58. My Mom and Him

2.6K 188 78
                                    

🌸🌸🌸

~𝓗𝓪𝓹𝓹𝔂 𝓡𝓮𝓪𝓭𝓲𝓷𝓰~

•••

Mumpung udah lama ga sapa"an di sini, boleh nih absen dulu kalian bacanya jam berapa?

Bosan ga nungguin cerita ini?

Yang udah vote boleh dong komen. Buat yang belum ayo segera, jangan sampai lupa ya.

Sekuat tenaga Tamara menahan semua perasaannya yang masih bergejolak

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

Sekuat tenaga Tamara menahan semua perasaannya yang masih bergejolak. Ia ingin meminta penjelasan sekaligus meluapkan kekesalannya pada Karan. Hatinya ingin menyuarakan beberapa patah kata. Namun logikanya terus menolak dan mempertegas agar ia tetap diam. Rasa kecewa yang Tamara dapatkan dari Karan seolah berhasil memendam sebagian perasaannya untuk lelaki itu saat ini.

Sementara Karan yang menyadari Tamara sedang berperang batin di luar ruangan lewat kaca pintu, membuatnya jadi seolah ikut merasakan gejolak resah yang sama. Namun, ia tidak bisa keluar dan menyusul Tamara karena sedang diwawancarai oleh ibunda dari kekasihnya tersebut.

"Menurut kamu, apakah putri saya cantik?"

Pertanyaan yang lolos dari calon mertuanya itu membuat Karan langsung memutuskan pandangannya dari Tamara. Ia menatap lurus Amara sebelum menjawab pertanyaan dari wanita itu dengan yakin.

"Ya... sangat cantik," lirih Karan tersenyum teduh.

"Apa kamu suka dengan dia karena hal tersebut?"

Kening Karan sedikit berkerut. Ia lantas menggeleng pelan sebagai tanda tidak setuju.

"Di dunia ini, ada banyak perempuan cantik. Tetapi tidak ada yang berhasil menarik perhatian saya sebesar Capella."

"Dia gadis yang baik, pekerja keras, dan pengertian. Rasanya saya benar-benar beruntung memiliki Capella di sisi saya,"

Sorot tegas namun teduh di saat bersamaan yang terpancar dari mata Karan ketika menjelaskan tentang putrinya membuat Amara merasa lega. Kini, wanita paruh baya itu tidak terlalu khawatir mengenai pribadi dari lelaki yang sudah menjadi kekasih putrinya tersebut.

"Panggil saya Mama, seperti yang Tamara lakukan." Amara tersenyum ketika menangkap kebingungan di wajah Karan.

"Ma-maaf?"

"Ya, kamu bisa panggil saya Mama. Saya menyetujui kamu untuk menjadi kekasih dari putri saya."

Karan tidak tahu perasaan apa yang kini menyerangnya. Rasa cemas, gugup, dan khawatir yang ia rasakan sedari tadi seolah hilang tergantikan dengan rasa senang yang sulit didefinisikan. Apakah seperti ini rasanya mendapatkan restu?

"Terima kasih Tan-Mama,"

Suara Karan memelan ketika lidahnya terasa sedikit canggung untuk mengucapkan panggilan tersebut selain kepada Mom-nya. Namun, ia menyukai sensasi aneh ini. Ya, tidak ada yang dapat membuatnya bahagia selain tentang Tamara dan keberadaan gadis itu di sisinya.

Karan's Girlfriend Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz