bagian 14 : alasan

9 5 0
                                    

Adis melipatkan kedua tangan di atas dada sambil menunggu penjelasan Alaska di cafetaria mapala. Siang ini, Adis sengaja duduk di meja yang berbeda dengan karyawan Mapala lainnya. Jika biasanya mereka duduk bersama, kali ini Adis ingin bicara empat mata dengan Alaska.

Laki-laki itu sekarang tengah mengeluarkan tas andalannya, berisi sedotan, tisu, garpu dan juga sendok. Adis memukul meja pelan.

"So? Kenapa ada orang yang pura-pura miskin dan memilih kerja di perusahaan kecil padahal dia pewaris utama perusahaan One Star Group? Ada apa dengan kamu Alaska? Apa kepalamu habis kebentur batu jadi otak kamu sengklek kaya gini?"

Alaska menggeleng, "Saya bosen aja di rumah, saya pengangguran."

Adis tak habis pikir, "Ya kamu pengangguran, tapi duitnya lebih banyak daripada saya yang jadi karyawan tetap. Kamu ini gimana sih! Di kasih jantung milih upil!"

"Saya gak milih upil."

"Ihhhhh itu cuma perumpamaan Alaska, kamu ini bikin saya naik darah ya!"

"Saya gak niat bikin kamu naik—"

"Stop it. Sekarang jelaskan."

Alaska mengangguk. Ia menjelaskan awal mula ide gila nya ini muncul. Waktu itu, ada jamuan keluarga. Ya apa lagi kalau tidak "makan mewah bersama dari kalangan atas" semuanya memakai dress fashion ternama. Tas, berlian, anting-anting, super super wow. Di meja makan, tidak ada yang berani membuka suara terlebih dahulu karena memang tidak di perbolehkan berbicara saat sedang makan. Setelah itu, yang lain berkumpul-kumpul di ruang tengah. Para ibu-ibu membicarakan arisan satu milyar, laki-laki sedang sibuk membicarakan investasi perusahaan, dan Alaska tengah diganggu oleh tunangannya—Tsabita.

Perempuan itu menggandeng Alaska yang sedang meneguk orange juice di sofa. Tsabita membuka suara, "Sayang, kamu kapan ditunjuk jadi pewaris utama perusahaan Daddy kamu? Udah dapat info?"

"Belum."

"Kalau udah kabari ya."'

"Ya."

"Senyum dong."

Alaska menunjukkan senyum terpaksanya, lalu ia mengubah lagi ekspresi nya menjadi datar. Laki-laki itu bangkit dan meninggalkan Tsabita yang mengejarnya.

"Al! Mau kemana?"

"Ambil minum."

Tsabita tetap mengekori Alaska, "Suruh sekretaris kamu aja."

"Dia lagi dinner sama ayam jagonya, udah kamu sini aja."'

Tsabita melongo, "Hah? Ayam jago? Sekretaris Leo punya ayam jago?"

Alaska mengambil minuman di meja makan, samar-samar ia mendengar bisik bisik tetangga. Eh, maksudnya bisik-bisik saudara alias adik dari Daddy nya. Bibi 1, 2, sampai 6. Wah, banyak juga ya Bibi Alaska.

"Terus bagaimana si Al tadi?"

"Ya itu pengangguran. Skill nya juga gitu-gitu aja, makannya Kak Miguel belum bisa mastiin kalau sekarang dia yang jadi pewaris tunggal One Star. Karena dia belum cukup matang."

"Iya juga ya? Bakal hancur perusahaan nya nanti. Suami kita kan kerja di situ juga?"

"Nah, kerjaan nya cuma makan, main hp, ke kantor juga cuma belajar belajar komputer, abis tu pulang, paling dia cuma main game doang."

"Ya ... Sukses karena uang orang tuanya aja, udah gitu bangga lagi."

"Iya, bagusan anakku. Punya toko sendiri, gak ngandalin uang orang tuanya. Liat si Al, umur udah matang tapi masih pake uang orang tuanya aja. Memang ya."

Bengkel Perut 88 Where stories live. Discover now