20. Bebek 100 Ribu

656 25 2
                                    

Mention of suicide, tidak untuk ditiru

Jeva terpaksa berdumal dan berdecak sepanjang perjalanan, sudahlah helm kebasaran yang menutup penglihatanya, sinar surya yang membakar kulit, ditambah Avigar membawa motor sangat lamban alias tidak seperti biasa yang sering kebut-kebutan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jeva terpaksa berdumal dan berdecak sepanjang perjalanan, sudahlah helm kebasaran yang menutup penglihatanya, sinar surya yang membakar kulit, ditambah Avigar membawa motor sangat lamban alias tidak seperti biasa yang sering kebut-kebutan.

Tapi, perkara helm, ia bisa maafkan karena Avigar mendapat helm ini dengan cara sangat sinting, membuatnya sesekali tersenyum mengingat jual beli helm beberapa menit yang lalu.

Tepukan mendarat dipundak kanan Avigar. "Lo lelet banget si bawa motornya?! Cepetan dikit napa, kapan sampenya kalo lo jalan kek bekicot?" protes Jeva seraya menahan helm kebesaranya agar tidak turun.

"Tangan gue kan masih sakit, gak bisa ngebut," bohong Avigar berteriak. Lukanya tak jadi alasan untuk menarik gas lebih keras, memang dirinya saja yang ingin berlama-lama membonceng Jeva. Dirinya rindu pada gadis rambut sebahu itu, ingin berseru tapi gengsi lebih menggebu.

"Kalo gitu ngapain lo bawa motor, Bogeng!"

"Suka-suka gue lah. Motor-motor gue, tangan-tangan gue. Mau bawa motor kek, becak kek, andong kek, terserah gue."

Jeva menggeram, mengapa lelaki ini jadi makin menyebalkan.

"Lagian ngapa bisa jatoh, si? Biasanya juga ga pernah."

"Nglindes batu."

Jeva ber-oh tanpa suara, bertepatan dengan berhentinya motor Avigar, lampu merah.

Kedua tangan Avigar ia daratkan pada kedua lutut Jeva yang berlapis jaket miliknya, memukul-mukul pelan seolah lutut itu adalah gendang.

"Dengkul gue yang digeplak, hati gue yang geter, anying!"

"Mulai sekarang, kalo gue bawa lo pake motor, gue gak bakal ngebut. Gue gak mau lo jatoh, mending gue jatoh sendiri daripada lo ikutan lecet."

Sinar UV sudah cukup membuat pipi Jeva merah kepanasan, sekarang ditambah kata-kata manis Avigar. Mungkin jika dilihat menggunakan kaca pembesar, pipi Jeva sudah mengeluarkan kepulan asap asmara.

Atensi Avigar beralih pada seorang anak lelaki berpakaian lusuh yang membawa dagangan berupa mainan bebek.

Dioanggilnya anak itu, "Dek!"

"Ya, Bang? Mau beli bebeknya?"

"Iya, berapaan?" tanya Avigar seraya merogoh saku celana.

Jeva kembali dibuat kebingungan, hal ajaib apalagi yang ingin cowok garang ini perbuat. Tumben sekali membeli dagangan dilampu merah seperti ini. Namun itu bagus, hitung-hitung membantu si adik mendapat rejeki.

"Lima belas rebu, Bang."

"Va, lo suka yang mana?" tanya Avigar menatap bebek-bebek berhelm baling-baling itu.

AVIGAR || ENDWhere stories live. Discover now