39. Kedatangan Tamu

8.6K 370 45
                                    

Hari ini, Mama Bumi mengundang Ansara untuk datang kerumah. Gadis itu bahkan diberi jemputan dari kediaman Bumi, sebab tahu bahwa Bumi tak bisa ikut mengantar lantaran waktu masih menunjukkan jam kerja. Ansara yang hadir dengan balutan dress selutut, langsung disambut oleh Mama dan Gepa, yang ternyata sudah menanti di meja teras, menanti agenda minum teh bersama.

Ansara mulanya berjalan kikuk, lantas menyapa satu persatu yang hadir disana. "Sore, Ma, Gepa".

Ketiganya menoleh, hingga sesaat kemudian Mama Ansara lebih dulu bangkit untuk memeluk figur sang gadis. "Cantik sekali, An. Ayo, sini, duduk sama-sama, kita minum teh".

Sang gadis lantas menurut, duduk di salah satu bangku yang kosong dan mengatur diri. Gepa memperhatikan gerak-gerik Ansara yang kaku, seakan takut berbuat salah tanpa kehadiran Bumi. Pria yang usianya sudah senja itu lantas berdeham. "Santai saja, An. Gak perlu terlalu formal. Anggap saja kami keluargamu juga".

Ansara mengangguk. "Iya, Gepa".

"Gimana kabarmu, Ansara?". Ucap Mama lebih dulu, menuangkan secangkir teh untuk Ansara. "Papa titip salam, gak bisa ikutan dulu soalnya lagi di Melbourne, ada business trip".

Ansara meraih gelas teh yang diberikan. "Baik kok, Ma. Iya, Mas Bumi juga tadi titip salam katanya".

Mendengar nama Bumi disebut, Gepa langsung menatap kearah Ansara. "Gimana pernikahan kalian sampai sekarang? Bumi memperlakukanmu baik, kan?".

Ansara yang tengah meneguk tehnya, langsung menaruh kembali gelas tersebut. "Baik kok, Gepa, awalnya memang sulit menyatukan kepala sama Mas Bumi. Tapi makin kesini, kami semakin membaik".

"Soal anak, gimana? Kalian sudah pikirkan?". Tanggapan Gepa, membuat Ansara menatap takjub, lantaran tak menyangka akan langsung ditanyai soal keturunan.

Gadis itu memelintir ujung dressnya gugup.
Gimana An jawabnya ya? Mas Bumi mana mau punya anak sama An sekarang? Dia aja belum cinta sama aku..

"Ng.. Soal itu, maaf, mungkin Mas Bumi yang bisa jawab, Gepa". Cicit Ansara takut-takut. "An takut salah ngomong".

Gepa kembali berdeham, lantas menyeruput tehnya sendiri sebelum kembali berucap. "Kalo gitu, saya tanya pendapatmu saja. Kamu sendiri, keberatan jika memiliki anak dari Bumi, An?".

Ansara menggeleng. "Enggak sama sekali, Gepa. An justru ingin punya anak dari Mas Bumi".

Mendengarnya, Gepa tersenyum. "Bagus. Bagus sekali". Setelahnya, Gepa berucap pada anaknya, yang mana merupakan Mama Bumi. "Kalau begitu, lusa, suruh Bumi kesini. Kita obrolin soal pabrik dan perusahaan tempatnya sekarang. Saya sudah yakin
untuk menjatuhkan keduanya ke tangan Bumi untuk menjadi milik dia sepenuhnya".

Mama Bumi terkejut mendengarnya. "Papa mau serahkan semua sekarang? Apa gak terlalu terburu-buru?".

"Tidak. Saya sudah yakin". Balas Gepa, sebelum menatap Ansara mantap. "Bumi bisa menjalankan permintaan saya dengan baik. Terbukti dengan pernikahannya dengan Ansara. Meski awalnya sulit, nyatanya anak itu komitmen juga. Jadi, saya yakin dia bisa dipercaya untuk memegang aset yang saya percayakan. Tidak perlu ditunda-tunda".

Ansara yang tidak terlalu memahami perkara perpindahtanganan kepemilikan perusahaan dan pabrik keluarga Dhiagatri, hanya bisa celingukan sendiri. Gadis itu hanya sebatas tahu, bahwa setelah ini, Bumi akan diberikan kepercayaan lebih dari keluarganya.

———

Bumi melangkah lesu kedalam rumah. Lelaki itu hari ini lelah bukan main. Penyebabnya adalah meeting back to back yang ia lakukan dengan direksi. Entah mengapa, banyak sekali pekerjaan yang dilimpahkan kepada Bumi akhir-akhir ini. Seakan-akan ia adalah pemilik perusahaan yang sebenarnya sampai saat ini masih dikepalai oleh Patria Dhiagatri, atau kakeknya sendiri, Gepa.

ANSARAWhere stories live. Discover now