25. Ingkar

672 20 5
                                    

Jangan ubah janji, jadi kata maaf

Jeva

Pukul tujuh kurang sepuluh Jeva telah tampil cantik dan kece dengan boyish stylenya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pukul tujuh kurang sepuluh Jeva telah tampil cantik dan kece dengan boyish stylenya. Meski banyak yang mencibir Jeva tak pantas mengenakan ootd seperti itu karna wajahnya yang imut, ia tak peduli. Mereka yang menilai, berkata bahwa Jeva lebih cocok jadi cewek kue dari pada cewe mamba, namun penilaian itu sama sekali tak mempengaruhinya. Jeva selalu nyaman tampil seperti ini. Toh, ia membeli semua pakaianya menggunakan uang sendiri, bukan uang mereka yang jadi juri dadakan dalam hal fashion. Ia akan selalu memakai apa yang ia mau dan apa yang membuatnya nyaman. Masa bodoh sekali dengan tanggapan orang dan beauty standart masa kini. Jeva terlalu mencintai diri sendiri hingga tak peduli dengan penilaian dunia Jadi, semoga kalian juga sama, ya!

Kaki itu mengayun menuruni tangga dengan riang, sesekali bibirnya bersenandung kecil. Jeva ingin menunggu Avigar di teras rumah, namun untuk ke sana, ia harus melewati meja makan yang sialnya masih ada Panji dan Anjani yang sedang berbincang. Faya? Entahlah, mungkin telah kembali ke kamar.

"Gak sopan. Ada orang tua di sini malah mlengos," ujar Panji yang melihat si sulung berpakaian rapi hendak bablas ke depan tanpa ada niat berbasa-basi.

Jeva terpaksa membawa kakinya mendekat ke meja makan.

"Mau ke mana kamu malam-malam begini?" lanjut Panji mengintrogasi sang putri.

"Jalan."

"Sama brandalan itu lagi?"

"Pa, please stop. Dia punya nama. Namanya Avigar, bukan brandalan atau preman kaya yang sering papa sebut."

Panji tertawa remeh. "Sikap menunjukan gelar yang pantas untuk seseorang."

"Terus gimana sama papa? Bahkan Papa sendiri sering mukul Jeva. Bukanya itu juga tindakan brandalan? Apa Papa sama kaya mereka?" entah mendapat keberanian dari mana Jeva berkata demikian.

Tangan kasar itu memukul meja, menggetarkan alat-alat makan di atasnya. "Jelas itu beda! Papa seperti itu untuk mendidik kamu, Jeva!"

"Mendidik Jeva supaya kasar sama kaya Papa, kan?" Jeva menarik sudut bibirnya.

"Lancang!" tangan itu sudah ancang-ancang melayang di udara.

Tapi, Anjani lebih dulu menarik tangan Panji. "Pa, udah! Mama yang ijinin Jeva buat keluar sama Avigar."

Netra Panji menyorot tajam. "Kenapa kamu biarkan anak kita bergaul sama laki-laki gak jelas?!"

"Biarlah, Pa! Lagipula gak tiap hari Jeva pergi main. Jeva juga berhak merasakan apa yang dirasakan remaja di luar sana! Gak cuma belajar terus kaya yang Papa suruh!" Anjani mendebat. "Jeva, cepat kamu berangkat, Nak. Nanti kemalaman."

AVIGAR || ENDWhere stories live. Discover now