bagian 15 : hilda pede adistia

9 4 0
                                    

Besok paginya, Adis yang berdesak-desakan naik bus umum, tiba-tiba dikejutkan akan kehadiran Alaska yang juga ikut naik bus.

Tapi ... Bus VIP yang isinya hanya dia sendiri dan sekretaris Leo jadi supirnya.

Adis memukul keningnya, "Astaga, dasar tuan muda! Di suruh naik bus ya beneran naik bus tapi kok ... Aishhhh!!"

Setelah turun di halte dekat perusahaan Mapala, Adis langsung berlari mendekati Alaska yang baru turun dari bus VIP nya.

"Al!"

"Pagi, Adis," katanya tersenyum lebar.

"Pagi," jawab Adis singkat. Alaska menunjuk ke arah busnya, "Sesuai dengan apa yang kamu ajarkan kemarin, pagi ini saya datang ke kantor pakai bus. Gimana?"

"Gimana apanya? Saya bilang pakai bus, Alaskaaaa."

"Ya ini bus, masa kecoa berjalan. Kamu abis bangun tidur ya? Ini persegi panjang, tuh liat tulisannya, ada Bus Gerald VIP, gak baca ya?"

Adis memasang wajah sedih, "Maksud saya itu bus umum! Bus yang kaya gitu ..." Adis menunjuk ke arah Bus yang tadinya ia tumpangi sekarang sudah melaju membelah jalanan. Alaska melongo, "Itu?"

"Ya iya, bus umum. Kamu malah nyewa bus VIP, gimana sih? Katanya biar gak ketauan."

"Y-ya saya mana tau cara pake bus umum, lagian kamu kemarin cuma bilang naik bus, gitu aja. Gak bilang harus bus apa, kata sekretaris Leo beli bus nya aja langsung biar gak cape-cape nunggu di halte, ya udah saya iyain."

"Terus langsung kamu beli?"

Alaska mengangguk polos.

"Omaigat tuan mudaaaaa! Gak majikan gak sekretaris nya sama aja!"

"Kenapa sih emangnya? Emang salah saya beli bus?"

"Ya gak salah tapi gak seharusnya kamu pake bus yang kaya gini, ini itu mencari perhatian tau, lebih parah dari pada kamu di antar sekretaris pribadi kamu."

"Oh gitu ya? Jadi nanti ketauan kalau saya orang kaya gitu?"

Adis mengangguk, Alaska bertanya lagi, "Terus saya apakan ini bus? Baru kemaren beli."

"Ya apa kek terserah."

"Sekretaris!"

Sekretaris Leo turun dan bergabung bersama mereka. Ia tersenyum sumringah menatap Adis, "Et et et, ini kan Bu Adis yang kemarin sempat peluk-pelukan sama tuan muda, ciee udah pacaran ya?"

"Gak!" Adis dan Alaska menjawab secara bersamaan.

"Ciee barengan lagi jawabnya, jodoh memang gak kemana."

Adis memutar bola mata malas, Alaska menepuk dahi sekretarisnya, "Saya besok gak pake bus ini lagi. Terserah mau kamu jual atau kamu pajang di rumah mu. Besok kamu tetap antar saya seperti biasanya, tapi jangan berhenti di depan Mapala."

"Siap, tuan muda."

Adis menggelengkan kepala nya tak percaya, mimpi apa bisa meladeni tuan muda kaya raya anak tunggal pewaris perusahaan teknologi ternama? Yang pasti, bikin pusing tujuh keliling.

***

Adis keluar dari kantor tim humas. Perempuan yang rambutnya diikat satu bawah itu berjalan menuju kantor tim pengembang sambil membawa beberapa tumpukan proposal di tangan kanannya. Ia masuk ke dalam kantor tim pengembang melewati ruangan yang biasanya dipakai untuk membuat kopi, dimana ada Kang Jian, Ahad, dan juga Alaska yang sedang santai duduk sambil meneguk kopi.

Sahut-sahut Adis mendengar suara Kang Jian yang berkata, "Saya mau jujur soal perasaan ini besok."

Adis mundur dua langkah. Ia menyampirkan rambutnya kebelakang agar mendengar pembicaraan mereka. Adis mendekatkan telinganya ke ruang itu. Suara Ahad terdengar setelahnya.

Bengkel Perut 88 Where stories live. Discover now