13. Maaf

10.6K 398 7
                                    


Bumi baru saja hendak berkendara kembali ke rumah saat ponselnya berbunyi. Seketika, lelaki itu mengecek, mendapati nomor Diandra meneleponnya. Sial, ia bahkan lupa memastikan keadaan kekasihnya itu pasca bertemu dengan Ansara secara tak sengaja. Buru-buru, Bumi menjawab panggilannya.

"Sayang".

Suara Diandra diseberang sana terdengar lembut. "Kamu.. Malam ini pulang ke rumahmu?".

Batin Bumi langsung tertohok, seakan ulu hatinya ditonjok seketika. Ia bahkan bingung membalas pertanyaan mudah itu. "Iya. Kayaknya.. Saya harus pulang dulu, Di".

Ada jeda yang cukup lama sebelum Diandra kembali membalas percakapan itu. "Aku tadi udah sempat masak buat makan malam kita, kirain kamu bakal nginap disini lagi. Kira-kira.. Kalau kamu kesini sebentar buat makan malam, boleh gak, Bumi?".

Rasa bersalah itu makin kental terasa di benak Bumi. Perkara mengiyakan permintaan Ansara untuk pulang hanya karena merasa tidak tega, rasanya menjadi penyesalan yang membuat dirinya tanpa sadar tak memikirkan perasaan Diandra. "Saya minta maaf karena belum sempat bilang kamu. Maaf juga karena harus ketemu sama Ansara secara tiba-tiba tadi. Itu benar-benar diluar kehendak saya, Di". Setelahnya, Bumi kembali berkata. "Saya makan di tempatmu ya. Kebetulan juga saya belum makan. Ini saya jalan sekarang. Tunggu ya, sayang".

Sepertinya, nuansa hati Diandra sontak berubah setelah mendengar perkataan Bumi. Nada bicaranya berubah ceria. "Iya, sayang. Aku tunggu ya. Kamu hati-hati dijalan".

Bumi tersenyum, kemudian memutus panggilan untuk segera berkendara. Sempat terbesit keinginan untuk memberi kabar pada Ansara, perihal kemungkinan ia akan pulang, namun mungkin nanti, saat malam sudah begitu larut. Tapi, pada akhirnya, Bumi mengurungkan niat, sebab untuk apa juga ia memberi kabar pada Ansara?

Apa pentingnya gadis itu dibanding dengan Diandra?

———

Ansara berulang kali mengecek dibalik gorden, memastikan bahwa suara mobil dan motor yang bersliweran bukan milik Bumi. Gadis itu sudah menanti sejak tadi di meja makan, seperti biasa memastikan meja itu terisi sajian yang cukup banyak dan bergizi. Ansara sendiri sekarang banyak belajar memasak makanan western dan healthy food, bermodalkan belajar dari youtube, gadis itu berharap bisa memenuhi selera makanan Bumi yang memang berbeda darinya.

Ansara terus menunggu, satu jam, dua jam, tiga jam, hingga empat jam lamanya. Berulang kali menutup dan membuka tudung saji guna memastikan makanannya tetap dalam kondisi baik. Namun, tidak ada tanda-tanda kehadiran Bumi sama sekali bahkan sampai jam menunjukkan pukul sebelas malam. Mau tidak mau, gadis itu berangsur cemas, takut jika yang ia khawatirkan benar terjadi.

Bahwa malam ini Bumi memilih untuk tidak pulang seperti halnya kemarin-kemarin.

Bi Mai yang kebetulan sudah lebih dulu tidur, terbangun dari tidurnya untuk mengambil minum. Bi Mai terkejut sendiri saat menemukan Ansara yang masih duduk di meja makan, sama sekali tidak bergerak, persis empat jam lalu saat Bi Mai meninggalkannya disana. Perlahan, Bi Mai berjalan mendekat, kemudian mengajaknya berbicara. "Non.. Non An masih disini? Dari tadi Non?".

Ansara menoleh kearah Bi Mai. "Bi? Kebangun ya? Iya, masih nungguin Mas Bumi pulang".

Bi Mai menatap sendu kearah Ansara, merasa tak tega karena sepertinya lagi-lagi harus menghadapi hal yang sama. "Makanannya mau Bibi bantu simpan di kulkas gak, Non?".

Ansara menatapi piring makanan hasil tangannya sendiri itu satu persatu, sebelum berakhir tersenyum pahit. "Iya, tolong disimpan aja ya, Bi. Kayaknya udah kemaleman kalo makan sekarang juga".

"Non An sudah makan belum?". Tanya Bi Mai lagi, khawatir sendiri karena melihat makanan di piring-piring tersebut masih utuh, tidak tersentuh.

Ansara menggeleng. "An tadi niatnya mau tunggu Mas Bumi, tapi lama-kelamaan jadi gak laper, Bi. Gak apa, besok aja An makannya".

Bi Mai memegangi dadanya sendiri, merasakan sakit karena harus menyaksikan hal ini didepan matanya untuk yang kesekian kali. "Gusti.. Jangan dibiasain begitu, Non". Bi Mai tidak mampu menahan keinginan untuk menenangkan Ansara, hingga berakhir duduk di sisi sang gadis, mengelus punggungnya pelan sebab ikut merasakan kesedihan itu. "Non An, bukannya Bibi lancang.. Tapi, Non harus perhatiin diri sendiri juga. Badan Non bisa makin habis kalau begini terus, nanti Non juga bisa sakit, Bibi jujur khawatir lihatnya".

Ansara menatap kearah Bi Mai, kemudian berakhir menepuk tangan wanita paruh baya itu. "Makasih ya, Bi. An gak apa-apa kok, beneran. Bi Mai jangan khawatir".

———

Bumi baru menginjakkan kakinya didalam rumah saat waktu sudah menunjukkan pukul setengah satu. Lelaki itu berjalan pelan, menyusuri satu persatu bagian rumah yang sudah hening. Pikirnya, Ansara pasti sudah tidur duluan.

Rasa haus membuat Bumi berjalan ke dapur, menuju ke kulkas. Dan betapa terkejutnya ia ketika menemukan Ansara sedang menelungkup di meja makan yang kini kosong, dan tak menyadari kehadirannya. Sebagian dari rambut panjang sang gadis menutupi wajahnya, membuatnya tidak terlalu terlihat. Namun, dengkuran halus yang terdengar membuat Bumi menyadari bahwa gadis itu tertidur disana.

Tidak seharusnya Bumi merasakan berat di hatinya, seakan rasa bersalah datang menghinggap dan memakinya karena sudah membuat Ansara menunggunya pulang, pasti dengan perasaan penuh rasa takut kalau Bumi akan ingkar janji dan tidak pulang malam itu.

"An". Panggil Bumi pelan, berusaha tidak mengagetkan Ansara dalam tidurnya.

Perlahan, tubuh mungil itu bergerak, sedang mata yang tadinya terpejam mulai berkedip, menuai kesadaran meski belum sepenuhnya. Netra cantik Ansara yang terlihat kelelahan itu kemudian menatap kearah Bumi, terlonjak sendiri saking terkejutnya saat menyaksikan kehadiran sang lelaki di hadapannya. "Mas? Kamu pulang? Astaga, aku ketiduran kayaknya. Jam berapa ini?".

"Jam setengah satu, An". Balas Bumi pelan.

Ansara kemudian bangkit secara terburu-buru. "Makanannya udah disimpan di kulkas, Mas. Kamu udah makan?".

Bumi terdiam sejenak. "Saya udah makan. Kamu ketiduran di meja makan begini, nungguin saya pulang?".

"Iya, Mas.. Tadinya kupikir mau makan sama-sama. Cuma kayaknya ternyata kamu lembur, aku gak sadar ketiduran disini. Gak apa-apa, yang penting kamu pulang". Balas Ansara disertai senyuman. Gadis itu kemudian bergegas naik ke lantai atas. "Kamu mau mandi kan, Mas? Aku siapin bajunya ya, tadi soalnya belum".

"An". Panggil Bumi, membuat Ansara menghentikan langkahnya. Gadis itu memutar tubuh, menatap bingung pada lawan bicaranya. Sedangkan Bumi, memilih untuk menghela nafasnya. "Gak perlu. Kamu tidur aja di kamar".

"Tapi, Mas...".

Bumi menegaskan suaranya. "Gak perlu dibantah, An". Balasnya, kemudian membuat Ansara mengangguk patuh.

Sang gadis lantas hendak berjalan ke lantai atas, menuruti perintah Bumi yang memintanya beristirahat, saat suara Bumi kembali terdengar dari belakangnya. "Saya minta maaf karena pulangnya terlambat, An".

Ansara sontak membeku di tempatnya, terkejut sendiri karena baru pertama mendengar Bumi bicara selembut itu bahkan meminta maaf padanya. Gadis itu baru saja hendak membalas, namun, Bumi lebih dulu menyerobot bicaranya.

"Gak usah dibalas omongan saya, saya cuma minta maaf. Besok lagi kalau mau balas omongan saya. Sekarang kamu tidur". Ucap Bumi sembari berlalu dan berjalan lebih dulu mendahuluinya, tidak sekali pun menengok kepada Ansara.

Detik itu juga, senyum sang gadis tertarik di kedua sudutnya, seakan merasakan seluruh gemuruh di hatinya sejak tadi diangkat begitu saja. Gadis itu ikut berjalan mengekor di belakang Bumi, dengan perasaan yang jauh lebih baik dibanding sebelum kehadiran sang lelaki di rumah.

"Iya, Mas Bumi".

ANSARAWhere stories live. Discover now