bagian 52 : the real gembel

6 3 0
                                    

Sudah dua minggu sejak Alaska keluar dari apartemen Adis. Perempuan itu lagi-lagi kesepian. Hanya ditemani kucing kesayangannya si Bisnis. Dan yang lebih buruknya lagi, ia tak tau harus apa karena dicap sebagai pengangguran. Sudah keluar dari kerja paruh waktu, di pecat di Mapala. Sekarang? Alaska pun sudah pergi dari hidupnya.

Tubuh Adis semakin kurus seiring waktu. Ia bahkan sanggup hanya makan sekali dalam sehari, atau terkadang tidak makan nasi. Hanya makan beberapa cemilan ringan saja sisa belanja bulanan nya. Bahkan lemari pendingin Adis sudah kosong.

Perempuan itu menutup kulkas nya, ia meneguk air minum.

"Kalau gue tau kehidupan dewasa sesulit ini, mending gue nabung sejak TK."

Adis lagi-lagi membuang napas kasar, memikirkan apakah laki-laki yang akhir-akhir ini pergi dari hidupnya akan baik-baik saja di luar sana? Pasalnya, Alaska meninggalkan uang seratus juta yang diberikan Adis dua minggu yang lalu sambil meninggalkan surat yang berisi ;

Sesuai keinginan kamu, saya pergi.

Ini uang bukan milik saya, saya tidak akan menuntut apapun lagi. Saya akan menjauh dari hidupmu. Semoga kita bertemu lagi dengan pilihan masing-masing. Untuk saat ini, saya pergi dengan keadaan masih mencintaimu.

-Alaska.

Adis merapikan tas yang masih berisikan uang. Ia tau harus kemana, perempuan itu membawa tas itu menuju rumah seseorang. Ia mengetuk pintu rumahnya, lalu seorang laki-laki bertubuh tinggi menyapa, "Hai, Adis. Apa kabar?"

"Baik ... Bastian."

Sementara di sisi lain, Alaska melempar kaleng kesal saat tidak ada satu orangpun yang membeli dagangannya. Kaleng itu tepat mengenai kepala preman yang waktu itu meninju rahang Ahad. Alaska melotot, "Gawat!"

Pria dengan tubuh besar dan tegap yang sekujur tubuhnya dipenuhi tatto itu berjalan mendekati Alaska yang mati-matian merutuki dirinya. Ia menarik kaos oblong Alaska hingga laki-laki itu tercekat dan memejamkan mata bersiap akan babak belur saat itu juga. Namun hal yang tak terduga terjadi. Justru Alaska tertawa setelah mendengar suara dari preman tersebut.

"Buang sampah jangan sembarangan, atit auu ..."

Alaska terbahak. Suaranya persis seperti anak kecil yang baru saja belajar bicara. Badan saja besar, namun suara masih kalah jauh.

"Kok ketawa kamu?"

"Hihihi, kirain saya mau di tonjok."

Tak lama kemudian, bogeman mentah yang ditujukan untuk Alaska mengakhiri percakapan mereka. Sekarang, Alaska yang sudah selesai meletakkan gerobak bakso di depan rumah bosnya pun mengaduk kesakitan saat sudut bibirnya terasa perih.

"Kenapa lo?" tanya pemilik barang dagangan itu.

"Kesakitan, bos."

"Ya gue tau kesakitan, maksudnya lo kesakitan kenapa aelah ..."

"Di tonjok preman."

Laki-laki paruh baya itu menggelengkan kepalanya, ia protes, "Lah ini kenapa dagangan gue gak laku? Ah, lu mah gak bener, baru juga sehari kerja."

"Nah, karena sehari kerja itulah makannya saya mulai dari bawah."

"Gak ada gak ada, lu kate sinetron? Sono lu, gue gak mau pekerjakan lu lagi. Rugi gue."

Bengkel Perut 88 Where stories live. Discover now