47. Permainan Takdir

10.3K 460 64
                                    

Sesuai dengan konklusinya kemarin, esok harinya, Bumi langsung membulatkan tekad. Bagai bumerang, niat awal meninggalkan Ansara, malah berbalik kepada Diandra setelah Bumi meyakinkan diri. Sebab bukannya semakin menjauhkan diri, Ansara malah menyiraminya dengan cinta, membuat keras hatinya berubah jadi lunak, dan berakhir mengakui.

"Bianca, titip ya, kalo ada yang cari saya, info aja saya lagi keluar. Mungkin gak kembali ke kantor lagi. Jadi, dicatat aja keperluannya apa, terus besok, sampaikan ke saya". Ucap Bumi berpesan sebelum meninggalkan ruang kerjanya.

Bianca mengangguk. "Baik, Pak. Izin konfirmasi kembali, Pak Bumi hari ini meeting dengan Bu Diandra dan tim AWS kan ya?".

"Betul, Bi". Balas Bumi, lantas memencet tombol lift, lelaki itu kemudian menepuk pundak Bianca terakhir kali. "Saya jalan dulu. Titip ya, Bianca. Sama, doain saya semoga sukses kali ini".

Bianca sempat mengerutkan kening, alias tidak mengerti maksud Bumi, namun memilih mengangguk. Segera setelah pintu lift yang membawa Bumi turun tertutup, Bianca baru berucap. "Sukses apa ya, maksud Pak Bumi? Heran, punya bos makin hari makin gak jelas..".

———

Sepulang dari berbelanja di supermarket, Ansara yang ditemani oleh driver keluarga Bumi yang sengaja diminta untuk menemani sang gadis kemana-mana, menatap senang pada bungkusan plastik di tangannya. Gadis itu kemudian beralih menatap ke jalanan yang terlihat lapang hari ini, seakan memudahkan dirinya mencapai tujuan.

"Bu, ini kita jadi mampir ke kantor Bapak, atau langsung pulang saja?". Suara sang driver, Tomo, mengudara, membuat Ansara menoleh.

Gadis itu menjawab dengan yakin. "Ke kantor Mas Bumi dulu, ya, Pak. Saya mau antar makanan soalnya, mumpung masih hangat".

"Siap, Bu".

Suasana hati Ansara hari ini terlampau tenang. Ia juga sudah tak terlalu sering mengeluarkan air mata, tidak seperti tempo hari kemarin. Gadis itu memilih untuk keluar rumah dan menyibukkan diri dengan berbelanja, demi menghibur perasaannya yang akhir-akhir ini carut marut.

Tadi, saat menanti antrian di kasir, Ansara tak sengaja melihat satu kedai makanan yang aromanya begitu mengundang. Pikirannya langsung berpusat pada seseorang.

Mas Bumi udah makan belum ya? Apa An bawain aja makanan ke kantornya? 

Hingga tanpa ragu, usai membayar belanjaannya, Ansara langsung memesankan beberapa menu makanan dan jus, berniat membawakan makan siang untuk sang suami yang Ansara ketahui padat aktivitasnya.

Perjalanan menuju ke kantor Bumi, seakan dilapangkan, membuat Ansara tiba dalam waktu yang cukup singkat. Gadis itu turun dan menenteng tas serta plastik makanan, berjalan pasti memasuki gedung luas yang kepemilikannya kini sudah berpindah pada Bumi seorang.

Usai melapor pada resepsionis dan diarahkan ke lantai tempat ruangan kerja Bumi berada, Ansara tak ayal bertemu dengan Bianca yang meja kerjanya memang berada di depan ruang kerja sang lelaki. Ansara tersenyum, dan dibalas dengan senyuman serta anggukan dari Bianca.

"Halo, saya mau ketemu Pak Bumigantara, bisa?". Ucap Ansara sopan.

Bianca lantas bangkit dari duduknya. "Maaf, Bu, Pak Bumi nya lagi gak di tempat. Beliau ada meeting diluar dan kemungkinan gak kembali lagi sampai besok".

"Oh, begitu ya". Ansara mengerutkan kening, menutupi raut kecewanya yang sebetulnya terlihat jelas.

Bianca kembali bertanya. "Kalo boleh tahu, ini dengan Bu siapa? Mungkin ada urgensi yang perlu saya sampaikan ke beliau?".

Ansara menggeleng, kemudian kembali tersenyum. "Oh, nggak kok. Saya Ansara, istrinya Pak Bumi. Saya boleh tahu gak? Pak Buminya memang meeting dimana?".

ANSARAWhere stories live. Discover now