bagian 47 : trik meluluhkan hati mertua

7 3 1
                                    

Adis keluar dari dapur setelah selesai berberes. Ia pulang kerja lebih cepat hari ini, jam 10.30 cafe perempatan sudah tutup. Mungkin karena hari ini turun hujan, tapi bukannya seharusnya orang-orang meneduh dan cafenya jadi ramai? Huh, kenapa kalian tidak beli, harusnya kalian beli biar cepat habis. Tapi tidak apa-apa deh, Adis jadi bisa beristirahat lebih cepat hari ini. Walaupun kenyataannya Kak Fatur lagi-lagi mendekatinya.

"Yuk, Dis," ajaknya sambil menekan klakson fortunernya.

"Enggak ah, Kak. Hari ini saya mau pulang naik bus aja."

Idih, dia kira habis dengar ceritanya soal mobilnya yang empat puluh dan aerox yang berantakan Adis jadi tergila-gila gitu? Malahan Adis makin ilfeel liat muka Kak Fatur yang songong bak anak sultan itu.

"Loh kenapa? Hari ini naik Fortuner loh, ayolah. Lagian hari hujan gini, kamu nyebrang ke halte pasti basah nanti."

"Gak papa, aku lebih milih basah aja kayaknya. Duluan ya Kak, permisi."

Adis berlari sambil meletakkan tasnya di atas kepala saat hujan sudah mulai lebat. Ia berlari menuju halte bus karena ponselnya habis baterai jadi tidak bisa memakai ojek online hari ini. Sesampainya di halte, ia menemukan dua buah preman dengan tubuh cungkring di sana.

Adis duduk di pojokan, ia merapikan rambut panjangnya yang sedikit basah. Dua preman itu mendekat.

"Hai, Neng! Sendirian aja. Memangnya gak takut?"

Adis yang masih menunduk itu sengaja membiarkan rambutnya tergerai yang sebagian menutupi wajahnya. Ia menoleh pelan ke samping dengan bibir pucat nya. Ia tersenyum miring, "Waktu masih hidup sih iya."

Dua preman itu meneguk ludah. Mereka mundur perlahan saat Adis tersenyum miring.

"AAAAA!!!" Mereka langsung berteriak lari di bawah hujan saat Adis tertawa kencang. Setelah kedua preman cungkring itu pergi, Adis merapikan rambutnya, "Dasar pengecut! Gitu aja takut."

Lalu Adis mengusap tengkuknya, "Btw dingin juga ya, jadi ngeri ..."

Adis langsung berdiri dan menyetop bus agar berhenti. Kalau hujan begini jarang yang mau berhenti jika Adis tidak berdiri di jalan dan menyetopnya. Setelah sampai di halte dekat apartemen, Adis harus berlari lagi karena halaman apartemen yang ditempatinya cukup luas. Rambutnya sudah basah semua. Adis mempercepat larinya.

Ia membuka pintu apartemen dengan kata sandi, lalu membuka sepatu dan mempercepat langkah sebelum akhirnya ia menemukan Alaska yang sedang tidur sambil menggendong Bisnis di sofa.

Adis mengerutkan dahi, sudah hampir pukul sebelas lalu mengapa laki-laki itu tidak tidur di kamarnya? Ketiduran atau sengaja nih menunggu nya?

Bukannya langsung ke kamar, justru Adis mendekatinya ke sofa dan menatap lekat wajah Alaska yang terpahat hampir sempurna. Sebenernya kalau boleh jujur, Adis tuh waktu pertama kali ketemu Alaska saja sudah terpesona. Bohong kalau Adis bilang kalau Alaska bukan tipe idealnya. Kurang apa lagi? Tinggi 180 cm lebih, putih, bersih, wangi, tinggi, jakun lancip, gigi rapi bersih, hidung mancung, alis tebal, bulu mata lentik, dan yang paling penting love language yang paling Adis suka dari Alaska adalah ; act of money.

Air dari rambut Adis menetes ke mata Alaska. Membuat laki-laki itu mengerjapkan matanya. Saat Adis hendak beranjak. Alaska langsung menarik tangan Adis hingga tangan perempuan itu menempel di di dada bidang milik Alaska. Jarak mereka sangat dekat. Adis menelan ludah melihat jakun Alaska yang lancip. Alaska membuka mata dan tersenyum.

Dengan suara serak khas om om bangun tidur, Alaska berkata, "Why? What do you see from me?"

Akhhhh Alaska bisa diam tidak sih?! Udah jaraknya cuma berapa senti, liat jakunnya takut bikin Adis khilaf, ini malah ngomong pake bahasa Inggris dengan suara beratnya yang baru tidur. Gak bisa gak bisa, Adis bisa gila kalau gini terus. Ia tidak boleh jatuh cinta kan??

Bengkel Perut 88 Where stories live. Discover now