bagian 42 : sekretaris gak ada harganya

6 3 0
                                    

Entah dorongan dari mana, Alaska mengusap rambut Adis. Jarak keduanya kian terkikis, mereka dapat merasakan deru napas satu sama lain. Sebelum akhirnya Alaska membuka suara.

"Can i kiss you?"

"Hah?"

Alaska tertawa dan menjauhkan tubuhnya dari Adis, "Ya, saya tau kamu bukan perempuan sembarangan. Makannya saya tes kamu. Kayaknya kamu terima ya kalau saya cium begitu saja?"

Adis berdehem, "Oh ... Cuma ngetes saya aja ceritanya? Gak sih, saya juga bukan cewe sembarangan yang mau dicium cium sama laki-laki buaya kaya kamu."

"Buaya dari mana? Buktinya waktu di rumah sakit, kamu fine fine aja saya cium keningmu. Kenapa? Mau lagi?"

Ya gak mungkin lah Adis berkata, 'Mauuu banget' gilaaa aja, memang dia perempuan apaan? Tapi perlakuan Alaska di rumah sakit memang berbeda dari Alaska biasanya. Laki-laki itu tampak lebih dewasa dan melindungi Adis setiap saat. Adis pun terhanyut dalam dekapan hangat dan ciuman singkat di keningnya pada malam itu. Ia hanya diam, menatap Alaska yang menyengir ke padanya.

"Ya itu karena saya lagi sakit, jadi saya gak punya tenaga lebih buat nonjok kamu. Sekarang saya udah pulih, kalau kamu coba-coba godain saya lagi, kamu bisa saya jadikan sate bakar, mau kamu?!!"

"Tapi kamu suka kan saya cium keningnya? Mau lagi ya?"

"Alaskaaaa!!!" Adis menjewer telinga Alaska hingga laki-laki itu berteriak mengaduh kesakitan. Bianglala itu berhenti. Pintu mereka dibuka oleh petugas. Adis melepaskan jewerannya dan pergi meninggalkan Alaska yang masih mengusap-usap telinganya.

"Ketawa kamu?" tanyanya pada petugas yang mengulum senyum melihat tingkah mereka.

"Enggak, Bang. Cuma nyengir dikit."

Alaska menyusul Adis yang melipatkan kedua tangan di dada. Sekretaris Leo datang sambil merengek saat ia diikuti oleh bencong yang tadi.

"Aduh tuan tolongin dong, ini gara-gara tuan muda ini. Saya sebagai sekretaris anak dari keluarga Arcolando yang memiliki citra baik dan berbadan tegap gak ada harga dirinya di depan dia. Masa dia desah terus di depan saya, tolong usir dong."

Alaska justru tertawa, ia berkata, "Ambil aja, Mas. Single kok dia."

Sekretaris Leo melotot, "TUAN! TEGA BANGET SAMA SAYA!"

Nomi dan Sera yang melihat itu tertawa kencang. Alaska mengeluarkan uang seratusan tiga lembar dan memberikannya pada pria gemulai yang sekarang sedang menempel di tubuh Sekretaris Leo.

"Nah gini dong, kan asoy. Saya duluan ya, bye sayang ahhh."

Sekretaris Leo membersihkan bajunya. Adis berkata, "Enak ya orang kaya, dikit-dikit tinggal kasih duit, dikit-dikit kasih duit. Udah kayak daun aja tu duit gak ada harga dirinya." Adis melangkahkan kakinya memutari pasar malam. Alaska mengejarnya sedangkan Nomi dan Sera mengajak Sekretaris Leo memancing ikan-ikanan.

Alaska menyekal lengan Adis, "Maksud kamu apa? Ya gimana lagi? Orang gak bisa hidup tanpa uang. Kamu gak liat orang tadi? Dia langsung pergi waktu di kasih uang."

"Tapi saya gak suka liat cara kamu memandang orang di bawah kamu. Kenapa kamu gak minta tolong baik-baik untuk gak ngintilin Sekretaris Leo? Kenapa harus dengan cara instan memberi uang? Saya gak habis pikir sama kamu, Al. Kamu bilang mau menghemat, kamu bilang mau sukses tanpa uang orang tuamu, tapi kenyataannya? Kenyataannya kamu itu menghambur-hamburkan uang. Kamu kasih dia tiga ratus ribu. Ya mungkin menurut kamu uang segitu cuma bisa beli cuttonbud aja. Tapi untuk orang biasa kaya aku, uang segitu bisa untuk makan. Dan kamu sia-siain uang segitu untuk bencong gak jelas itu. Saya gak suka ya cara kamu hidup seperti itu."

Bengkel Perut 88 Where stories live. Discover now