bagian 22 : surat perjanjian

9 4 0
                                    

"Meow meow meowwww!! Meowwww meow? Meow, meow ... Meow ..."

"Oh, kamu mau buang air kecil ya Bisnis?" Adis yang sedang makan camilan sambil melanjutkan pekerjaan nya di laptop pun segera mengangkat Bisnis menuju kamar mandi. Ia menutupnya pintunya, "Bisnis, ayo pipis."

Tak lama setelah itu Bisnis buang air kecil, Adis mengambil air dan menyiramnya kemudian memandikan Bisnis di malam hari dan memberikan shampo khusus kucing. Setelah itu ia mengeringkan bulu Bisnis di ruang tengah.

Ia membuang napas panjang, "Shampo kamu udah mau abis, makanannya juga, aku harus apa ya? Aku belum gajian, sekarang aja aku lewatin makan malam biar bisa bayar hutang. Huh, hidup ternyata capek banget ya?" katanya sambil menatap televisi yang dibiarkan hidup.

"Meow meow?"

"Iya, nanti aku beliin, apa sih yang gak untuk majikan. Seneng kamu?"

"Meow meow."

"Gak usah berterima kasih, sudah tugas babu merawat majikannya, Bisnis."

"Meow?"

"Hah?"

Kemudian terdengar suara notifikasi dari ponsel Adis. Ia segera mengeceknya, sedetik kemudian perempuan yang rambutnya digerai itu meloncat loncat di atas sofa kegirangan. Bisnis mendekat, "Meowwww???"

Adis mengelus rambut Bisnis, "Kamu pasti penasaran kan kenapa aku kesenengan? Jadi, aku keterima kerja jadi waiters di cafe kecil, eh, kaya warung gitu tapi banyak makanannya, lumayan besar dan rame, aku juga pernah ke situ. Jadi nanti pulang dari mapala jam 3, satu jam lebih atau dua jam-an lah istirahat, nanti jam 5 lewat aku berangkat lagi kerja paruh waktu. Dari jam 6 sampai jam 11 kemungkinan pulangnya jam 11 lewat deh, Bisnis. Kamu gak apa-apa kan aku tinggal sendirian? Ini juga untuk makan kamu nanti."

"Meowwww ... Meow meow."

"Gak papa, aku kuat kok. Aku ini kan mantan atlet, pasti kuat! Bukan cewe lemah aku mah, jadi kamu tenang aja, shampo dan makanan kamu akan terpenuhi, karena besok aku udah mulai kerja hihihihi."

"Meowwwww." Bisnis mengelus-eluskan badannya pada sang babu—Hilda Adistia.

"Meow?"

"Iya Bisnis, eh, tunggu ada tamu kayaknya."

Terdengar suara bel dari depan. Adis meninggalkan Bisnis sebentar, namun ia ikut mengekori dari belakang. Adis membuka pintu, "Ya siapa??"

Adis melotot saat apa yang ia lihat justru benar-benar mengejutkan lebih dari saat ia memenangkan lotre. Alaska datang menggunakan kaos putih di lapisi jaket hitam dan topi hitam. Kemudian ia membawa satu koper besar dan tas besar yang ia sampirkan di lengannya.

"Alaska?"

***

Alaska duduk berhadapan dengan Adis. Di tengahnya, ada meja sofa. Mereka duduk lesehan di bawah. Adis melipatkan kedua tangan di dada, perempuan itu menatap tajam ke arah Alaska.

"Dari mana kamu tau apartemen saya?"

"Sepulang kerja tadi saya ikuti kamu dari belakang, bahkan naik bus yang isinya desak-desakan, saya hampir mati kehabisan napas tau ..."

"Gak nanya!"

"Maaf, Adis. Tapi saya gak punya tempat tinggal lagi." Alaska menunduk saat Adis menatapnya tajam, persis seperti ibu-ibu yang memergoki suaminya selingkuh. Alaska sedang disidang sekarang. Adis membuka suara lagi, "Terus? Urusan saya? Memang saya siapa mu?"

Bengkel Perut 88 Where stories live. Discover now