah mempertegas eksistensinya dalam hidup Avigar.

Dan Vilona seolah kembali dibuat sadar. Posisinya memang dapat digantikan Jeva. Yang mana Jeva berhak atas segala resah dan gundah Avigar. Menjadi tempatnya mengadu. Selalu ada dikala sendu dan kelabu.

Sementara Vilona? Sampai kapanpun ia tak akan mendapat tempat itu. Ia tak akan pernah bisa menggantikan posisi Jeva. Ia hanya sebatas sahabat Avigar. Dan selamanya akan begitu.

Setelah mengatakan yang ingin dikatakan, Jeva sudah bersiap pergi. Namun panggilan Vilona kembali menginterupsi.

"Va..."

Jeva menoleh sedikit, menunggu apa yang akan dikatakan gadis di belakangnya itu.

"Malem ini, perayaan anniversary nyokap bokap gue. Gue seneng kalo lo bisa dateng."

Jeva menegakkan kembali pandangannya. "Kita liat nanti, deh."

Vilona mengangguk dengan senyum merekah walau lawan bicaranya tak melihatnya sama sekali.

Vilona mengangguk dengan senyum merekah walau lawan bicaranya tak melihatnya sama sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Eh, lo pada entar dateng ke acara Vilona?"

"Gue pen dateng tapi sama siapa, anjrit?! Yakali gandengan gue lo lo pada." Uus menjawab.

"Biasa kemana-mana juga sama Gaga lu," balas Mervin.

"Yakali ke acara pesta ama ni bocah," jawabnya seraya menyenggol lengan Gaga. "Yang ada disangka maho gue!"

"Najis!" balas Gaga jijik.

Uus nampak memutar otak seraya melilit-lilit rambut ikalnya. Penglihatannya sedang mengingat dan mengabsen siapa saja cewek cantik di SMA Chatra ini yang cocok dan tidak 'malu-maluin' jika diajak ke pesta.

Maklum saja, ayah Vilona adalah orang yang mempunyai nama di pemerintahan, beliau adalah petinggi salah satu partai politik. Pasti banyak orang-orang penting yang hadir dalam perayaan ulang tahun pernikahannya dengan Viola, ibu Vilona.

"Aha! Ngajakin temen Jeva aja kali ye."

"Yang mana? Temen Jeva ada dua," tanya Davan.

"Itu yang imut. Si Fiana."

"Fiana deket sama Agasthya, fyi."

"Pdkt, maksud lo?"

Davan menaikkan kedua alisnya pertanda "iya".

"Anjrit, baru juga mau gue spik, udah sold out aje."

"Gak gercep, banyakan hah heh hoh si lu!" sarkas Gaga memukul kepala Uus dengan ujung bolpoint.

"Sakit, goblok!"

"Kalo lo, dateng kagak, Av?"

Avigar yang tengah menatap kosong langit-langit kelas seraya memutar-mutar tusuk gigi pada bibirnya itu hanya mengedikkan bahu. Belum memiliki jawaban.

Ia memang sudah diundang secara pribadi oleh Vilona. Namun, belum ia terima permintaan tersebut. Cowok dengan slayer terikat di dahi itu masih menimbang ini dan itu.

Satu, seperti yang kita tahu bahwa Fandy, ayah Vilona, memiliki hubungan yang tidak baik dengan Avigar. Akan terasa sangat memuakkan datang pada acara pria itu. Namun, jika tidak datang, ia tidak bisa memantau Vilona selama acara. Dua, ia juga sama seperti kawan-kawannya yang bingung harus membawa siapa.

Jeva? Apakah ia mau datang menjadi pasangan Avigar? Apalagi hubungannya belum membaik. Jika hubungan mereka sedang baik-baik saja pun, Avigar tidak yakin Jeva mau diajak ke acara Vilona. Mengingat bagaimana tidak sukanya Jeva pada sahabatnya itu, mustahil Jeva ingin terlibat dalam segala sesuatu mengenai Vilona. Jadi, membawa Jeva pun bukan keputusan yang tepat.

"Sahabat oroknya ae bingung, gimana kita, anjir!" balas Gaga.

"Kagak ikut aja kali, ya, gue?" tanya Uus.

"Heh, enak aja! Pokoknya lo semua harus dateng, ya! Gue gak mau tau," ucap Vilona yang datang tiba-tiba.

"Gue gak punya gandengan anjir, Vi."

"Terus temen-temen lo ini, lo anggep apa, Fardius Wicaksana?"

"Yakali gandengan gue orang-orang ini lagi."

Vilona mengedikkan bahu dengan wajah tanpa beban, seolah tak peduli dengan masalah Uus. Yang ia pedulikan, teman-temannya harus datang.

"Dah khusus lo, Av," lanjut Vilona membuat Avigar menoleh.

"Lo harus dateng sama Jeva."

"Ha? Ya gak mungkin, lah, Vi. Lo tau sendiri, kan?"

Lagi, gadis itu hanya mengangkat bahu cuek, tak peduli bagaimanapun caranya, malam ini Avigar harus datang bersama Jeva.

Lagi, gadis itu hanya mengangkat bahu cuek, tak peduli bagaimanapun caranya, malam ini Avigar harus datang bersama Jeva

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




A V I G A R

AVIGAR || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang