bagian 45 : calon istri

5 3 0
                                    

Alaska meneguk ludah saat bertemu dengan Adis yang penampilannya sedikit berbeda sekarang. Jika biasanya Adis sering mengikat rambutnya rendah, sekarang rambutnya digerai begitu saja dengan kemeja coklat dan memakai rok. Alaska tau sejak pagi tadi, namun ketika ia melihatnya dua kali, kecantikan Adis menambah berkali-kali lipat. Pancaran cahaya dari belakang tubuh Adis menerangi kantor. Alaska menahan sebelah tangannya yang memegang jus alpukat agar tidak bergetar.

"Eh, Adis ..."

"Ya? Al, kenapa? Jangan canggung gitu dong, kita temen loh, kamu lupa?"

Padahal kalau boleh jujur, Adis sudah gemetaran sekarang.

Alaska menyengir, "I-iya, kita temen. Saya ingat."

Adis tersenyum, "Setelah saya tolak, kamu gak apa-apa kan? Maksudnya, kamu gak ada sedih sampai ngelakuin hal ekstrim gitu kan?"

Alaska tersenyum lebar dan menggeleng. Padahal, tadi malam, Sekretaris Leo susah payah membujuk Alaska untuk tidur karena sudah malam. Namun Alaska memutuskan untuk begadang sambil menghabiskan semua kacang kulit yang ada di toples.

Sekretaris Leo berkata, "Udahlah, Tuan, masih banyak perempuan yang lebih cantik, lebih seksi, lebih pintar, dan lebih menarik dari Adis. Tsabita kan ada, ayo kita pulang aja Tuan. Saya terpaksa nginap di sini ngikutin tuan biar bisa bujuk tuan untuk pulang besok. Tuan besar sudah nanyain aja dari kemaren. Katanya kalau besok gak mau pulang juga, Tuan besar bakal ngasih kejutan yang tak terduga. Padahal tuan muda lagi gak ulang tahun ya?"

"Kamu bisa gak sih gak usah bercanda! Saya lagi sedih+kesal ini! Seumur-umur, saya gak pernah merasa serendah ini. Apa kurangnya saya? Coba kamu liat, apa saya kurang ganteng?"

Spek spek mirip Jaehyun oppa, siapa yang berani bilang jelek? Maju sini!

"Ganteng kok, Tuan. Jujur."

"Apa saya kurang kaya? Saya bisa belikan dia rumah dan 21 mobil mahal, saya bisa kasih semua apa yang dia mau. Kenapa dia nolak saya?"

"Mungkin Adis itu orangnya gak suka yang glamor gitu Tuan."

"Gak mungkin, semua cewe itu suka uang. Maksud saya, semua orang."

"Bu Adis beda kali ..."

"Karena itu saya suka dia, tapi saya gak tau bedanya di mana. Yang penting, saya suka. Eh dia gak suka sama saya, gak profesional banget. Apa katanya? Tipenya yang kaya Hyunbin? Sekarang, kamu cari di google siapa itu Hyunbin."

Sekretaris Leo mengambil ponselnya sambil berkata, "Saya tau, itu aktor Korea, tuan muda. Nih profilnya."

Sekretaris Leo menyerahkan ponselnya. Alaska menatap Sekretaris nya lekat, "Leo, kamu pengen nonton konser di Korea kan?"

Sekretaris Leo mengangguk. Alaska membuka suara lagi, "Berarti kamu tau drama Korea?'

Laki-laki itu mengangguk lagi.

"Sekarang, putar drama nya Hyunbin, saya mau nonton sampai saya hapal adegannya. Dia kira semudah itu nolak saya? Huh, gak akan. Kita liat aja, saya lebih menarik di banding om om Korea itu." Alaska tersenyum miring.

Adis melambaikan tangan nya berkali-kali pada Alaska yang baru saja tersadar dan meraup wajahnya.

"Ngelamunin apa kamu? Tumben."

Alaska tiba-tiba menaikkan ponselnya ke telinga—seperti sedang menjawab telepon. Padahal sejak tadi Adis tidak mendengar nada dering dari ponsel laki-laki itu.

"Aku datang ... aku kesana sekarang," kata Ananta dalam teleponnya dengan nada serius dan wajah yang dibuat sedih. Adis masih melongo, entah apa maksud laki-laki itu tiba-tiba berkata seperti itu dan meninggalkan Adis sambil berlari dengan gaya slow motion nya.

Bengkel Perut 88 Where stories live. Discover now