44. Runtuh

781 25 11
                                    

Plak!

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

Plak!

Gadis yang meluruh di lantai dingin ruang keluarga itu, memegang pipinya yang terasa panas. Setetes air berhasil lolos dari mata sembabnya.

Viola berjongkok di hadapan sang putri semata wayang, mencengkram dagu Vilona erat.

"Mama gak pernah ajarin kamu jadi perempuan murahan, Vilona! Tapi, sekarang apa yang kamu lakukan?!"

"Kamu hamil dan gak tau siapa ayah dari bayi kamu!"

Dihempaskan wajah Vilona begitu saja dengan kasar. Derai air mata kecewa turut hadir pada netra Viola.

"Tega kamu, melempar kotoran ke muka Mama dan Papa!" ujar Viola menggebu.

"Mau ditaruh mana muka kami, Vilona! Gimana reputasi Mama sama Papa! Kamu gak mikirin itu, hah!"

Semua ini bermula kala Viola masuk ke kamar sang putri. Sudah berhari-hari anak itu tidak mau berangkat ke sekolah dengan alasan sakit, tidak enak badan dan lain sebagainya. Untuk itu, Viola hendak memeriksa keadaan Vilona yang selalu mengurung diri. Namun, yang ia dapati justru sebuah testpack dengan dua garis tergeletak di dalam tempat sampah. Vilona yang baru kembali dari kamar mandi, seketika berubah pias. Ia sudah tidak bisa menghindar lagi dari kenyataan.

Fandy menahan Viola yang penuh amarah. "Ma, udah, Ma. Kita bisa bicarakan ini baik-baik. Kasihan Vilona."

"Anak gak tau diri ini harus dikasih pelajaran, Pa!"

Wanita itu kembali menerjang sang putri yang sudah terisak hebat. Kuku-kuku jarinya mencengkram bahu Vilona yang bergetar, begitu menusuk pada kulit.

"Cepat, kasih tau Mama, siapa ayah anak ini?! Gak mungkin kamu gak tau!"

Vilona tak menjawab, yang bisa ia lakukan hanya menangis. Ia tak memiliki pembelaan apapun. Apa yang bisa ia katakan saat ia tengah mengandung anak Fandy, ayah tirinya sendiri. Apa ibunya akan mempercayainya? Melihat bagaimana Viola mengamuk makin membuat Vilona sulit mengatakan kebenaran. Bagaimana jika Viola lebih percaya Fandy daripada dirinya, putri kandung sendiri.

Viola makin geram karena sang putri tak kunjung menjawab. Lagi-lagi dihempasnya tubuh ringkih Vilona.

"Mama kecewa sama kamu! Mama menyesal sudah melahirkan kamu, Vilona!" ujar Viola menjauh dari tubuh lemah putrinya.

Bagai didorong ke palung terdalam. Kata-kata Viola membuat Vilona makin terperosok kelam.

Di dunia yang kejam ini, hanya Viola yang ia punya. Meski sosok ibu itu tidak pernah benar-benar hadir, namun hanya Viola satu-satunya seseorang yang terikat darah dengannya. Urat nadi dan nyawanya, ada karena Viola.

Jadi, apa yang harus Vilona lakukan jika ibunya sendiri menyesal telah memiliki dirinya? Ternyata, salah satu kenyataan pahit di dunia adalah hubungan darah tak menjamin sebuah keluarga dapat bahagia bersama.

AVIGAR || ENDNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ