bagian 36 : pindah profesi

6 3 0
                                    

Lima hari setelah kejadian itu, Adis berubah menjadi sosok yang pendiam. Ia belum sempat menceritakan semua permasalahan hidupnya termasuk tentang Aura. Alaska tak ingin terus-terusan bertanya, Alaska tau Adis masih banyak pikiran. Tapi kalau boleh jujur, ia penasaran juga dengan Adis. Saat di kantor, Jeje dan yang lain saling bertanya-tanya mengapa tiba-tiba Adis menjelma menjadi patung? Saat yang lain sedang sibuk menertawakan Ahad yang rambut keritingnya lagi-lagi dijambak oleh istri Pak Ramos yang ngidam, Adis justru hanya diam dan menatap adegan tersebut datar.

Berkali-kali Alaska mencoba membujuk Adis, namun semuanya sia-sia. Adis jadi sering meminta maaf, sedikit-sedikit merasa bersalah, tidak seperti Adis dulu yang kerap kali mengomel karena tingkahnya Alaska.

"Maaf saya gak sengaja," kata Adis setelah tak sengaja menumpahkan kopi yang baru saja dibuat oleh Alaska. Laki-laki itu mengambil lap dan menarik tangan Adis pelan agar tak mengenai lantai yang kotor. Alaska membersihkan lantai lagi, Adis hanya memandanginya.

Setelah bersih, ia menuntun Adis untuk duduk di ruang kopi, "Mau minum kopi? Saya buatin ya."

Tanpa menunggu persetujuan Adis, Alaska membuat kopi baru lagi. Ia memberikannya pada Adis yang masih melamun di ruang kopi.

"Hush, gak boleh melamun. Nih, kopinya."

Adis menyeruputnya. Namun sedetik kemudian perempuan itu menurunkannya.

"Panas ya? Sini saya tiup du—"

"Gak usah." Adis meniupnya sendiri. Lalu pergi meninggalkan Alaska tanpa mengucapkan terima kasih. Hari-hari Alaska seperti itu sekarang. Ia merasa kesepian. Tidak ada Adis yang dulu selalu mengomel padanya, tidak ada Adis yang dulu sering marah-marah karena Alaska kurang mengerti bahasa gaul di Indonesia. Pun seperti sekarang ini saat mereka sudah pulang kerja. Berbekal tutorial masak lewat YouTube, Alaska mencoba memasak sup untuk Adis agar perempuan itu kembali ceria seperti dulu.

Alaska mengetuk pintu Adis berulang kali. Perempuan itu keluar dengan rambut berantakan dan mata yang masih sayu. Adis benar-benar berantakan sekarang. Tak hanya Adis, kamar nya pun sudah cocok di tinggali hewan karena tempatnya seperti kapal pecah. Alaska geleng-geleng kepala di buatnya.

"Makan," ucap Alaska.

Adis mengangguk dan turun ke bawah. Alaska mengikutinya dari bawah, kemudian menggeser kursi ke belakang untuk tempat duduk Adis. Ia segera menuangkan sup di mangkuk kecil, dan menyerahkannya ke Adis.

"Yang ini gak terlalu panas. Ayo makan, ini saya masak sendiri loh."

Adis menyeruput supnya, Alaska mengerjap, "Gimana? Enak?"

"Hambar," ucap Adis.

Alaska membuang napas panjang, "Yah, kurang garam ya? Apa mau saya tambahin sekarang?"

Saat Alaska menarik mangkuk Adis, justru perempuan itu menggesernya. Ia menggeleng, "Gak papa, saya suka."

Mereka makan dengan tenang. Adis yang biasanya selalu makan sambil menonton televisi atau film, sekarang justru makan sambil melamun. Membuat Alaska bergedik ngeri sambil mengelus tengkuknya yang merinding.

"Adis, jangan melamun dong. Saya takut nih."

"Oh? Maaf."

"Tuh kan malah minta maaf, kamu gak salah. Udah ayo makan lagi. Mau saya hidupi Drakor kesukaan kamu?"

Adis mengangguk. Alaska membuka aplikasi untuk menonton Drakor. Waikiki season satu episode 13 yang belum sempat Adis tonton itu mulai berjalan. Adegan kocak Rebecca membuat Alaska tertawa ngakak, namun justru Adis hanya menatapnya datar.

"Kok gak ketawa sih, Adis?"

"Saya mau lanjut kerja dulu ya." Adis berdiri dan meletakkan piring nya di wastafel. Meninggalkan Alaska yang membuang napas panjang, namun kembali tertawa menonton Drakor sambil menikmati supnya yang ternyata memang hambar.

Bengkel Perut 88 Where stories live. Discover now