bagian 24 : bunga yang rapuh

10 4 0
                                    

Adis dan Alaska benar-benar menerapkan peraturan nomor dua. Mereka seperti orang asing yang berjauhan satu sama lain. Alaska di ujung tempat duduk halte sebelah kanan, Adis di sebelah kirinya. Di tengah-tengahnya, ada pekerja kantoran juga. Saat Adis melirik ke arah Alaska, laki-laki itu juga melirik ke arahnya.

Mereka sama-sama membuang wajah. Ketika bus sudah berhenti di depan mereka, Adis langsung masuk. Sama di posisi pintu kamar mandi tadi, Alaska dan Adis masuk secara bersamaan di ambang pintu.

"Saya dulu," ucap Alaska.

"Kamu ada masalah apa sih sama saya? Saya dulu loh padahal."

"Semua orang juga tau kalau saya dulu. Pak, coba Bapak liat di cctv siapa yang duluan?"

Kernet yang ada di sana menggaruk tengkuknya, "Mana ada cctv di bus ini Pak."

"Lah? Kok gak ada."

Adis terkikik geli dan mendorong tubuh Alaska hingga Adis punya ruang yang lebih untuk masuk ke dalam dan segera mencari tempat duduk. Alaska masuk ke dalam, betapa terkejutnya ia melihat ramainya suasana bus kali ini. Ia hampir shock dibuatnya, tau gini bus VIP nya kemarin tidak ia jual.

Alaska mondar-mandir mencari tempat duduk kosong, namun tidak ada lagi kecuali di samping Adis. Saat ia hendak menyeletuk ingin duduk di samping Adis, perempuan itu langsung meletakkan tasnya di samping.

"Ekhem, sorry, udah penuh."

Alaska menatap Adis datar. Perempuan itu mengulum senyum melihat wajah pasrah Alaska yang terpaksa berdiri hingga sampai di gedung perusahaan Mapala.

***

Semua tim 4 pengembang dari Mapala Group kecuali Ramos Batara sebagai Manager Eksekutif yang punya ruang kerja tersendiri melongo melihat pemandangan yang mengajak mereka untuk bertanya, "Mengapa Adis dan Alaska bisa terlambat bersama?" "Apa yang baru saja mereka lakukan?" "Apa hal ini hanya kebetulan saja?"

Adis mengambil napas, "Maaf Bu Kemala, maaf semuanya saya terlambat. Tadi malam saya gak bisa tidur, ada tikus di dapur saya."

Alaska melongo, ia hendak membalas ucapan Adis barusan. Namun Bu Kemala membuka suara, "Alaska? Bagaimana dengan kamu?"

"Saya ... Saya tadi malam begadang Bu, gak bisa tidur, apartemen baru saya panas banget, sempit, kotor juga. Jadi saya gak bisa tidur Bu."

Telinga Adis memerah. Dasar Alaska sialan! Sudah di kasih tumpangan malah bicara sembarangan! Itu kamar di lantai bawah memang tidak pernah di pakai dua tahun, hanya dibersihkan setiap bulan, kadang-kadang Bisnis suka tidur di situ.

"Kalian tinggal satu kompleks, satu apa atau gimana sih? Kok bisa bareng terlambat nya?"

"Saya? Tinggal bareng sama dia? Hih ..." Adis membersihkan pakaiannya sok geli melihat Alaska.

"Ya udah, lanjut kerja. Hari ini kalian pulang satu jam lebih lama ya, kalian akan dikasih kerja tambahan akibat terlambat. Kalian akan pulang jam empat nanti."

"Siap, Bu."

Ia berjalan terlebih dahulu untuk duduk di kursi kerjanya. Kang Jian berbisik, "Adis, kamu ada apa-apa ya sama Alaska?"

"Enggak! Enak aja kamu Kajian."

"Rambut kamu berantakan, baju kamu juga kancingnya lebih satu tuh, kamu juga gak pake lipstik kaya biasanya. Habis ngapain kamu?"

Bengkel Perut 88 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang