bagian 50 : eksekusi itu penting

5 3 0
                                    

Sakit.

Itu yang Adis rasakan. Ia merasa dikhianati oleh Alaska. Ia berpikir bahwa Alaska mendekatinya karena ingin menjadi mata-mata untuk perusahaan Daddy nya. Perempuan itu masuk ke dalam apartemen sementara Alaska terus mengejarnya. Saat Adis melemparkan tasnya asal di sofa, Alaska mencekal tangannya.

"Adis, tolong selesaikan masalah baik-baik. Saya tau kamu kalut, saya tau kamu kecewa. Tapi bisa kan gak silent treatment kaya gini? Saya gak suka."

"Dan saya juga gak suka setelah mengetahui kebenaran ini semua, Al. Saya gak suka mengakui bahwa pada dasarnya perusahaan Mapala dan One Star itu selalu bersaing. Sementara One Star dua kali lipat lebih terkenal dan tersohor di banding Mapala. Lalu saya harus apa Al? Saya harus apa? Kamu tau sendiri kan liveon.id itu impian saya! Impian saya untuk Nomi Al!"

Adis menghapus air matanya. Ia melepaskan tangannya dari Alaska. Laki-laki itu mencoba merengkuh bahu Adis namun perempuan itu memilih mundur.

"Adis, gak ada jaminan dan gak ada yang menjamin juga kalau ide kamu itu 100% asli. Saya memang sepakat dengan Direktur. Semua orang punya ide, yang kita butuhkan adalah eksekutor dari ide itu tadi. Ibarat kata kalau mau dibilang ide itu hanya bernilai 1 hingga 10, dan eksekusi itu nilainya 0 hingga 1.000.000. Sebagus-bagusnya ide jika tidak dikerjakan maka hasilnya itu 0 besar! Gojek dengan Grab, Shoppe dengan Tokopedia, Friendster dengan Facebook, atau gimana dengan Yahoo, Altavista, Napster, dan Lycos yang dilibas habis oleh Google? Mereka ide nya sama kan? Tapi eksekusinya yang beda."

Alaska melanjutkan, "Sekarang saya tanya, mengapa dan sejak kapan sebuah gagasan atau ide dianggap dan disepakati sebagai 'hak milik'? Mengapa ada orang yang tidak rela jika gagasan atau idenya di tiru dan diterapkan orang lain?"

"Satu-satunya jawaban yang paling masuk akal adalah 'keserakahan'. Keserakahan terhadap kekayaan sumber ekonomi. Meskipun kedengarannya buruk, suka atau tidak sukanya, inilah yang mendasari lahirnya kapitalisme. Kamu harus yakin bahwa gagasan kamu itu baik untuk membantu semua orang termasuk adikmu, karena kalau kata Mahatma Gandhi, dunia ini gak akan pernah cukup untuk memenuhi satu manusia serakah."

Adis berdecih, "Kamu baru aja bilang saya serakah?"

Alaska mengangguk, "Ya, kamu serakah, Adis. Kamu egois, keras kepala. Kamu harus pikirkan tim pengembang yang lain, kamu gak bisa marah-marah di depan Direktur! Kita bersama-sama mengembangkan aplikasi itu, kita hadapi sama-sama. Kamu bisa dipecat kalau begini, belum lagi perusahaan Mapala yang mengalami kerugian besar dan akan memPHK beberapa karyawannya."

"Kalau saya egois, keras kepala, dan serakah, lalu kamu apa? Kamu manusia yang lembut, ramah, dan pemaaf, iya?! Kamu manusia sempurna yang tanpa cela? Kamu manusia yang gak pernah berbuat salah?" Adis meninggikan suaranya.

"Saya gak bilang begitu."

"Tapi ungkapan kamu demikian, Alaska! Kalau kamu ada di posisi saya, memangnya kamu terima ide kamu di curi seenaknya? Siang malam saya bekerja keras untuk itu, Al."

"Kalau saya? Saya biarkan saja. Apalah arti sebuah ide jika tidak punya resource yang cukup untuk mewujudkannya? Kalau saya jadi kamu, saya akan terus kembangin ide saya. Saya akan terus berinovasi agar bisa survive. Ada banyak orang yang memiliki ide mirip dengan resource yang cukup," jelas Alaska.

Adis menggelengkan kepalanya, "Seharusnya saya sudah curiga sejak awal. Kenapa ada anak pengusaha yang mau kerja di perusahaan kecil sebagai karyawan biasa Kenapa kamu harus melakukannya? Kenapa kamu harus biarin saya seperti orang bodoh? Kamu suka liat saya tersiksa dan bertingkah seperti orang tolol? Hah? Kamu suka liat saya merasa kesakitan dengan dunia saya? Saya kerja keras gak makan, saya bayarin sekolah adek-adek saya, dan kamu .... Kamu udah terlahir dengan sendok perak, kamu dengan enaknya kasih saya waktu satu bulan untuk melunaskan uang seratus juta. Saya tau kamu kaya, tapi apakah dengan kekayaan itu kamu bisa berkuasa dan membuat orang miskin seperti saya ini terlihat bodoh di matamu? Kamu mempermainkan saya, Alaska! Mempermainkan perasaan saya! Kamu udah rencanakan ini dari awal kan? Masuk sebagai karyawan Mapala untuk mencuri semuanya? Saya punya salah apa sih ke kamu?! Hidup saya itu udah capek, kedatangan kamu di kehidupan saya bikin saya tambah capek. Kamu bilang saya harus tetap hidup. Kenapa kamu gak sekalian aja dorong saya di jembatan itu biar saya gak ngerasain rasa sakit ini lagi!"

Bengkel Perut 88 Where stories live. Discover now