44

6.9K 657 57
                                    

🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀




Andhika melamun menatap sendu putra bungsunya.
yang harus kembali menghadapi peristiwa yang menambah luka pada ingatan nya, Andhika tidak tahu harus bereaksi seperti apa dia amat terpukul dan marah atas apa yang terjadi pada anak bungsunya itu.

Ingin rasanya menghancurkan orang yang telah menempatkan anak bungsunya pada kondisi seperti ini, sedikit lega kala Sehan memberitahu orang itu telah pergi ke neraka.

Lagi dan lagi dirinya gagal menjadi pelindung untuk sang anak yang sangat ia sayangi.
helaan nafas berat terus di hembuskan oleh nya pertanda betapa kekecewaan yang dirasakannya pada dirinya sendiri dan juga keadaan yang selalu membuat anaknya menderita.

" Maafin kakak Pa, kalo aja Sena lebih becus jagain adek. Ini pasti tidak akan terjadi"

Andhika kembali mengehela nafas, menoleh pada salah satu anaknya yang menunduk lirih dengan tangan saling bertaut.

" Udahlah kak, kita sudah bahas kan?
ini semua sudah terjadi kita tidak bisa memutar waktu.
jangan terus menerus menyalahkan diri " jawab Andhika melempar senyum tipis pada sang anak.

" Besok pagi kita balik ke Jakarta, Papa sudah menyiapkan dokter supaya adek bisa segera konsultasi" ujarnya lagi

" Gak nunggu adek lebih baik dulu Pa? dia aja ga mau kita dekati, gimana mau ketemu orang lain? " tanya Sehan

" Justru itu Mas, Papa gak mau keadaan adik kamu semakin buruk kalo terlambat konsultasi. Lusa jadwal cek up dan terpaksa jadwal kemo-nya diundur karena Papa gak yakin adik kamu mau...hhuhh" jawaban sang Papa diakhiri helaan nafas berat membuat anak-anak tampan itu, menunduk dengan perasaan bersalah.

" Apa gak bahaya kalo jadwal kemo-nya diundur pa? apa kita ga coba bujuk dulu anaknya? " tanya Sena ragu

" Um, cukup beresiko sebenarnya... tapi yang akan menangani Adek dokter barunya, bukan dokter Tio papa ga yakin kalo dia mau" ujar Andhika

" Dokter baru ya? coba nanti Ray bantu bujuk deh adek. Siapa tau mau" Ray menyela

Andhika tersenyum lantas mengangguk.

" Uughh~"

Lenguhan kecil terdengar mengalihkan atensi mereka terutama Andhika yang langsung menegakkan duduknya. Memperhatikan anak manis nya yang sepertinya mulai terusik dari tidurnya.
Senyumnya terbit kala melihat Abigaeil melenguh dengan mulut mungil nya bergerak-gerak mencari sesuatu, lucu sekali.

Abigaeil membuka matanya ketika perlahan, mengerjap lambat ketika mendengar suara-suara sayup di telinganya.
tubuhnya sudah tidak sekaku dan sakit seperti kemarin hanya menyisakan rasa lemas dan perasaan tidak tenang tiap kali membuka mata.
kejadian hari itu masih terus menghantuinya ketika dia membuka matanya dia selalu membayangkan ia berada di situasi yang mana dirinya dipukuli, di sentuh oleh orang yang cukup menyeramkan di ingatannya.
seperti sekarang ini, ia dapat merasakan jantungnya berdetak cepat hingga membuatnya kesulitan mengambil nafas, tenggorakan terasa tercekat dengan bayangan aneh memenuhi kepalanya ketika melihat sosok yang duduk tegak di samping ranjangnya.

Matanya yang melotot dengan wajah ketakutan Abigaeil menarik tangannya yang di genggaman sosok itu. Menyembunyikan wajahnya dengan badan bergetar pelan.

" J-jangan sentuh~" lirihnya

Andhika tergugu di tempatnya, mematung atas reaksi yang diberikan anak bungsunya. Separah itu sehingga anak kesayangannya tidak mengenali dirinya, anak manis menyembunyikan wajahnya enggan menatapnya terus bergerak gelisah dengan tubuh bergetar.

" A-adek, ini Pa-pa. Ini Papa sayang~"

Andhika menelan salivanya ketika sang anak malah mengeleng menghindari sentuhannya.

ABIGAEILWhere stories live. Discover now