bagian 20 : bubur diaduk vs tidak diaduk

8 4 0
                                    

Ramos dan Alaska naik ke lantai atas menuju kantor tim pengembang. Saat mereka masuk, Jeje langsung menyapa Pak Ramos seperti biasanya.

"Siang, Pak Ramos."

"Siang Je, bagaimana proposal yang kemarin?"

"Sudah selesai, Pak. Sudah saya letakkan di meja Bapak."

Pak Ramos mengangguk, "Baik. Yang lain? Ingat ya, besok peluncuran aplikasi grosiran.id. Saya, Kang Jian, Kemala, dan Adis akan ikut rapat bersama tim humas besok menemui CEO."

"Siap, Pak."

Jinora mengaduk bubur di atas mejanya, ia tak sempat ke bawah tadi. Hanya titip pada Adis dan Mayang yang baru saja naik ke atas sebelum Pak Ramos dan Alaska.

Ahad menutup mulutnya terkejut, "Ji-jinora, kamu makan bubur di aduk?"

"Ya. Kenapa? Masalah?"

"Seharusnya itu bubur gak boleh di aduk!"

"Lah? Yang makan siapa?"

"Ya, sebaiknya tidak di aduk, Jinora."

"Ya rasanya gimana???"

"Saya tim Ahad," ucap Alaska. Ia melanjutkan, "Sebaiknya bubur memang tidak di aduk."

Adis berkata, "Saya tim Jinora, bubur itu lebih enak di aduk."

Beberapa menit setelah perang kubu bubur diaduk vs tidak diaduk, tim pengembang 4 meletakkan meja kosong di ruang tengah untuk diberikan kursi di dekatnya yang memisahkan tim pro dan kontra mengenai bubur diaduk vs tidak diaduk.

Mosi perdebatan kali ini adalah "Bubur selayaknya tidak di aduk."

Tim pro berisi Ahad, Alaska, Kang Jian, Mayang.

Tim kontra berisi Jinora, Adis, Pak Ramos, Bening, Jeje.

Hanya Bu Manager Kemala yang berdiri sebagai dewan juri karena bingung memilih yang mana.

Mereka memandang sinis satu sama lain. Ahad berkata, "Saya, Ahad Kabauw, selaku ketua pembicara dari tim pro sangat mendukung penuh Mosi perdebatan hari ini. Bubur selayaknya tidak di aduk. Terdapat tiga alasan utama mengapa saya mendukung mosi ini, poin yang pertama adalah penampilan itu sangat memengaruhi ke selera makan setiap orang, maka bubur yang di aduk dapat merusak estetika sehingga penampilan bubur seperti 'pakan bebek'."

Jinora mengacungkan tangannya, "Interupsi saudaraku."

"Tidak saudaraku," jawab Ahad. Ia melanjutkan, "Poin yang kedua, dari segi tekstur, bubur memiliki tekstur yang lunak seperti nasi, tidaklah kita memakannya dengan mencampuradukkan semua bahan yang ada agar ada lapisan per layernya. Dan poin yang ketiga menyangkut cita rasa. Gurih dan toping dalam bubur tersebut akan lebih terasa ketika bubur tersebut tidak di aduk. Kerupuk yang tidak dicampur juga akan lebih kriuk dan terasa dibanding dengan kerupuk yang dicampur adukan ke dalam bubur yang lembek hingga nantinya memengaruhi cita rasa dan juga nafsu dari pemakannya, sekian terima kasih."

"Interupsi," ucap Jinora.

"Tim pro?" tanya Kemala.

"Silahkan saudaraku."

Jinora berdiri, "Dewan juri yang terhormat, saya selaku pembicara tim kontra menolak mosi perdebatan pada kali ini. Perlu kita telaah kembali, bahwasannya poin poin yang di bicarakan oleh tim pro tidak memiliki dasar argumentasi yang jelas. Pada poin yang pertama, bubur diaduk merusak nilai estetika. Perlu kita ketahui, bahwa estetika itu adalah nilai yang subjektif. Dan estetika tidak bisa menjadi tolak ukur suatu makanan itu memiliki cita rasa yang enak atau tidak. Jika kita memakan bubur yang tidak di aduk kemudian bubur tersebut masuk ke dalam kerongkongan didukung dengan gerakan pristlastik yang mendorong makanan tersebut ke pencernaan, apakah hasil dari bubur yang tidak di aduk itu masih memiliki nilai estetika?"

Bengkel Perut 88 Where stories live. Discover now