bagian 39 : jawaban dari hatinya

5 3 0
                                    

Sekretaris Leo membuka pintu mobil belakang majikannya. Perlahan, Alaska menggendong Adis dengan bridal style. Sekretaris Leo menutup pintu mobil itu lagi. Setelah memarkirkan mobilnya, ia berlari kecil mengikuti Alaska yang sedang kesusahan membuka pintu apartemen Adis dengan pin.

Setelah itu, Alaska naik ke atas. Sekretaris Leo membukakan pintu kamar Adis, Alaska segera merebahkan tubuh Adis disana. Adis menguap hendak membuka matanya. Alaska langsung menepuk-nepuk lengannya pelan.

"Sttt, udah udah, tidur lagi aja ya?"

Sekretaris menggelengkan kepalanya berulang kali melihat tingkah tuan mudanya. Ia membatin, "Tuan muda saya sudah gede ternyata, udah bisa bersikap jantan. Ck ck ck ck, iri saya liatnya."

Setelah memastikan Adis benar-benar tertidur dengan nyaman, Alaska menaikkan sedikit lagi selimutnya hingga menutupi tubuh Adis. Ia mematikan lampu dan keluar sambil menutup pintu kamar Adis. Sekretaris Leo yang melihat semua tingkah tuan mudanya itu lagi-lagi menggelengkan kepala.

Alaska menoyor kepala Sekretarisnya, "Gak pegel kepala kamu geleng-geleng aja dari tadi?"

"Ck ck ck, rupanya tuan muda benar-benar sudah jatuh cinta ya?"

Alaska tertawa, "Siapa yang jatuh cinta?" Alaska menuruni tangga. Di dalam kamar, Adis mengerjapkan matanya. Ia bangun dan mengulum senyum sambil memegang kepalanya yang baru saja dipuk-puk oleh Alaska.

Adis memegang pipinya yang bersemu, ia terkiki geli. Bagaimana bisa Adis baper dilakukan seperti itu pada Alaska? Ya memang benar perhatian Alaska akan membuat siapapun tergila-gila. Alaska itu tipe-tipe cowo greenflag ganteng kaya raya tapi lemot+bisa romantis sekaligus. Duh duh, jantung Adis jadi gak terkontrol sekarang nih.

Di sisi lain, Alaska masih dihajar oleh pertanyaan-pertanyaan dari Sekretaris Leo yang sekarang sedang menonton televisi di ruang tengah.

"Jadi selama ini, Tuan muda tinggal bersama, bukan tetanggaan?"

"Bukannya kamu udah tau semua karena ngikutin saya terus?"

"Kenapa harus?"

"Maksud kamu?"

"Maksud saya, kenapa harus tinggal bareng? Segembel itu ya tuan sekarang? Ck ck ck."

Alaska menatapnya datar, "Heh, jangan sembarangan ya. Asal kamu tau, masih banyak koleksi jas mahal saya di koper. Satu aja saya jual udah bisa beli rumah."

"Ya kenapa gak di jual aja?"

"Karena saya lebih nyaman tinggal di sini, lebih hemat juga." Alaska memindah siaran televisinya. Sekretaris Leo mencomot kacang di toples yang di peluk oleh Tuan mudanya.

"Itu mah namanya bukan karena mau menghemat, tapi Tuan muda memang sengaja modus biar lebih dekat sama si Adis."

"Sok tau kamu."

"Lah, memang iya. Kalau gak ngapain tuan repot-repot manggil Adis ke apartemen tuan hanya untuk mengusir kecoa? Kenapa tuan repot-repot beli makanan untuk Adis? Kenapa tuan gak suka waktu Ibas ngusap kepalanya Adis? Kenapa tuan harus marah saat saya megang tangan Adis yang lama, kenapa tuan harus banget ngulurin tangan ke kaca mobil biar kepalanya Adis gak kebentur, kenapa tuan repot-repot ngelus kepala Adis di mobil dan antar dia sampai rumahnya sambil mastikan dia udah tidur atau belum. Itu semua belum sama hal-hal yang kalian berdua alami dan saya gak liat, itu belum seberapa. Pertanyaannya, apa lagi kalau bukan jatuh cinta?"

"Masa sih?"

"Nah, loh, bingung kan?"

Alaska mengerutkan dahinya, "Masa saya suka sama yang modelan kaya dia? Dia itu kayak cowo, pinter bela diri, gak pernah pake rok, gak ada feminim feminimnya, emosian, kesabarannya setipis tisu bagi tujuh, dan asal kamu tau ya Leo, dia kalau ngamuk itu bikin berisik satu apartemen, gak siap-siap. Tapi ... Waktu dia sakit, memang sih rasanya sepi. Gak ada yang marahin saya lagi, gak ada yang ketawa-ketawa gak jelas lagi."

Bengkel Perut 88 Where stories live. Discover now